Waduh! Pinjol Ilegal Merebak Lagi di Lebaran 2023

  • Bagikan

JAKARTA, MoneyTalk – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat telah memblokir 4.482 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal sejak 2018 hingga Januari 2023. Praktik pinjol ilegal dan investigasi ilegal ini diperkirakan semakin marak menjelang Hari Raya Idulfitri 2023.

Untuk itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengimbau masyarakat untuk mewaspadai maraknya pinjol ilegal.

“Saat jelang lebaran biasanya kebutuhan untuk konsumsi semakin meningkat. Yang justru menjadi peluang emas bagi pinjol ilegal untuk menawarkan pinjaman cepat, tapi tenornya juga cepat yang bahkan hanya seminggu,” ungkap Puteri dalam kegiatan sosialisasi bersama OJK yang bertajuk Edukasi Keuangan bagi Pelaku UMKM dan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Bekasi.

“Hal ini perlu kita waspadai bersama dan perlu dicegah melalui sesi edukasi seperti ini agar masyarakat menghindari praktik pinjol ilegal dan investasi ilegal,” lugasnya.

Dalam keterangan tertulis yang diterima, Politisi dari Fraksi Golkar ini juga menekankan peran OJK untuk terus meningkatkan inklusi keuangan dan literasi keuangan, serta melindungi konsumen produk/jasa sektor keuangan.

“Kegiatan edukasi keuangan hari ini sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Bekasi. Di mana, jika mengalami masalah ekonomi umumnya lari ke pinjol ilegal, paylater, koperasi, hingga judi online,” jelas Puteri.

“Sehingga, mereka pun rentan menerima intimidasi fisik dan mental dari oknum debt collector ilegal. Karenanya, selain langkah pencegahan melalui edukasi, OJK juga perlu perkuat langkah penindakan. Baik melalui pemidanaan bagi oknum hingga pendampingan bagi korban,” tutur Puteri.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Ibu Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan 3 (tiga) faktor yang menyebabkan masyarakat terjebak pinjol ilegal dan investasi ilegal menjelang Hari Raya Idulfitri 2023.

Pertama, masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat. Di mana, tingkat inklusi keuangan di Jawa Barat masih 88,31 persen, dan tingkat literasi keuangan yang hanya 56,10 persen.

Kedua, mudahnya replikasi aplikasi digital. Ketiga, promosi yang sangat mudah dan murah melalui sosial media atau bahkan melalui pemanfaatan tokoh masyarakat dan terkadang tokoh agama.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *