Indeks

Yanuar Rizky Bongkar “Tabir Laba Moneter BI dan OJK”: Usul Dana CSR Triliunan Dialihkan ke SWF Seperti Cina

  • Bagikan
Polemik Standar Kebijakan di BPK dan OJK, Kompleksitas Praktik Audit di Indonesia?
Polemik Standar Kebijakan di BPK dan OJK, Kompleksitas Praktik Audit di Indonesia?

MoneyTalk, Jakarta – Dalam tayangan kanal Awalil Rizky Podcast pada Minggu (5/10), ekonom senior Yanuar Rizky kembali melontarkan kritik tajam terhadap tata kelola keuangan negara, khususnya menyangkut Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam perbincangan berdurasi lebih dari satu jam itu, Yanuar menyoroti posisi BI yang menurutnya unik tapi problematik. “BI itu tidak masuk dalam APBN, tapi punya anggaran sendiri, dan tetap tercatat di LKPP. Nah, karena sama-sama lembaga negara yang mencetak laba, muncul kecemburuan dari lembaga lain,” ujarnya.

Menurut Yanuar, BI selama ini menikmati laba besar dari operasi moneter, namun penggunaannya tidak transparan. “Renumerasinya besar, CSR-nya juga fantastis, bisa 2–3 triliun setahun. Bahkan kalau pakai aturan 5%, bisa tembus puluhan triliun. Saya pikir ini perlu ditata ulang,” katanya.

Ia mengusulkan agar Indonesia meniru langkah Cina, yang sejak 2008 membentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama China Investment Corporation (CIC) dari laba moneter bank sentralnya. “Cina itu pakai laba moneter bank sentral untuk modal SWF. BI juga bisa begitu. Daripada CSR dipakai buat DPR atau kesejahteraan pegawai, lebih baik disetorkan ke SWF negara. Itu lebih transparan dan bermanfaat,” tegasnya.

Yanuar bahkan menyebut angka CSR BI yang mencapai triliunan rupiah per tahun sebagai potensi dana publik yang tidak diawasi publik. “CSR itu ada gunanya, tapi harus dikurangi porsinya. Lebih baik dialihkan jadi modal SWF agar hasilnya kembali ke masyarakat, bukan hanya ke kalangan elite.”

Dalam bagian lain, Yanuar juga menyinggung tentang mandat BI yang masih sumir, karena fokus pada stabilitas nilai tukar tanpa ukuran konkret terhadap lapangan kerja dan inflasi. “Kalau ukurannya hanya nilai tukar, gubernur BI bisa diganti tiap hari. Padahal yang penting itu mandat konstitusionalnya: stabilitas harga dan penciptaan kerja, bukan angka politik.”

Diskusi kemudian melebar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dinilai Yanuar juga belum menjalankan mandatnya secara penuh, terutama dalam hal penyidikan pidana sektor keuangan. Ia menjelaskan sejarah panjang penggabungan Bapepam dan Dirjen Lembaga Keuangan menjadi OJK, namun menilai lembaga ini gagal mereformasi fungsi pengawasan.

“OJK itu harusnya punya penyidik sendiri, bukan pinjam polisi terus. Dulu MOU antara OJK dan Polri itu justru tanda kegagalan reformasi. Sekarang malah tiga lembaga bisa menyidik bareng  OJK, polisi, kejaksaan. Itu bikin ketidakpastian hukum.”

Menurut Yanuar, reformasi OJK harus menyeluruh, termasuk dalam proses seleksi Dewan Komisioner. “Ketua OJK harus orang hukum yang paham litigasi, bukan ekonom birokrat. OJK itu pengawas, bukan pembuat kebijakan moneter. Kalau pimpinannya tidak punya pengalaman hukum, bagaimana mau menegakkan aturan?”

Ia juga menyoroti citra buruk penegak hukum di sektor keuangan yang membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan. “Pelaku pasar bayar iuran ke OJK, tapi ketika bermasalah malah enggak dapat perlindungan. Akhirnya mereka lari ke polisi atau kejaksaan, dan itu justru bikin tambah semrawut.”

Menutup pembicaraan, Yanuar mengingatkan pentingnya reformasi menyeluruh terhadap BI, OJK, dan LPS dengan pengawasan DPR yang rasional dan berbasis mandat. “Kalau lembaga-lembaga itu menyimpang dari mandatnya, berarti mereka melanggar konstitusi. Tapi pengawasan jangan politis, harus berdasarkan kinerja dan mandat.”

Ia juga menyinggung kemungkinan bahwa revisi UU BI dan OJK hanya dijadikan alasan untuk mengganti pejabat. “Kesan publik sekarang undang-undang dibuat cuma buat ganti orang. Ini yang bahaya, karena kehilangan arah filosofis.”

“Kami para ekonom cuma ingin publik melek. Belum tentu pendapat kami benar, tapi rakyat berhak tahu bagaimana negeri ini dikelola terutama uangnya.”

  • Bagikan
Exit mobile version