Indeks

Yanuar Rizky Bongkar Kekacauan Struktur Baru BUMN: “Buat Apa Ada Saham Seri A dan Seri B? Satu Aja, Efisien!

  • Bagikan
Danantara: Ketika Aset Menjadi Liability
Danantara: Ketika Aset Menjadi Liability

MoneyTalk,Jakarta – Ekonom sekaligus pengamat pasar modal Yanuar Rizky menyoroti tajam rancangan amandemen keempat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam podcast kanal Awalil Rizky yang tayang Jumat (3/10). Dalam obrolan berdurasi hampir 30 menit itu, Yanuar menyebut pemerintah tengah menciptakan struktur kelembagaan yang membingungkan dan berpotensi tumpang tindih antar-lembaga.

“Menurut saya, tidak perlu ada saham seri A, saham seri B. Satu aja. Dia (BPI Danantara) punya dua CEO di bawahnya, sudah cukup. Ini malah dibuat berlapis-lapis,” ujar Yanuar membuka kritiknya.

Pernyataan Yanuar muncul ketika membahas transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Penyelenggara BUMN (BP BUMN) serta hubungan dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, entitas baru yang dibentuk pasca amandemen ketiga. Ia menilai, rancangan perubahan ini justru menambah kebingungan, bukan efisiensi.

“Kepala BPI Danantara itu gajinya ikut siapa? Gaji yang aset manajemen atau yang investment management? Kalau Kementerian BUMN jadi Badan Penyelenggara, berarti gajinya ikut APBN. Tapi kalau semua sudah diserahkan ke Danantara, ya seharusnya cukup satu lembaga saja,” jelasnya.

Menurut Yanuar, ide pembentukan Badan Penyelenggara hanya mengulang struktur lama dengan nama baru, tanpa menyelesaikan akar masalah tata kelola BUMN.

Ia menilai, BPI Danantara sebenarnya sudah cukup sebagai lembaga otonom yang menjalankan fungsi pengelolaan dan pengawasan aset negara secara langsung.

“Kenapa tidak dibuat simpel saja? BPI Danantara itu ya Badan Penyelenggara BUMN. Selesai. Enggak perlu bikin lembaga baru lagi yang fungsinya mirip,” tegasnya.

Yanuar memaparkan konsep ideal: BPI Danantara seharusnya diperlakukan seperti Bank Indonesia atau OJK,lembaga negara independen dengan laporan keuangan sendiri, diaudit oleh BPK, dan tetap berada di dalam neraca keuangan pemerintah pusat (LKPP) sebagai aset investasi jangka panjang negara.

“BPI Danantara harus punya laporan keuangan sendiri yang diaudit BPK. Kalau sudah begitu, enggak perlu ada lagi BP BUMN. Semua pengelolaan BUMN bisa dikonsolidasikan di situ. Itu efisien,” tegasnya lagi.

Ia kemudian menyoroti persoalan saham seri A dan seri B yang menurutnya hanya akal-akalan administratif untuk memisahkan peran publik dan korporasi, padahal esensinya sama-sama uang negara.

“Saham seri A itu katanya milik pemerintah, seri B dikelola Danantara. Tapi kan keduanya tetap berasal dari aset negara. Kalau dicatat di LKPP, itu tetap satu ekuitas. Jadi kenapa dipisah-pisah?,” ujarnya heran.

Dalam pandangannya, pembagian tersebut justru membuka ruang tafsir ganda antara public governance dan corporate governance, sehingga bisa menimbulkan potensi konflik kewenangan dan pengawasan.

“Sekarang mereka ingin public governance-nya nol, semua pakai logika korporasi. Akibatnya muncul badan baru untuk ngurus sisi publik. Ini tumpang tindih,” jelasnya.

Yanuar bahkan menyarankan agar struktur BPI Danantara diubah menjadi sistem satu lapis (one-tier system) agar lebih efisien dan transparan.

“Kita buat saja one-tier system. Kepala BPI Danantara setingkat menteri, dibantu dua direktur eksekutif: satu untuk aset manajemen, satu untuk investasi. Ketua Dewan Pengawasnya Menteri Keuangan. Simpel. Enggak ribet, enggak tumpang tindih,” ujarnya.

Ia menegaskan, jika pemerintah serius ingin menata BUMN, maka langkah pertama adalah menghapus lapisan birokrasi tambahan seperti BP BUMN dan menegaskan BPI Danantara sebagai lembaga utama penyelenggara.

“Kalau semua urusan BUMN digaji sama Danantara, itu efisien. Enggak perlu main APBN dua kali. Sekarang malah muter-muter,” kritiknya.

Yanuar mengingatkan agar reformasi BUMN tidak hanya berganti nama lembaga, tapi juga memperjelas tanggung jawab dan posisi hukum aset negara.

“Jangan sampai ini cuma ganti papan nama. Kalau BPI Danantara sudah mengelola aset negara, maka dialah penyelenggara negara. Jadi jelas siapa diaudit, siapa bertanggung jawab, dan siapa pemegang sahamnya,” pungkasnya.

  • Bagikan
Exit mobile version