10 Tahun Mandek: Rakyat Dipajaki Terus, Utang Naik, Ekonomi Jalan di Tempat

  • Bagikan

MoneyTalk,Jakarta – Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazir tampil penuh kritik dan sindiran tajam dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) edisi Jumat malam (10/10).

Dalam forum yang dipandu Karni Ilyas itu, Fuad menyoroti kebijakan ekonomi sepuluh tahun terakhir yang ia sebut “mandek, pajak mencekik, dan utang tak terkendali.”

“Untuk rakyat kecil itu sudah kayaknya menjadi musuh bersama, dipajakin melulu,” ujarnya tegas disambut riuh peserta ILC.

Fuad menilai, selama satu dekade terakhir, rakyat menengah dan bawah tidak pernah benar-benar menikmati pertumbuhan ekonomi.

“Tek ratio makin menurun, pertumbuhan jalan di tempat, utang luar negeri naik terus, kemiskinan turun cuma 0,26% dalam 10 tahun, pengangguran tetap tinggi,” jelasnya.

Fuad mengaku justru optimis dengan kehadiran Menteri Keuangan baru, yang disebutnya membawa semangat berbeda.

“Alhamdulillah, ada menteri baru yang berani gebrak. Baru sebulan, tapi sudah bikin heboh,” ucapnya sambil tersenyum.

Ia menyamakan gebrakan sang menteri dengan gaya legendaris Radius Prawiro dan J.B. Sumarlin di era Orde Baru.

“Sekarang ada yang berani bilang ke Pertamina: ‘Bangun dong kilang!’ Itu keberanian yang jarang. Selama ini tidak ada yang berani nyentuh,” kata Fuad.

Menurutnya, kebijakan berani seperti itu perlu untuk menumbuhkan ekonomi yang stagnan dan membuka lapangan kerja baru.

“Semua ini tujuannya untuk pertumbuhan ekonomi, target 8%. Karena kalau ekonomi tumbuh, masalah kemiskinan dan pengangguran bisa ikut teratasi,” tegasnya.

Tolak Pajak Berlebihan & Teks Amnesti Ulang-Ulang

Fuad juga menyoroti kebijakan pajak dan program tax amnesty yang dianggapnya lebih berpihak kepada elit ekonomi daripada rakyat.

“Tax amnesty bolak-balik itu cuma untuk elit. Zaman Pak Harto 32 tahun, amnesti pajak cuma sekali. Sekarang kok terus diulang-ulang?” sindirnya.

Ia menegaskan bahwa kenaikan pajak bukan solusi utama, karena penerimaan negara bisa meningkat justru dengan menurunkan tarif pajak.

“Saya dulu nurunin tarif pajak 15%, tapi penerimaan malah naik,” ungkapnya, mencontohkan pengalaman masa jabatannya.

Sindiran Soal Uang Indonesia di Luar Negeri: “Teori Ekonomi Nggak Cukup

Fuad juga mengulas fenomena modal Indonesia yang disimpan di luar negeri, bukan karena kurangnya peluang investasi, tapi karena campur aduk faktor non-ekonomi.

“Uangnya dari Indonesia, tapi disimpan di luar negeri. Alasannya bukan ekonomi saja — ada faktor korupsi, transfer pricing, dan rasa takut,” katanya.

“Bahkan ketika ada tax amnesty, uang itu tetap nggak balik. Karena orang-orangnya nggak percaya.”

Ia menilai, ilmu ekonomi murni tak cukup untuk memahami perilaku ini.

“Ekonomi itu nggak selalu ceteris paribus. Banyak faktor sosial, politik, dan moral yang bermain,” ujarnya menohok.

Fuad memberikan pesan keras untuk seluruh kabinet dan lembaga ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya dibebankan pada Menteri Keuangan.

“Pertumbuhan 8% itu bukan tugas Menkeu saja. Itu fungsi fiskal, moneter, dan sektor riil. Semua harus jalan bareng,” katanya.

“Kalau yang satu ngerem, yang lain ngebut, ya ekonomi kita tetap begini-begini aja.”

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *