banner 728x250

Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Teknis Terkait Bagi Hasil Migas dengan Skema Gross Split

  • Bagikan
Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Teknis Terkait Bagi Hasil Migas dengan Skema Gross Split
Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Teknis Terkait Bagi Hasil Migas dengan Skema Gross Split
banner 468x60

MoneyTalk, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia baru-baru ini mengeluarkan aturan teknis terkait skema bagi hasil pada sektor minyak dan gas bumi (migas) melalui mekanisme Gross Split. Aturan ini resmi diterbitkan melalui Keputusan Menteri ESDM No.230.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Ditetapkan oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, pada 19 September 2024, regulasi ini diharapkan membawa perubahan signifikan dalam tata kelola kontrak migas.

Keputusan ini memberikan panduan rinci tentang komponen-konponen dalam perjanjian bagi hasil migas, terutama mengenai besaran persentase bagi hasil dasar (base split) antara pemerintah dan kontraktor migas, komponen variabel, serta komponen progresif untuk jenis migas konvensional dan non-konvensional.

Example 300x600

Dalam Diktum Ketiga Kepmen disebutkan adanya tiga komponen utama yang digunakan sebagai dasar bagi hasil

Persentase dasar yang mengatur pembagian keuntungan awal antara pemerintah dan kontraktor.

Untuk migas konvensional yang meliputi faktor seperti harga minyak bumi, gas, jumlah cadangan, lokasi lapangan, hingga ketersediaan infrastruktur.

Berdasarkan Diktum Kelima, besaran bagi hasil dasar ditetapkan sebagai berikut

Minyak bumi: 53% untuk pemerintah dan 47% untuk kontraktor.

Gas bumi: 51% untuk pemerintah dan 49% untuk kontraktor.

Pembagian ini disesuaikan dengan komponen variabel untuk migas konvensional dan komponen variabel tetap untuk migas non-konvensional.

Selain base split, komponen variabel (jumlah cadangan, lokasi lapangan, infrastruktur) dan komponen progresif (harga minyak bumi dan gas) juga mempengaruhi besaran bagi hasil. Aturan ini memungkinkan fleksibilitas penyesuaian agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

Dalam keputusan ini, Kepala SKK Migas memiliki peran untuk memberikan rekomendasi teknis mengenai bagi hasil kepada Menteri ESDM, dengan verifikasi dari parameter yang sudah ditentukan. Pada Diktum Kesebelas, dijelaskan bahwa ketentuan pelaporan dan penandasahan tingkat komponen dalam negeri dalam kontrak ini harus mengacu pada peraturan yang berlaku mengenai penggunaan produk lokal dalam industri migas.

Keputusan ini juga mencabut Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 0159.K/lO/DJM.B/2019 yang mengatur pedoman pelaporan verifikasi komponen dalam negeri pada kontrak Gross Split, sehingga regulasi baru ini menjadi dasar utama dalam pengaturan kontrak migas dengan skema Gross Split.

Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ariana Soemanto, skema New Gross Split ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi dalam sektor hulu migas Indonesia. Dalam skema ini, kontraktor dapat menerima bagi hasil yang lebih tinggi, yakni antara 75-95%, yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan aturan sebelumnya yang berkisar 15-30%.

Kebijakan ini juga mempermudah pelaksanaan kontrak dengan mengurangi komponen bagi hasil dari 13 menjadi hanya 5 komponen, sehingga prosesnya menjadi lebih sederhana dan implementatif. Selain itu, kontrak ini juga memfasilitasi kontraktor yang ingin beralih dari skema Cost Recovery ke Gross Split.

Aturan ini juga mendukung pengembangan migas non-konvensional, di mana kontraktor bisa memperoleh bagi hasil hingga 95%, memberikan insentif lebih besar untuk pengembangan jenis migas yang lebih kompleks.

Meskipun aturan ini menawarkan keuntungan bagi kontraktor, beberapa tantangan masih tetap ada. Fleksibilitas komponen variabel yang bergantung pada jumlah cadangan, lokasi, dan infrastruktur membutuhkan kesiapan dari pihak kontraktor untuk memastikan pengelolaan yang optimal. Di sisi lain, harga minyak dan gas yang menjadi komponen progresif akan mempengaruhi besaran bagi hasil kontraktor, yang bisa berfluktuasi tergantung kondisi pasar internasional.

Namun, dengan aturan ini, diharapkan Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi di sektor hulu migas. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) seperti Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan perusahaan asing diharapkan dapat mengembangkan potensi migas Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah non-konvensional.

Aturan baru ini memberikan arah yang lebih jelas bagi industri hulu migas Indonesia, terutama dalam menarik investasi dan memastikan aliran pendapatan negara. Kementerian ESDM melalui skema Gross Split berupaya memberikan keseimbangan antara keuntungan negara dan insentif bagi kontraktor, dengan harapan dapat meningkatkan produksi migas domestik serta menarik minat para investor global.

Dengan perubahan yang lebih fleksibel dan adil, sektor hulu migas Indonesia diharapkan akan terus berkembang dan mampu bersaing secara global.(c@kra)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *