MoneyTalk, Jakarta – Isu reshuffle kabinet di pemerintahan Prabowo-Gibran kembali memanas! Narasi tajam datang dari pengamat politik dan konten kreator Tjandra Teja lewat kanal YouTube-nya, Senin (20/10). Dalam unggahan berdurasi lebih dari 30 menit itu, Tjandra menyoroti sinyal keras dari Presiden Prabowo Subianto soal “menteri bandel” yang kabarnya sudah masuk daftar hitam reshuffle dan nama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia disebut-sebut ikut terseret dalam radar.
“Pak Prabowo sudah memberi peringatan tiga kali kepada menteri yang nakal. Kalau masih bandel, ya dicopot. Itu jelas-jelas sinyal reshuffle,” ujar Tjandra dalam narasinya. Ia menilai, gaya kepemimpinan Prabowo yang tegas dan langsung ini menunjukkan ketidaksabarannya terhadap pembantunya yang dinilai tidak selaras dengan visi presiden.
Tjandra kemudian menyoroti sikap Bahlil Lahadalia yang menanggapi isu reshuffle tersebut dengan kalimat diplomatis. Dalam wawancara dengan Tribun News, Bahlil menyebut dirinya tidak tahu siapa menteri yang dimaksud, sambil berkelakar, “Sesama bus jangan dahului.” Namun, pengakuan jujur Bahlil bahwa dirinya “kerap ditegur” oleh Presiden Prabowo justru membuat publik berspekulasi.
“Kerap ditegur itu artinya lebih dari sekali. Kalau sudah tiga kali, bisa-bisa itu bukan sekadar penyemangat lagi, tapi sinyal bahaya,” kata Tjandra menyindir.
Menurutnya, pernyataan Bahlil bisa dibaca dalam dua makna. Pertama, sebagai bentuk transparansi dan loyalitas seorang menteri yang mengakui evaluasi dari presiden. Kedua, bisa juga sebagai “alarm dini” bahwa posisinya sedang dalam sorotan tajam.
“Kalau Prabowo sudah tiga kali memperingatkan, itu bukan gaya basa-basi. Biasanya tindakan langsung. Jadi, bisa jadi Pak Bahlil ini target reshuffle berikutnya,” tegas Tjandra.
Lebih jauh, Tjandra juga menautkan isu reshuffle dengan dinamika politik di sekitar proyek strategis nasional seperti kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh). Ia menyoroti sikap “mencla-mencle” PDIP dan Mahfud MD yang kini mengkritik proyek tersebut, padahal dulu ikut mendukung.
“PDIP dulu muji-muji proyek Whoosh, sekarang bilang beban utang. Mahfud dulu bilang Jokowi bersih, sekarang bicara dugaan markup. Ini yang saya sebut politik tidak konsisten,” ujarnya tajam.
Menurut Tjandra, manuver politik seperti ini bisa memperkeruh hubungan antarelite, apalagi di tengah isu reshuffle yang bisa membuka peta kekuasaan baru di kabinet Prabowo-Gibran.
“Kalau reshuffle benar terjadi, ini bukan cuma soal menteri bandel. Ini juga penataan ulang kekuatan politik di sekitar Prabowo,” lanjutnya.
Tjandra menutup narasinya dengan nada provokatif namun reflektif:
“Pak Prabowo sudah kasih tiga kali peringatan. Kalau masih nakal, ya apa boleh buat — reshuffle! Kita tunggu saja, apakah bulan ini akan ada perombakan besar di kabinet.”
Ia pun mengajak publik untuk terus kritis dan cerdas membaca arah politik pemerintahan.
“Siapa tahu, reshuffle ini bukan sekadar ganti menteri, tapi juga sinyal perubahan besar di tubuh pemerintahan Prabowo-Gibran.”