Tantangan Prabowo dalam Mengatasi Perekonomian yang sedang Jalan Dipinggir Jurang
MoneyTalk, Jakarta –Dalam diskusi podcast Forum Keadilan TV berjudul “Dapatkah Kepemimpinan Prabowo Mengatasi Perekonomian yang sedang berjalan di Pinggir Jurang?”, dua pengamat ekonomi, Yanuar Rizky dan Hardy Hermawan dari Sigma PHI, membahas tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia dan bagaimana kebijakan pemerintah dapat mengatasi perekonomian dipinggir jurang.
Yanuar Rizky mengemukakan bahwa salah satu masalah utama dalam perekonomian Indonesia adalah distribusi kekayaan dan akses keuangan yang tidak merata.
“80% tabungan masyarakat hanya sebesar Rp68.000. Kenapa kita tidak mengamandemen undang-undang agar lebih mendukung ekonomi yang lebih luas? Karena saat ini pemerintah cenderung fokus pada kebijakan yang menekan daya beli masyarakat melalui peningkatan pajak seperti PPN,” ujarnya.
Hardy Hermawan menambahkan bahwa ada ketidakseimbangan dalam pendekatan kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah.
“Pemerintah seolah gelap mata dengan kebutuhan uang, dan mengandalkan peningkatan PPN untuk menambah pendapatan. Padahal, yang terdampak adalah masyarakat menengah ke bawah yang mayoritas beroperasi di sektor informal,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, keduanya menyoroti bahwa kenaikan PPN yang direncanakan dalam kebijakan pajak Indonesia bisa menjadi langkah yang kontraproduktif. “PPN naik 1% tampaknya kecil, tetapi dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, bisa signifikan. Pada 2022, inflasi naik menjadi 5,4% setelah kenaikan PPN. Jadi, langkah menaikkan pajak tidak selalu berarti meningkatkan penerimaan negara secara efektif,” jelas Yanuar.
Selain itu, Yanuar dan Hardy juga menyatakan bahwa pemerintah perlu melihat kembali struktur ekonomi yang ada. Menurut Hardy, salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif adalah dengan memperkuat kelembagaan fiskal dan membentuk badan penerimaan pajak yang lebih mandiri, sebagaimana diamanatkan oleh omnibus law perpajakan 2021. “Namun, tantangan dalam pembentukan badan baru ini adalah konsolidasi kelembagaan yang tidak bisa instan, bisa memakan waktu 3 sampai 6 kuartal,” tegas Hardy.
Keduanya sepakat bahwa reformasi struktural adalah kunci untuk mengatasi persoalan ekonomi yang ada. “Ekonomi bayangan kita mencapai lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih sangat dominan. Perlu ada upaya serius untuk mengintegrasikan ekonomi informal ini ke dalam ekonomi formal agar penerimaan pajak lebih optimal,” tutur Yanuar.
Di tengah tantangan tersebut, mereka berharap kepemimpinan Prabowo dapat menghadirkan solusi yang lebih konkret dan inklusif, terutama dalam memperkuat ekonomi pinggiran dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat. “Jika tidak ada perubahan yang berarti, maka kita akan terus menghadapi ketidakpastian ekonomi,” pungkas Hardy. (c@kra)