Pengelolaan Keuangan Pemerintah Jokowi Ugal-ugalan
MoneyTalk, Jakarta, 7 September 2024 – Pemerintahan Presiden Joko Widodo akan meninggalkan beban utang yang sangat besar bagi pemerintahan baru. Menjelang transisi kekuasaan, angka utang Indonesia kian mengkhawatirkan dan diperkirakan mencapai Rp 9.000 triliun pada akhir masa jabatan Jokowi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan warisan utang pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya Rp 2.500 triliun pada tahun 2014.
Lebih jauh, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mengonfirmasi bahwa kewajiban pemerintah terus melonjak setiap tahunnya. Berdasarkan laporan resmi per 31 Desember 2023, kewajiban total pemerintah mencapai Rp 9.536,68 triliun, meningkat dari Rp 8.920,56 triliun pada 31 Desember 2022. Sementara itu, utang pemerintah secara keseluruhan, termasuk kewajiban program pensiun dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diproyeksikan mencapai angka Rp 22.000 triliun pada tahun 2024.
Dalam sebuah diskusi baru-baru ini, Prof. Anthony Budiawan memaparkan berbagai fakta mengenai pengelolaan keuangan di era pemerintahan Jokowi yang ia anggap tidak bertanggung jawab. Fakta-fakta yang disampaikan dengan gaya lugas, tegas, namun santai, berhasil menghidupkan suasana diskusi. Prof. Anthony menekankan bahwa gaya pengelolaan keuangan seperti ini tidak bisa dibiarkan karena semakin hari semakin menyulitkan hidup rakyat dan memperburuk pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, dengan gaya pengelolaan keuangan yang “ugal-ugalan” ini, beban utang akan semakin besar dan sulit untuk ditangani, sementara masyarakat akan terus menanggung dampaknya.
Prof. Anthony menyoroti bahwa banyak kebijakan fiskal di era Jokowi diambil tanpa mempertimbangkan keberlanjutan fiskal jangka panjang. “Pengelolaan keuangan yang ugal-ugalan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan masa depan generasi muda yang harus menanggung beban utang yang sangat besar,” tegasnya. Ia memperingatkan bahwa jika tidak ada perubahan signifikan dalam pendekatan kebijakan fiskal, Indonesia bisa mengalami krisis keuangan yang lebih dalam di masa depan.
Diskusi ini, yang didukung oleh data konkret dari laporan resmi pemerintah dan temuan lembaga independen, menjadi platform penting untuk mengungkap fakta-fakta terkait utang negara, kewajiban BUMN, serta beban kewajiban pemerintah yang mencakup dana publik seperti BPJS, Taspen, dan Dana Haji. Total kewajiban pemerintah dari komponen-komponen ini telah mencapai Rp 4.500 triliun.
Dengan meningkatnya kesadaran publik mengenai kondisi keuangan negara yang memburuk, ada harapan bahwa kebijakan fiskal yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab akan diambil oleh pemerintahan mendatang untuk menyelamatkan perekonomian nasional dari krisis lebih lanjut.(c@kra).