Industri Garmen Indonesia: Kenapa Harus Diselamatkan dan Dimodernisasi?

  • Bagikan
Industri Garmen Indonesia: Kenapa Harus Diselamatkan dan Dimodernisasi?
Industri Garmen Indonesia: Kenapa Harus Diselamatkan dan Dimodernisasi?

MoneyTalk, Jakarta – Agusleo Halim, seorang tokoh dalam industri garmen dengan pengalaman lebih dari 10 tahun, melalui kanal YouTube-nya baru-baru ini memaparkan pandangan tajam mengenai industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia yang dianggap telah lama mengalami “sunset” atau kemunduran. Dalam video yang diunggahnya pada Senin (28/10), Agusleo menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi sektor padat karya ini. Meskipun telah berkontribusi besar pada perekonomian nasional, terus mengalami penurunan dan ancaman serius. Lewat video tersebut ia berharap dapat memberikan perhatian publik terhadap industri ini yang mempekerjakan jutaan tenaga kerja di Indonesia.

Industri TPT, Peran Besar yang Kian Meredup

Industri tekstil, termasuk garmen, memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dengan nilai yang signifikan sekitar satu dekade lalu mencapai lebih dari 20-30%. Namun, kontribusi ini terus menurun seiring dengan perkembangan sektor lain seperti minyak dan gas. Meskipun peran sektor TPT telah berkurang, Agusleo menegaskan bahwa penting untuk menyoroti tren ini karena industri TPT menciptakan efek domino sosial-ekonomi yang besar, terutama bagi tenaga kerja berpendidikan rendah yang memiliki keahlian menjahit.

Mengapa Industri TPT di Indonesia Merosot?

Menurut Agusleo, penurunan ini bukan semata karena persaingan global, tetapi juga kurangnya efisiensi dan strategi adaptasi terhadap dinamika industri internasional. Berikut ini beberapa tantangan utama yang ia paparkan.

Lead Time dan Efisiensi Produksi

Lead time yang tinggi adalah salah satu kendala utama yang menyebabkan Indonesia kalah saing dari negara seperti China dan Vietnam. Agusleo menjelaskan bahwa efisiensi dalam hal lead time menjadi kunci keberhasilan di industri ini. Dalam industri fast fashion, seperti yang dipopulerkan oleh merek global seperti Zara dan Shein, kemampuan untuk memproduksi barang dalam waktu singkat sangat penting.

Harga Kompetitif yang Tertekan

Pembeli global memiliki ekspektasi harga yang makin turun setiap tahun, dengan alasan bahwa efisiensi produksi harus makin meningkat. Hal ini membuat banyak negara, termasuk Indonesia, harus memangkas biaya. Namun, biaya jasa jahit yang tetap tinggi karena faktor upah minimum dan inflasi menjadi tantangan yang berat.

Faktor Logistik dan Lokasi

Lokasi geografis Indonesia yang lebih jauh dari pasar utama, seperti Amerika Serikat dan Eropa, menjadi hambatan dalam menghadapi permintaan lead time yang cepat. Ini menyebabkan buyer cenderung memilih negara yang lebih dekat dan lebih efisien dalam logistik.

Kualitas SMV (Standard Minute Value)

SMV adalah indikator berapa lama proses tertentu selesai. Agusleo mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki SMV yang lebih rendah dibandingkan China. Dengan kata lain, efisiensi tenaga kerja Indonesia masih di bawah standar negara pesaing utama.

Implikasi Ekonomi Sosial dari Industri Padat Karya

Sektor TPT adalah salah satu sektor yang paling menyerap tenaga kerja di Indonesia, terutama tenaga kerja wanita yang tidak memerlukan latar belakang pendidikan tinggi. Banyak dari mereka yang menggantungkan hidupnya di industri ini. Industri padat karya ini pun menciptakan peluang ekonomi mikro, seperti UMKM sekitar pabrik, kos-kosan pekerja, dan warung kecil yang menyokong kehidupan para pekerja.

Kenapa China Menjadi Pilihan Buyer Global?

Kendati biaya tenaga kerja di China meningkat, banyak buyer global masih lebih memilih China karena efisiensi dan kecepatan produksinya yang tinggi. Agusleo menekankan bahwa efisiensi ini diukur bukan hanya dari harga tenaga kerja, tetapi juga dari kemampuan produksi yang mampu menghasilkan kualitas dan kuantitas sesuai standar buyer.

Masa Depan Industri TPT, Sunset atau Sunrise?

Pandangan bahwa industri TPT merupakan industri sunset di Indonesia mungkin perlu ditinjau kembali. Agusleo menekankan bahwa Indonesia seharusnya melihat contoh dari negara-negara seperti Bangladesh dan Vietnam yang mampu bertumbuh hingga 5-10% meski menghadapi tantangan serupa. Terlepas dari penurunan industri, kebutuhan akan pakaian tetap menjadi kebutuhan primer.

Peran Pemerintah dan Solusi untuk Masa Depan Industri Garmen Indonesia

Agusleo juga mengajukan beberapa saran strategis yang bisa dilakukan pemerintah dan pelaku industri untuk menjaga keberlanjutan industri ini.

Peningkatan Efisiensi Logistik dan Produksi

Indonesia perlu meningkatkan efisiensi logistik, baik dalam aspek impor maupun ekspor. Lead time yang pendek dan harga FOB (Free on Board) yang kompetitif bisa menjadi daya tarik bagi buyer internasional.

Pengembangan Keterampilan SDM dan Efisiensi Tenaga Kerja

Menurut Agusleo, pemerintah dapat mempertimbangkan program pelatihan yang disubsidi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam mencapai SMV yang lebih baik. Dengan demikian, efisiensi tenaga kerja dapat bersaing dengan negara-negara seperti China.

Pemberian Insentif Khusus

Pemerintah dapat memberikan insentif pajak khusus bagi pelaku industri TPT, terutama yang fokus pada ekspor. Hal ini akan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung pelaku industri.

Pembenahan Kebijakan Impor Bahan Baku

Kebijakan KITE (Kebutuhan Impor Tujuan Ekspor) dan Kawasan Berikat sudah membantu industri ini dalam hal bahan baku. Namun, Agusleo melihat peluang untuk memperluas kebijakan ini agar mendukung efisiensi bahan baku dan logistik lebih optimal.

Apa yang disampaikan Agusleo dalam video terbarunya menggugah perhatian terhadap industri TPT Indonesia yang selama ini telah menyokong jutaan pekerja dan menyumbang perekonomian nasional. Jika tidak ada perubahan signifikan, industri ini berpotensi makin meredup, merugikan banyak pihak yang bergantung padanya.

Jika pemerintah dan pelaku industri bisa menemukan cara untuk memperbaiki efisiensi, memberikan pelatihan bagi SDM, serta menyesuaikan kebijakan sesuai tuntutan pasar global, industri TPT di Indonesia masih berpeluang menjadi industri yang sunrise kembali, memberikan harapan bagi sektor padat karya ini.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *