Ini Risikonya Jika Ketergantungan Negara pada Pajak Terlalu Besar

  • Bagikan
Ini Risikonya Jika Ketergantungan Negara pada Pajak Terlalu Besar
Ini Risikonya Jika Ketergantungan Negara pada Pajak Terlalu Besar

MoneyTalk, Jakarta – Ketergantungan suatu negara pada pajak sebagai sumber utama pendapatan adalah hal umum di banyak negara. Pajak menyediakan anggaran yang dibutuhkan untuk pembiayaan layanan publik dan program pemerintah. Namun, risiko muncul ketika ketergantungan ini terlalu besar, sehingga negara menjadi rentan terhadap fluktuasi ekonomi dan potensi ketidakpuasan publik. Pernyataan ini disampaikan oleh Awan di kanal YouTube-nya.

Ia menyiratkan kekhawatiran serupa: ketergantungan yang berlebihan pada pajak dapat memunculkan pertanyaan, “Apakah ketergantungan ini benar-benar sehat untuk ekonomi negara?”

Di negara-negara seperti Denmark dan Finlandia, pajak tinggi dijustifikasi oleh jaminan layanan publik yang berkualitas, termasuk kesehatan gratis, pendidikan tanpa biaya, serta jaminan sosial yang menyeluruh. Tingginya pajak tersebut memberikan manfaat langsung kepada warga, membuat mereka bersedia untuk membayar dengan pemahaman bahwa mereka menerima imbalan yang setimpal.

Namun, Indonesia menghadapi situasi yang berbeda. Pajak di Indonesia berperan sebagai sumber pendanaan utama, mengingat kontribusi sektor lain relatif kecil. Statistik menunjukkan bahwa 82% dari pendapatan negara saat ini bersumber dari pajak, angka yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki sumber daya alam melimpah lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pemanfaatan sumber daya alam Indonesia, serta kemampuan negara untuk menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat.

Banyak ekonom mengkritik tingginya ketergantungan Indonesia pada pajak, terlebih ketika hal tersebut tidak diimbangi dengan layanan publik yang memadai. Masalah yang kerap muncul di Indonesia antara lain jalanan rusak, fasilitas kesehatan yang terbatas, dan sistem pendidikan yang tertinggal. Ketika rakyat merasa tidak mendapatkan imbal balik yang sesuai dari pajak yang mereka bayarkan, ini menciptakan potensi ketidakpuasan sosial.

Robert Nozick, seorang filsuf politik dari Amerika Serikat, dalam bukunya Anarchy, State, and Utopia bahkan mengkritik konsep pajak yang terlalu tinggi sebagai bentuk eksploitasi. Menurutnya, ketika rakyat dipaksa membayar pajak tanpa imbalan yang setara, hal ini sama saja dengan kerja paksa. Ketika Indonesia meningkatkan penerimaan pajak melalui perluasan objek pajak, seperti rencana pengenaan pajak pada bahan pangan tertentu, banyak kalangan mempertanyakan, apakah benar hal ini tidak akan semakin membebani masyarakat?

Ketergantungan yang berlebihan pada pajak juga bisa memperparah kesenjangan ekonomi yang sudah ada. Data menunjukkan bahwa 20% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 45% kekayaan nasional. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan ekonomi yang cukup mencolok, sementara pajak justru lebih membebani kalangan menengah ke bawah. Beban pajak yang tinggi tanpa adanya peningkatan layanan publik yang signifikan bisa menjadi pemicu ketidakpuasan sosial, bahkan potensi ledakan sosial.

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, dari minyak, gas, hingga tambang. Namun, potensi ini belum optimal dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Negara-negara seperti Qatar dan Arab Saudi mampu membebaskan pajak penghasilan bagi warganya berkat pemanfaatan kekayaan sumber daya alam. Sayangnya, di Indonesia, pengelolaan sumber daya alam sering kali dianggap tidak transparan dan terkonsentrasi di tangan beberapa elite, sehingga masyarakat luas tidak dapat merasakan manfaatnya secara langsung.

Ketika negara bergantung pada pajak, transparansi dan akuntabilitas adalah hal yang mutlak. Para ahli perpajakan menekankan bahwa tingginya pajak hanya akan memberi manfaat jika pemerintah bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya. Namun, di Indonesia, tuntutan transparansi ini sering kali sulit terwujud, dengan beberapa kebijakan yang kurang transparan dalam alokasi dana pajak.

Seperti yang ditegaskan oleh banyak ahli, salah satu tantangan utama dalam mengelola kekayaan alam di Indonesia adalah lemahnya institusi yang bertugas mengawasi dan mendistribusikan hasil kekayaan alam tersebut. Institusi yang transparan dan bertanggung jawab merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekayaan negara dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Tanpa institusi yang kuat, potensi kekayaan alam Indonesia berisiko menjadi kutukan sumber daya.

Beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan pemerintah antara lain:

Optimalisasi Sumber Daya Alam: Negara perlu mengurangi ketergantungan pada pajak dengan memaksimalkan pendapatan dari sektor sumber daya alam. Ini membutuhkan kebijakan yang jelas, institusi yang transparan, dan kontrol ketat terhadap pengelolaan kekayaan alam.

Transparansi dalam Penggunaan Dana Pajak: Pemerintah harus membangun sistem yang transparan untuk memastikan dana pajak digunakan dengan akuntabilitas. Pelaporan yang terbuka tentang alokasi dana pajak dapat meningkatkan kepercayaan publik.

Peningkatan Layanan Publik: Investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang merata di seluruh wilayah dapat memperbaiki kualitas layanan publik dan mendorong masyarakat untuk lebih kooperatif dalam membayar pajak.

Reformasi Pendidikan dan Kesejahteraan Guru: Pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan agar Indonesia dapat bersaing di kancah internasional. Investasi pada kualitas pendidikan akan memberi manfaat jangka panjang bagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Risiko ketergantungan pada pajak tidak hanya berdampak pada stabilitas ekonomi, tetapi juga pada stabilitas sosial. Pajak adalah alat pembangunan yang penting, namun, tanpa tata kelola yang transparan dan penggunaan yang bertanggung jawab, pajak bisa menjadi beban yang membebani masyarakat.

Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada pajak. Dengan reformasi kebijakan, peningkatan institusi, dan komitmen terhadap transparansi, pemerintah dapat mengubah pajak dari sekadar kewajiban rakyat menjadi alat yang benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *