Prabowo Desak DPR Sahkan UU Perampasan Aset, Gerakan Bubarkan DPR Mencuat

  • Bagikan
Prabowo Desak DPR Sahkan UU Perampasan Aset, Gerakan Bubarkan DPR Mencuat
Prabowo Desak DPR Sahkan UU Perampasan Aset, Gerakan Bubarkan DPR Mencuat

MoneyTalk, Jakrta – Baru saja dilantik, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 sudah menuai kritik tajam. Kritik ini muncul akibat kehadiran rendahnya ehadiran anggota DPR pada sidang paripurna pertama mereka. Di tengah krisis ini, muncul desakan dari Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengesahkan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset Koruptor. Desakan ini menjadi pemicu lahirnya gerakan yang mengusulkan pembubaran DPR, dengan alasan ketidakmampuan lembaga tersebut untuk menjalankan fungsinya secara efektif.

Berdasarkan laporan, tercatat ada 193 anggota DPR yang absen dalam sidang paripurna awal masa jabatan mereka. Sidang paripurna merupakan forum tertinggi di DPR, tempat berbagai keputusan krusial, seperti pengesahan undang-undang dan amandemen konstitusi, diambil. Fakta ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah para wakil rakyat benar-benar menjalankan tugas mereka atau hanya memanfaatkan posisi untuk kepentingan pribadi?

Isu lain yang semakin memperkuat gerakan ini adalah mangkraknya pembahasan RUU Perampasan Aset Koruptor. Meski telah didesak oleh berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR tampak enggan membahas dan mengesahkan RUU tersebut. Padahal, undang-undang ini diharapkan dapat menjadi alat efektif untuk memiskinkan koruptor dan memberikan efek jera.

RUU Perampasan Aset bertujuan untuk mempermudah pemerintah menyita aset yang diperoleh dari praktik korupsi. Hingga saat ini, banyak pejabat korup masih leluasa menikmati hasil kejahatan mereka karena celah hukum yang ada. KPK telah menyoroti pentingnya UU ini sebagai upaya untuk menutup celah penggunaan uang kartal yang kerap digunakan dalam praktik suap dan korupsi.

Namun, walaupun telah diusulkan sejak lebih dari satu dekade lalu, RUU ini belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menteri Hukum Supratman Andi Aktas bahkan harus melapor kepada Presiden Prabowo untuk mendorong DPR segera membahas dan mengesahkannya. Desakan ini menunjukkan bahwa Prabowo, sebagai presiden, memprioritaskan pemberantasan korupsi dalam agendanya.

Dalam berbagai diskusi publik, muncul seruan untuk membubarkan DPR. Poster-poster dengan slogan “Bubarkan DPR” mulai tersebar luas di media sosial. Netizen merasa jengah dengan perilaku anggota DPR yang dianggap tidak mewakili kepentingan rakyat. Ironisnya, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat justru sering kali terlihat abai terhadap aspirasi dan kebutuhan rakyat, salah satunya dengan menolak atau memperlambat pengesahan UU yang krusial seperti RUU Perampasan Aset.

Tokoh-tokoh publik termasuk pengamat politik dan aktivis turut angkat bicara. Ada yang menyatakan, meski DPR memiliki peran penting dalam demokrasi, kualitas anggota dan efektivitas kerjanya harus terus dievaluasi. Beberapa pihak bahkan mengingatkan, gagasan untuk membubarkan DPR bukanlah hal baru; presiden terdahulu seperti Soekarno dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengusulkan langkah serupa meski gagal terwujud.

Presiden Prabowo Subianto melihat UU Perampasan Aset sebagai salah satu langkah penting dalam mewujudkan agenda besar pemberantasan korupsi. Dengan dukungan penuh dari Kementerian Hukum dan HAM, Prabowo berharap bahwa tekanan publik dan kesadaran politik di DPR dapat mendorong pembahasan RUU ini.

Namun, yang menjadi sorotan adalah apakah desakan ini dapat direspons positif oleh DPR, atau justru berujung pada semakin menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Beberapa pihak berpendapat bahwa langkah tegas harus diambil, termasuk memangkas tunjangan dan gaji bagi anggota yang tidak menunjukkan kinerja baik, untuk menghemat anggaran negara yang dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan.

Gerakan untuk membubarkan DPR mungkin muncul sebagai bentuk frustrasi publik terhadap kinerja DPR yang dirasa tidak optimal. Namun, tantangan sebenarnya adalah bagaimana memperbaiki kinerja DPR agar lebih transparan, bertanggung jawab, dan pro-rakyat. Pengesahan RUU Perampasan Aset bisa menjadi langkah konkret untuk menunjukkan keseriusan DPR dalam mendukung agenda anti-korupsi.

Kini bola ada di tangan DPR—akankah mereka mendengar desakan Presiden dan rakyat, atau tetap mempertahankan status quo yang hanya memicu lebih banyak kekecewaan?(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *