Reformasi Struktural IKA PMII: Analisis Teoritis dan Nilai Islam dalam Konteks Globalisasi dan Relasi Kuasa.

  • Bagikan

MoneyTalk, Jakarta – Reformasi struktural dalam Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) merupakan respons terhadap tantangan globalisasi dan dinamika relasi kuasa dalam konteks sosial-politik Indonesia. Untuk memahami reformasi ini secara mendalam, kita dapat menggunakan beberapa teori politik, birokrasi modern, dan kepemimpinan, serta mempertimbangkan nilai-nilai Islam yang relevan.

1. Teori Politik: Globalisasi dan Relasi Kuasa
Globalisasi telah mengubah struktur kekuasaan dan relasi sosial di berbagai tingkatan, termasuk dalam organisasi kemasyarakatan seperti IKA PMII. Menurut teori politik Anthony Giddens tentang globalisasi, proses ini tidak hanya mencakup dimensi ekonomi, tetapi juga budaya, politik, dan sosial. Globalisasi menciptakan interdependensi yang kompleks, di mana organisasi-organisasi lokal harus beradaptasi dengan dinamika global sambil tetap mempertahankan identitas dan nilai-nilai lokal.

Dalam konteks IKA PMII, globalisasi menuntut organisasi ini untuk merespons perubahan relasi kuasa yang terjadi di tingkat nasional dan internasional. Teori kekuasaan Michel Foucault juga relevan di sini, di mana kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh negara atau institusi formal, tetapi juga tersebar dalam jaringan sosial dan organisasi. IKA PMII harus mampu mengelola relasi kuasa internal dan eksternal secara lebih demokratis dan inklusif, sehingga tidak terjebak dalam praktik eksklusivitas yang dapat memarginalkan potensi anggotanya.

2. Teori Birokrasi Modern: Reformasi Struktural dan Demokratisasi
Reformasi struktural dalam IKA PMII dapat dianalisis melalui lensa teori birokrasi modern Max Weber. Weber menekankan pentingnya struktur birokrasi yang rasional, efisien, dan terorganisir dengan baik. Namun, birokrasi modern juga harus adaptif terhadap perubahan sosial dan politik. Dalam konteks IKA PMII, reformasi struktural harus mengarah pada pembentukan struktur kepengurusan yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan anggota serta tuntutan zaman.

Selain itu, teori birokrasi partisipatif menekankan pentingnya partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. IKA PMII perlu memastikan bahwa reformasi struktural tidak hanya dilakukan oleh segelintir elit organisasi, tetapi melibatkan partisipasi aktif dari seluruh anggota. Hal ini sejalan dengan prinsip demokratisasi organisasi, di mana setiap anggota memiliki suara dan peran dalam menentukan arah organisasi.

3. Teori Kepemimpinan: Distribusi Kepemimpinan dan Kolektivitas
Reformasi struktural IKA PMII juga harus memperhatikan aspek kepemimpinan. Teori kepemimpinan transformasionaldari James MacGregor Burns menekankan pentingnya pemimpin yang mampu menginspirasi dan memotivasi anggota untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks IKA PMII, kepemimpinan transformasional dapat membantu organisasi ini untuk tetap relevan dalam merespons tantangan globalisasi dan perubahan sosial-politik.

Selain itu, teori kepemimpinan distributif menyarankan bahwa kepemimpinan tidak harus terpusat pada satu individu atau kelompok kecil, tetapi dapat didistribusikan secara merata di antara anggota organisasi. Hal ini sejalan dengan semangat kebersamaan dan kolektivitas yang ingin diwujudkan oleh IKA PMII. Dengan mendistribusikan kepemimpinan, organisasi dapat memastikan bahwa setiap anggota merasa memiliki tanggung jawab dan kontribusi terhadap keberhasilan organisasi.

4. Nilai-Nilai Islam: Keadilan, Inklusivitas, Kebersamaan, dan Kemerdekaan (Al-Huriyyah)
Dalam konteks Islam, reformasi struktural IKA PMII harus mengedepankan nilai-nilai keadilan (al-‘adl), inklusivitas (al-musawah), kebersamaan (al-ukhuwah), dan kemerdekaan (al-huriyyah).

Al-‘adl menekankan pentingnya keadilan dalam pengambilan keputusan dan distribusi sumber daya organisasi. IKA PMII harus memastikan bahwa setiap anggota diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.

Al-musawah (kesetaraan) menegaskan bahwa semua anggota organisasi memiliki hak dan kewajiban yang sama, terlepas dari latar belakang sosial, ideologi, atau aspirasi mereka. Hal ini sejalan dengan prinsip pluralisme yang ingin diwujudkan oleh IKA PMII.

Al-ukhuwah (persaudaraan) mengingatkan pentingnya menjaga hubungan kekeluargaan dan saling mendukung di antara anggota organisasi. Nilai ini mendorong terciptanya lingkungan organisasi yang harmonis dan kolaboratif.

Al-huriyyah (kemerdekaan) adalah nilai Islam yang menekankan pentingnya kebebasan individu dalam berpikir, berekspresi, dan berpartisipasi. Dalam konteks IKA PMII, al-huriyyah mengisyaratkan bahwa setiap anggota harus memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat, mengkritik, dan berinovasi tanpa takut akan represi atau marginalisasi. Kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk menjaga kepentingan kolektif dan nilai-nilai organisasi.

5. Konteks Sosial-Politik Indonesia: Inklusivitas dan Demokrasi
Dalam konteks sosial-politik Indonesia yang semakin heterogen, IKA PMII harus mampu menjadi wadah yang inklusif bagi berbagai latar belakang sosial dan ideologi. Teori demokrasi deliberatif dari Jürgen Habermas menekankan pentingnya dialog dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. IKA PMII dapat mengadopsi prinsip ini dengan memastikan bahwa setiap anggota memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu, IKA PMII harus memastikan bahwa reformasi struktural tidak hanya berorientasi pada kepentingan internal organisasi, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan nasional yang lebih inklusif dan berkeadilan sosial. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya al-maslahah al-‘ammah (kebaikan bersama) dan al-takaful al-ijtima’i (tanggung jawab sosial).

Kesimpulan
Reformasi struktural IKA PMII harus dipahami sebagai upaya adaptasi terhadap globalisasi dan perubahan relasi kuasa dalam konteks sosial-politik Indonesia. Dengan menggunakan teori politik, birokrasi modern, dan kepemimpinan, serta menyisipkan nilai-nilai Islam seperti al-‘adl, al-musawah, al-ukhuwah, dan al-huriyyah, IKA PMII dapat membangun struktur organisasi yang lebih demokratis, inklusif, dan adaptif. Hal ini tidak hanya akan memperkuat posisi IKA PMII sebagai organisasi kemasyarakatan, tetapi juga memastikan bahwa alumni PMII tetap relevan dalam berkontribusi bagi masyarakat dan negara, dengan tetap menjaga prinsip kemerdekaan dan tanggung jawab kolektif.

Penulis : Aceng Abdul Aziz & Amsar A. Dulmanan.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *