Awas..!!! Daulat Energi akan bongkar dugaan Konspirasi PIMD dengan PPPI
MoneyTalk, Jakarta – Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd. (PIMD), yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), memiliki piutang jatuh tempo kepada Phoenix Petroleum Philippines, Inc (PPPI) sebesar USD 124.534.382,23.
Piutang PIMD terhadap PPPI ini bermula pada tahun 2020, terkait dengan pasokan bahan bakar yang diatur melalui delapan kontrak/award. Pada tender pertama yang dilaksanakan pada Juli 2020, syarat pembayaran yang disepakati adalah open account tanpa jaminan, dengan jangka waktu pelunasan selama 30 hari.
hal ini menjadi Perhatian Ridwan Hanafi Koordinator Daulat Energi di Jakarta pada Selasa (20/08), Pada tender kedua pada Oktober 2020 untuk pengiriman kargo pada Desember 2020, syarat pembayaran diubah menjadi open account dengan jangka waktu pelunasan selama 60 hari tanpa jaminan.
Mekanisme penjualan non-tunai dengan open account 60 hari ini dilakukan tanpa evaluasi credit scoring, credit rating, penetapan credit limit, atau jaminan yang memadai. PIMD menerima term of payment yang diusulkan oleh PPPI dalam Letter of Intent untuk memasok Gas Oil dan Mogas mulai Desember 2020 dan seterusnya.
Keputusan untuk menjalankan transaksi tanpa jaminan ini berpotensi merugikan PIMD, terutama jika PPPI tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar. Situasi ini menunjukkan risiko bisnis yang diambil oleh PIMD dalam menjalin kerja sama dengan PPPI, yang dapat berdampak negatif pada kondisi keuangan perusahaan.
Ridwan menjelaskan tentang Credit scoring dan credit rating dua konsep yang terkait dengan penilaian kredit, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal penggunaan dan cakupannya
Credit scoring merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk menilai kelayakan kredit individu atau entitas berdasarkan data historis dan statistik. Skor kredit dihitung menggunakan algoritma yang mempertimbangkan berbagai faktor, seperti riwayat pembayaran, jumlah utang, panjang sejarah kredit, jenis kredit yang digunakan, dan lainnya.
Credit scoring umumnya digunakan oleh lembaga keuangan seperti bank atau perusahaan kartu kredit untuk membuat keputusan cepat terkait persetujuan pinjaman, penetapan batas kredit, atau penentuan suku bunga. Skor ini biasanya dalam bentuk angka tiga digit, seperti FICO score, yang umum digunakan di Amerika Serikat.
Ridwan mencontohkan antara lain Skor FICO di Amerika Serikat, atau skor kredit yang digunakan oleh lembaga keuangan lokal.
selain itu Credit rating merupakan penilaian yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit terhadap kelayakan kredit suatu entitas seperti perusahaan, pemerintah, atau negara. Credit rating mengevaluasi kemampuan entitas tersebut untuk memenuhi kewajiban keuangan, terutama terkait pembayaran obligasi atau pinjaman jangka panjang.
Credit rating digunakan oleh investor, perusahaan, dan lembaga keuangan untuk menilai risiko kredit dari obligasi atau instrumen utang lainnya yang diterbitkan oleh entitas tersebut. Rating ini biasanya diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit seperti Moody’s, Standard & Poor’s (S&P), atau Fitch Ratings, dan dinyatakan dalam bentuk peringkat seperti AAA, AA, A, BBB, dan seterusnya.
sebagai contoh Peringkat kredit AAA yang diberikan oleh S&P kepada perusahaan yang dianggap sangat mampu membayar utangnya.
Perbedaan Utama Cakupan Credit scoring lebih spesifik untuk individu atau entitas kecil dengan penilaian yang lebih terbatas, sedangkan credit rating digunakan untuk entitas besar dan seringkali terkait dengan obligasi atau instrumen utang.
Penggunaan Credit scoring lebih sering digunakan dalam keputusan pinjaman konsumen atau bisnis kecil, sementara credit rating digunakan oleh investor institusional dan pasar modal.
Kedua sistem ini sangat penting dalam dunia keuangan untuk mengukur risiko kredit dan membantu dalam pengambilan keputusan terkait pinjaman atau investasi.
Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd. (PIMD) perusahaan energi milik negara Indonesia, sedangkan PIMD berbasis di Singapura dan berfokus pada kegiatan perdagangan internasional, pemasaran, serta distribusi produk energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM), gas, dan produk petrokimia lainnya.
Kontrak Antara PIMD dan Phoenix Petroleum Philippines, Inc. (PPPI) Senilai USD 124,5 Juta: Sebuah Kerja Sama di Sektor Energi Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd. (PIMD), , telah menandatangani kontrak bisnis senilai USD 124.534.382,23 dengan Phoenix Petroleum Philippines, Inc. (PPPI), salah satu perusahaan energi terkemuka di Filipina. Kontrak ini melibatkan pasokan bahan bakar, termasuk Gas Oil dan Mogas, sebagai bagian dari komitmen PIMD untuk memperluas jangkauan dan pengaruhnya di pasar energi internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Latar Belakang Kerja sama ini dimulai pada tahun 2020, ketika PIMD dan PPPI pertama kali mencapai kesepakatan terkait pasokan bahan bakar melalui beberapa kontrak yang mencakup periode waktu yang signifikan. Kesepakatan ini lahir dari upaya kedua perusahaan untuk saling memperkuat posisi mereka di pasar energi yang kompetitif. PPPI, sebagai salah satu pemain utama dalam distribusi bahan bakar di Filipina, memandang PIMD sebagai mitra strategis dalam memastikan ketersediaan pasokan bahan bakar yang stabil dan berkualitas tinggi untuk memenuhi permintaan domestik.
Rincian Kontrak dalam perjanjian ini, PIMD setuju untuk memasok sejumlah besar Gas Oil dan Mogas kepada PPPI melalui delapan kontrak yang berbeda. Pengiriman pertama dimulai pada bulan Juli 2020, dengan syarat pembayaran yang disepakati adalah open account dengan jangka waktu pelunasan 30 hari tanpa jaminan. Namun, seiring dengan berkembangnya kerja sama, syarat pembayaran diperpanjang menjadi 60 hari tanpa jaminan pada kontrak berikutnya yang ditandatangani pada Oktober 2020.
Meskipun nilai kontrak ini mencerminkan hubungan bisnis yang signifikan, kerja sama antara PIMD dan PPPI tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah risiko kredit yang timbul akibat mekanisme pembayaran open account tanpa jaminan. Tanpa adanya evaluasi kredit yang mendalam, seperti credit scoring atau penetapan credit limit, PIMD mengambil risiko yang cukup besar dalam transaksi ini. Potensi risiko semakin meningkat mengingat besarnya nilai piutang yang dimiliki PIMD terhadap PPPI.
Dalam konteks ini, piutang yang telah jatuh tempo namun belum dibayarkan oleh PPPI kepada PIMD mencapai USD 124.534.382,23. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kelancaran arus kas PIMD dan potensi dampaknya terhadap laporan keuangan perusahaan.
Ridwan menyayangkan kepada PIMD dengan Resiko Kredit yang timbul akibat mekanisme Pembayaran opent account tanpa Jaminan, hal ini akan merugikan PIMD yang seharusnya sedini mungkin diantisipasi sebelum dibuat perjanjian kontrak dan jaminan itu wajib ada sebagai pengaman
Ridwan menganggap ada permainan Oknum dalam proses sebelum terjadinya perjanjian terindikasi kuat adanya permainan antar oknum di kedua belah pihak, jhal ini layak untuk di Audit investigasi oleh Lembaga auditor negara, agar permainan ini teerbuka lebar yang kita anggap sebagai kesalahan besar dan dapat merugikan PIMD.
“kami dari daulat energy meminta kepada BPK maupun BPKP untuk mengaudit investigasi terkait Kontrak PIMD dengan PPPI, dan meminta Kejaksaan Agung./ KPK untuk memriksa dan menyelidiki adanya dugan konspirasi Kontrak antara PIMD dengan PPPI” ungkap Ridwan dengan nada Geram
PIMD harus bertanggung jawab untuk mengevaluasi pihak pihak yang terlibat dalam proses kontrak dan melaporkan ke Penegak hukum baik Kejaksaan Agung maupuk KPK
Dengan adanya peristiwa ini yang kita anggap sebagai peristiwa kecolongan dan hal ini bisa dianggap sebagai tindakan serampangan bagi orang – orang yang terlibat
“Bagaimana bisa kecolaongan begitu, itu orang saya anggap kerjanya serampanagan dan tidal memperhitungan resiko kedepan, apa PIMD tidak meiliki Konsultan untuk menilai sebelum terjadinya perjanjian kontrak? apa tidak memiliki SDM yang mumpuni sehingga hal tersebut tidak diantisipasi sedini mungkin?” tanya Ridwan dengan penuh keheranan.
Untuk memastikan keberlanjutan kerja sama ini. PIMD mungkin perlu mempertimbangkan pendekatan yang lebih hati-hati di masa depan, termasuk penerapan mekanisme penilaian kredit yang lebih ketat dan penyusunan syarat pembayaran yang lebih aman untuk mengurangi risiko kredit.
Masih menurut Riwan PPPI, sebagai pihak yang berhutang bisa senaknya sendiri dengan tidak adanya jaminan, bisa jadi akan mengulur waktu karena tanpa beban untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, hubungan bisnis tidak bisa dihindari potensi dampak negatif pada reputasinya di pasar internasional.
“Kerja sama ini kuat sekali aroma konspirasi, penuh resiko tinggi, dengan tidak mempertimbangkan manajemen risiko yang lebih baik dan kurangnya komitmen kuat dari kedua belah pihak, kontrak ini sangat berpotensi masuk kerana Perselisihan”, tutup Ridwan.(c@kra)