Jokowi Mewarisi Utang Cukup Tinggi Kepada Prabowo
MoneyTalk, Jakarta, (07/09) – Pemerintahan Presiden Joko Widodo akan meninggalkan beban utang yang sangat besar bagi pemerintahan baru. Menjelang transisi kekuasaan, angka utang Indonesia kian mengkhawatirkan, diperkirakan mencapai Rp 9.000 triliun pada akhir masa jabatan Jokowi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan warisan utang pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya Rp 2.500 triliun pada 2014.
Lebih jauh, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mengonfirmasi bahwa kewajiban pemerintah terus melonjak setiap tahunnya. Berdasarkan laporan resmi per 31 Desember 2023, kewajiban total pemerintah mencapai Rp 9.536,68 triliun, meningkat dari Rp 8.920,56 triliun pada 31 Desember 2022. Sementara utang pemerintah secara keseluruhan, termasuk kewajiban program pensiun dan BUMN, diproyeksikan mencapai angka Rp 22.000 triliun pada 2024.
Menurut catatan, selama periode 1999-2014, rasio utang pemerintah terhadap pendapatan negara menurun secara konsisten. Namun, di era pemerintahan Jokowi (2014-2024), tren ini berubah, dengan rasio utang meningkat tajam dari 168,27% pada 2014 menjadi 315,81% pada 2024. Ini menunjukkan besarnya penarikan utang baru yang jauh melampaui pelunasan pokok utang. Sebagai contoh, pada tahun 2020, penarikan utang baru mencapai Rp 1.686,22 triliun, sementara pembayaran utang pokok hanya Rp 456,59 triliun. Tren serupa terlihat pada tahun-tahun berikutnya hingga proyeksi 2025.
Diskusi ini menghadirkan para ahli keuangan dan politik yang dikenal dengan reputasi mereka yang sangat kompeten. Bob Randilawe, aktivis gerakan era tahun 80-an dan mantan Ketua ProDem, membuka acara dengan pengantar yang harmonis namun heroik, memantik moderator yang dibawakan oleh aktivis pergerakan senior, Indro Tjahyono. Indro, dengan pengalaman gerakannya, mampu memandu jalannya diskusi dengan tertib dan cerdas, membuat suasana diskusi semakin hidup.
Salah satu narasumber yang juga dikenal sebagai aktivis gerakan era 90-an, Dr. Awalil Rizki, memaparkan fakta terbaru mengenai jumlah dan jenis utang yang ditinggalkan pemerintahan Jokowi berdasarkan data resmi pemerintah. Dalam paparannya, Dr. Awalil menyampaikan bahwa utang di era pemerintahan Jokowi tidak produktif karena utang yang besar tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ironisnya, utang tersebut cenderung digunakan untuk menutupi bunga utang yang harus dibayarkan saat jatuh tempo. Dr. Awalil menyebut praktik ini sebagai “gali lubang, tutup lubang” yang tidak produktif dan tidak bermanfaat bagi rakyat.
Dr. Awalil menjelaskan bahwa selama satu dekade terakhir, utang pemerintah lebih banyak digunakan untuk menutup defisit anggaran yang terus membengkak, daripada membiayai proyek-proyek yang menghasilkan dampak ekonomi jangka panjang. “Utang yang diambil oleh pemerintah Jokowi ini seperti hanya untuk menutupi kewajiban jangka pendek tanpa mempertimbangkan kemampuan pembayaran di masa depan,” ujar Dr. Awalil di hadapan peserta diskusi. Ia juga menggarisbawahi bahwa kenaikan utang ini tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan negara atau pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Dalam presentasinya, Dr. Awalil memaparkan grafik yang menunjukkan bahwa setiap tahun, utang pemerintah semakin besar namun pertumbuhan ekonomi dan produksi dalam negeri stagnan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan yang semakin tajam antara utang yang membengkak dan output ekonomi yang tidak memadai. Fakta ini disambut riuh oleh peserta diskusi, khususnya mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa yang hadir mewakili simpul kampus (BEM) dari berbagai kota seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang.
Sebagai penutup, Dr. Awalil menegaskan bahwa pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan utang negara dan mengevaluasi kembali prioritas kebijakan fiskal. “Jika dibiarkan, beban utang ini akan semakin besar dan generasi muda yang akan menanggungnya,” kata Dr. Awalil, disambut tepuk tangan meriah dari peserta yang hadir.
Mengakhiri diskusi yang digelar AstabratA Institute dengan tema “Warisan Utang Pemerintah Jokowi”, seluruh peserta menyanyikan lagu Kebangsaan “Padamu Negeri.” Secara keseluruhan, acara ini berjalan dengan lancar dan disambut antusias oleh hampir seratus mahasiswa dan aktivis lintas angkatan yang hadir di sebuah hotel di kawasan Senayan, Jakarta, kemarin.(c@kra)