Antara Pansus Haji Kendor, Sikap Menag Yaqut, dan Respon DPR
MoneyTalk, Jakarta – Dalam perkembangan terbaru terkait penyelidikan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji, peluang untuk memanggil paksa Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, kini sudah tertutup. Pansus Haji telah melayangkan tiga kali surat panggilan resmi kepada Menag sejak Agustus 2024, namun ketiga panggilan tersebut diabaikan oleh pihak Menag. Hal ini memicu protes dari anggota Pansus, terutama Marwan Jafar dari Fraksi PKB, yang menyatakan bahwa tindakan Menag tersebut merupakan pelecehan terhadap parlemen.
Meskipun demikian, langkah untuk memanggil paksa Menag Yaqut tidak dapat dilakukan mengingat waktu yang semakin mendekati sidang paripurna DPR yang akan digelar pada minggu berikutnya. Selain itu, pemanggilan paksa harus melalui persetujuan pimpinan DPR, yang dianggap tidak mungkin tercapai mengingat batas waktu yang ketat. Meskipun Menag tidak menghadiri panggilan, Pansus tetap menyatakan bahwa hal ini tidak akan menghambat penyusunan rekomendasi yang akan disampaikan dalam sidang paripurna.
Sejak awal, Pansus Haji dibentuk untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, yang mencakup masalah alokasi kuota, pengelolaan keuangan, serta layanan terhadap jemaah. Namun, ada indikasi bahwa kesimpulan Pansus melunak dibandingkan dengan harapan awal. Beberapa substansi penting, termasuk dugaan pelanggaran yang lebih serius, dikabarkan tidak dimasukkan dalam rekomendasi akhir.
Sikap melunak ini mendapatkan kritik dari sejumlah anggota DPR, yang menilai bahwa independensi Pansus mulai pudar. Ada yang menyebutkan bahwa banyak kepentingan politik yang ‘masuk angin’, sehingga substansi penyelidikan yang seharusnya mengarah pada tindakan lebih tegas, seperti pelibatan Aparat Penegak Hukum (APH), tidak sepenuhnya terakomodasi.
Marwan Jafar secara terbuka menyatakan bahwa temuan Pansus bisa saja dilimpahkan ke aparat hukum jika dirasa perlu. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penyelidikan Pansus tidak mengendap tanpa kejelasan hukum. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga disebut memiliki peran penting untuk mengaudit penyelenggaraan ibadah haji, dan jika ada temuan yang signifikan, pihak seperti KPK, kepolisian, atau kejaksaan dapat terlibat.
“Penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran hukum yang seharusnya ditebelin dan dibuat secara transparan, sangat dihaluskan,” katanya kepada wartawan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 24 September 2024.
Namun, dengan Pansus yang mendekati akhir masa tugasnya, masih ada peluang bahwa masalah ini bisa diteruskan pada periode DPR berikutnya jika ditemukan ketidakpuasan atas hasil rekomendasi yang akan disampaikan dalam sidang paripurna.
Pansus Haji yang sempat bergulir dengan keras kini tampak mulai kendor, terjebak oleh dinamika politik dan batas waktu yang ketat. Meskipun panggilan terhadap Menag Yaqut tidak terpenuhi, Pansus tetap akan menyampaikan rekomendasi mereka. Dengan adanya dugaan pelanggaran serius dalam penyelenggaraan ibadah haji, apakah rekomendasi tersebut akan mampu memicu tindak lanjut hukum atau justru mengendap sebagai laporan, masih menjadi pertanyaan besar. Pada akhirnya, transparansi dan ketegasan politik sangat diperlukan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Pansus Haji ini.(c@kra)