Monopoli Avtur Dituduhkan Menhub, BPH Migas Berkilah, Faktor Kenaikan Harga Tiket Pesawat
MoneyTalk, Jakarta – Dalam konferensi pers “Capaian Kinerja Sektor Transportasi Selama 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo” yang diselenggarakan di Gedung Kementerian Perhubungan pada 1 Oktober 2024, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyinggung salah satu isu sensitif di sektor transportasi udara, yakni tingginya harga tiket pesawat domestik. Dalam pernyataannya, Budi Karya menuduh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melindungi monopoli dalam penyediaan avtur, yang menurutnya menjadi salah satu faktor utama penyebab mahalnya harga tiket pesawat.
Budi Karya menyatakan bahwa monopoli tersebut menyebabkan harga avtur tidak kompetitif, yang berimbas pada biaya operasional maskapai dan berakhir pada kenaikan harga tiket bagi penumpang. Pernyataan ini sontak mendapat tanggapan dari BPH Migas, yang dengan tegas membantah tudingan tersebut.
Menanggapi tuduhan tersebut, Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, menegaskan sebagaimana dilaporkan tempo bahwa pihaknya selalu bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saleh menekankan bahwa pasar avtur di Indonesia saat ini bersifat terbuka dan multiprovider, yang artinya tidak ada satu badan usaha yang memonopoli pasar.
“Pertamina bukan satu-satunya badan usaha yang memiliki izin usaha niaga produk avtur,” jelas Saleh.
Ia juga menyebutkan adanya perusahaan lain yang terlibat dalam penyediaan avtur, seperti PT AKR Corporindo Tbk, PT Dirgantara Petroindo (AKR-BP), dan PT Fajar Putra Indo. Dengan kehadiran beberapa perusahaan tersebut, menurutnya tidak ada monopoli yang dilindungi oleh BPH Migas.
Regulasi BPH Migas dan Upaya Mendorong Persaingan Usaha Sehat
Untuk mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat, BPH Migas telah menerapkan Peraturan BPH Migas Nomor 13/P/BPH Migas/IV/2008 yang membuka akses pasar bagi pelaku usaha lain yang memenuhi persyaratan. Salah satu bentuk kerja sama yang diatur dalam regulasi tersebut adalah penggunaan fasilitas penyimpanan bersama dan co-mingling, yang memungkinkan berbagai pelaku usaha untuk memanfaatkan infrastruktur yang ada tanpa perlu membangun sendiri. Dengan demikian, peluang untuk berkompetisi dalam pasar avtur di Indonesia terbuka bagi lebih banyak pihak.
“Kami memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, dan sesuai ketentuan undang-undang,” ujar Saleh, merespons tudingan Budi Karya.
Ia menambahkan bahwa regulasi tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa penyediaan avtur tidak hanya dilakukan oleh satu pihak, sehingga mendorong harga yang lebih kompetitif dan mencegah terjadinya monopoli.
Meski BPH Migas menegaskan bahwa pasar avtur di Indonesia terbuka, harga avtur tetap menjadi komponen yang signifikan dalam biaya operasional maskapai. Analis menyebutkan bahwa selain persaingan usaha, harga avtur juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti biaya distribusi, produksi, serta kebijakan fiskal pemerintah. Di beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, kebijakan perpajakan yang lebih ringan terhadap avtur dan suku cadang pesawat telah berkontribusi terhadap biaya operasional maskapai yang lebih rendah.
Budi Karya juga mengakui bahwa faktor lain yang berperan dalam tingginya harga tiket pesawat domestik adalah beban pajak pada suku cadang pesawat. Ia menyatakan bahwa pemerintah sedang mendiskusikan kemungkinan pengurangan pajak sebagai upaya menekan biaya operasional maskapai.
“Pemerintah sedang merumuskan aturan yang akan memungkinkan penurunan harga tiket hingga 10 persen dalam waktu dekat,” ujar Budi Karya, memberikan harapan bagi masyarakat terkait penurunan harga tiket.
Perseteruan antara Kementerian Perhubungan dan BPH Migas terkait monopoli avtur menunjukkan adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tingginya harga tiket pesawat domestik. Dari sudut pandang Kementerian Perhubungan, monopoli yang diklaim terjadi di sektor avtur dianggap sebagai penghambat persaingan sehat, yang berdampak pada harga yang tinggi. Namun, dari sisi BPH Migas, regulasi yang ada sudah cukup untuk mendorong persaingan dan memastikan tidak ada dominasi oleh satu pihak.
Bagi masyarakat dan pelaku industri penerbangan, isu ini tentu menjadi perhatian serius, karena harga tiket yang tinggi akan berdampak pada mobilitas, pertumbuhan sektor pariwisata, dan kegiatan ekonomi lainnya. Dalam jangka pendek, langkah-langkah seperti pengurangan pajak dan kebijakan harga avtur yang lebih kompetitif dapat menjadi solusi untuk menurunkan harga tiket. Namun, dalam jangka panjang, diperlukan upaya yang lebih komprehensif dalam mengelola industri penerbangan, termasuk pengawasan lebih lanjut terhadap penerapan persaingan usaha yang sehat.
Isu monopoli avtur yang dituduhkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, meskipun telah dibantah oleh BPH Migas, menggarisbawahi betapa kompleksnya permasalahan dalam industri penerbangan. Harga tiket pesawat domestik yang mahal merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor, termasuk harga avtur, kebijakan perpajakan, dan persaingan pasar.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah diharapkan dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi yang ada dan mempertimbangkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong terciptanya pasar yang lebih kompetitif. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan harga tiket pesawat dapat ditekan, sehingga mobilitas masyarakat meningkat dan ekonomi dapat tumbuh lebih pesat.(c@kra)