Audisi Kabinet Prabowo, Jauh Panggang dari Api

  • Bagikan
Seberapa Besar Pengaruh Jokowi dalam Pemerintahan Prabowo?
Seberapa Besar Pengaruh Jokowi dalam Pemerintahan Prabowo?

MoneyTalk, Jakarta – Dalam diskusi di Rasil TV, Selasa (15/20), Ichsanuddin Noorsy menyampaikan kritik tajam mengenai formasi kabinet yang sedang dibentuk oleh Prabowo Subianto. Menurutnya, strategi rekruitmen yang digunakan lebih bersifat akomodatif kuantitatif daripada akomodatif kualitatif, yang ia anggap tidak akan mampu menjawab tantangan ekonomi dan politik global yang semakin kompleks. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci kritik Ichsanuddin Noorsy serta implikasinya bagi masa depan politik dan ekonomi Indonesia.

Rekrutmen Kabinet: Kuantitatif vs Kualitatif

Ichsanuddin Noorsy menyebut bahwa strategi rekruitmen Prabowo bersifat “akomodatif kuantitatif,” yang artinya lebih mengutamakan jumlah daripada kualitas individu yang direkrut. Artinya, pilihan untuk memperluas jumlah posisi kabinet hingga 49 orang, termasuk badan-badan setingkat kementerian, lebih didasarkan pada pertimbangan kuantitas dan popularitas daripada kemampuan individu tersebut dalam menghadapi tantangan yang ada.

Menurut Ichsanuddin, pemilihan figur seperti Yusuf dan Nusr Wahid yang lebih dikenal publik namun diragukan kemampuan strategisnya dalam menghadapi ketidakpastian dunia adalah bukti dari pendekatan kuantitatif ini. Dengan pendekatan ini, pertanyaan utama yang diajukan adalah apakah kabinet tersebut mampu mengatasi tantangan ekonomi dan politik di level nasional maupun internasional dengan pendekatan yang tidak “bisnis as usual.”

Ekonomi Terbuka dan Konsep “7I”

Ichsanuddin juga membahas tentang dampak ekonomi dari strategi terbuka yang diterapkan oleh pemerintahan saat ini. Dalam konsepnya yang disebut “7I” — yakni intervensi, invasi, interferensi, infiltrasi, intimidasi, indoktrinasi, dan inflasi — ia menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi terbuka menyebabkan Indonesia rentan terhadap tekanan dan manipulasi ekonomi dari pihak eksternal.

Dengan utang negara yang terus meningkat dan kebijakan moneter yang dinilai kurang tepat, ia memprediksi bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan semakin tidak stabil. Ichsanuddin juga mengkritik konsep kebijakan moneter yang hanya menguntungkan pengusaha besar tetapi tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat kecil.

Tantangan Kebijakan Abnormal

Ichsanuddin Noorsy menekankan bahwa situasi ekonomi dan politik saat ini memerlukan pendekatan yang “abnormal” dan tidak bisa ditangani dengan konsep-konsep normal. Ia mengingatkan bahwa kebijakan yang hanya melanjutkan apa yang telah dilakukan sebelumnya tanpa adanya perubahan fundamental akan sulit membawa perbaikan bagi kondisi bangsa.

Konsep kebijakan abnormal yang ia ajukan mengindikasikan perlunya langkah-langkah strategis yang berbeda dari biasanya untuk menghadapi ketidakpastian global dan tantangan ekonomi nasional. Namun, ia pesimis bahwa kabinet Prabowo yang baru ini mampu menerapkan pendekatan abnormal tersebut karena banyaknya wajah lama dari pemerintahan sebelumnya yang kembali diakomodasi.

Kritik terhadap Kebijakan Ekonomi Jokowi dan Pengaruh Sri Mulyani

Ichsanuddin juga mengkritik keterlibatan kembali Sri Mulyani dalam kabinet baru. Menurutnya, kebijakan ekonomi yang selama ini dijalankan oleh Sri Mulyani lebih cenderung ultraneoliberal dan tidak berpihak pada rakyat kecil. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan cita-cita ekonomi Pancasila yang diusung oleh Partai Gerindra di bawah Prabowo.

Ia mempertanyakan komitmen Prabowo dalam menerapkan ekonomi Pancasila, mengingat keberlanjutan kebijakan ultraneoliberal di bawah Sri Mulyani. Ichsanuddin menyatakan bahwa jika Prabowo benar-benar ingin melaksanakan ekonomi Pancasila, ia harus membuat keputusan ekonomi yang berbeda dan tidak sekadar melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya.

Potensi Kegaduhan Politik

Ichsanuddin Noorsy juga menyoroti potensi kegaduhan politik yang bisa timbul dari sistem demokrasi liberal yang diterapkan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa sistem demokrasi liberal pada dasarnya memang membuka ruang bagi perdebatan dan ketidakstabilan politik. Dalam pandangannya, meskipun pemerintah sering meminta ketenangan politik, kenyataannya hal tersebut sulit dicapai dalam sistem demokrasi yang ada.

Ichsanuddin memperingatkan bahwa ketidakstabilan politik ini bisa menjadi lebih buruk jika kabinet Prabowo tidak mampu menghadirkan kebijakan yang benar-benar inovatif dan efektif untuk menanggulangi berbagai masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia.

Jauh Panggang dari Api

Ichsanuddin Noorsy menyimpulkan bahwa kabinet Prabowo saat ini “jauh panggang dari api” jika dibandingkan dengan cita-cita ekonomi dan politik yang seharusnya diusung oleh Partai Gerindra. Ia meragukan formasi kabinet ini akan mampu bertahan hingga lima tahun penuh. Mengingat banyaknya permasalahan internal yang masih belum terselesaikan serta ketidakmampuan kabinet tersebut dalam menghadirkan solusi konkret terhadap masalah ekonomi dan politik nasional.

Kritik ini menjadi peringatan bagi Prabowo dan jajaran pemerintahannya untuk lebih serius dalam mempertimbangkan kualitas dari setiap individu yang akan mengisi posisi strategis di kabinet. Tanpa adanya perbaikan yang mendasar, kabinet ini mungkin hanya akan menjadi ajang pengulangan kebijakan lama yang terbukti tidak efektif dalam mengatasi masalah rakyat.

Pernyataan Ichsanuddin Noorsy memberikan pandangan kritis mengenai arah kebijakan yang sedang diambil oleh Prabowo Subianto dan kabinetnya. Dalam konteks politik dan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, kabinet baru ini dituntut untuk mampu menghadirkan solusi yang bukan hanya inovatif tetapi juga mengedepankan kepentingan rakyat secara nyata. Tanpa perubahan signifikan, kabinet ini mungkin benar-benar akan menjadi “jauh panggang dari api,” seperti yang disampaikan oleh Ichsanuddin Noorsy.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *