Memahami Kondisi Ekonomi Indonesia dan Risiko Neraca Pembayaran

  • Bagikan
Memahami Kondisi Ekonomi Indonesia dan Risiko Neraca Pembayaran
Memahami Kondisi Ekonomi Indonesia dan Risiko Neraca Pembayaran

MoneyTalk, Jakarta – Dalam kanal YouTube-nya pada Rabu, 16 Oktober, ekonom Awalil Rizky memberikan pemaparan yang mendalam mengenai situasi ekonomi Indonesia saat ini. Ia membahas bagaimana cadangan devisa dan neraca pembayaran Indonesia berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi negara, terutama dalam kondisi ketidakpastian global yang semakin meningkat.

Menurut Awalil, penting bagi kita untuk memahami bahwa ekonomi bukanlah hitam-putih. Ada banyak variabel yang berperan dalam menambah atau mengurangi “dompet negara”. Perspektif ini bertujuan untuk membuka wawasan publik dan juga memberi peringatan kepada otoritas agar tidak lengah.

Analisis Cadangan Devisa dan Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran Indonesia mencatat seluruh transaksi internasional yang dilakukan oleh negara. Jika kita sebagai individu punya dompet pribadi, maka dompet negara di sini mencakup bukan hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta dan masyarakat umum.

Awalil menjelaskan, secara umum Indonesia mengalami surplus jika devisa yang diterima lebih besar daripada yang dibayarkan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terutama di era pemerintahan Presiden Jokowi, surplus devisa mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

Pada tahun 2024 Indonesia bahkan mengalami penurunan devisa sebesar 6,5 miliar dolar AS dalam semester pertama. Jika tren ini berlanjut, ada kemungkinan cadangan devisa Indonesia bisa menjadi defisit di akhir tahun.

Awalil menekankan bahwa angka cadangan devisa sebesar 149,9 miliar dolar AS di bulan September 2024 tampak cukup tinggi di atas kertas, namun cadangan ini mungkin tidak cukup untuk menahan guncangan ekonomi apabila terjadi krisis global atau capital flight.

Risiko Capital Flight dan Depresiasi Rupiah

Awalil mencatat bahwa risiko capital flight masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Saat ini, banyak dana asing yang berada di Indonesia dalam bentuk investasi portofolio, obligasi, atau simpanan jangka pendek. Investasi jenis ini dapat dengan cepat keluar dari Indonesia jika ada perubahan sentimen global atau kondisi yang dianggap tidak stabil.

Menurut data yang disampaikan, terdapat sekitar 265 miliar dolar AS dalam bentuk portofolio milik asing dan 190 miliar dolar AS dalam bentuk simpanan atau investasi likuid lainnya.

Apabila terjadi penarikan dana besar-besaran, cadangan devisa Indonesia sebesar 149,9 miliar dolar AS mungkin tidak mampu menahan guncangan. Situasi ini bisa menyebabkan rupiah melemah signifikan, bahkan menyentuh angka Rp 17.000 per dolar AS, seperti yang pernah dialami pada masa krisis 1997-1998.

Depresiasi rupiah ini juga berpotensi menambah beban bagi masyarakat, terutama dalam hal kebutuhan impor yang semakin mahal.

Kondisi Neraca Pembayaran dan Pengaruh Global

Dalam jangka panjang, kondisi neraca pembayaran yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kecenderungan lebih banyak membayar dibandingkan menerima. Ini berimplikasi pada menurunnya devisa secara keseluruhan, apalagi jika tren ini terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Awalil merujuk pada proyeksi IMF yang menyebutkan bahwa Indonesia berpotensi terus mengalami defisit transaksi berjalan hingga tahun 2029.

Indonesia juga masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan, yang membuat ketahanan pangan nasional rentan. Awalil mengingatkan bahwa dampak buruk ekonomi bisa langsung dirasakan oleh rakyat jika terjadi kesulitan dalam mengimpor bahan pangan. Pada akhirnya, ketahanan pangan tidak bisa dianggap sepele, terutama jika terjadi kondisi krisis global yang menyebabkan harga pangan naik atau kelangkaan pasokan di pasar internasional.

Menurut Awalil Rizky, cadangan devisa yang tampak tinggi belum tentu menunjukkan kekuatan ekonomi yang sesungguhnya. Indonesia perlu waspada terhadap berbagai risiko yang mungkin timbul akibat ketidakstabilan global dan ketergantungan pada dana asing. Di sisi lain, ekonomi Indonesia masih rentan terhadap fluktuasi sentimen internasional dan kondisi geopolitik global yang sulit diprediksi.

Oleh karena itu, penting bagi para pembuat kebijakan untuk meningkatkan kredibilitas dan berfokus pada penguatan fundamental ekonomi nasional, terutama dalam hal ketahanan pangan dan stabilitas neraca pembayaran.

Melalui paparan ini Awalil Rizky mendorong para pembelajar ekonomi dan masyarakat luas untuk lebih memahami kondisi ekonomi Indonesia, serta menjadi lebih kritis terhadap narasi-narasi resmi yang mungkin terlalu optimis.

Keselamatan ekonomi Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih berhati-hati dan pengelolaan yang teliti dari pemerintah serta dukungan partisipasi aktif dari semua lapisan masyarakat.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *