Prabowo Siapkan ‘Bengkel Otak’ untuk Profesor Sengklek?

  • Bagikan
Textbook Thinking vs Oot of The Box Thinking
Textbook Thinking vs Oot of The Box Thinking

MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah unggahan video di kanal YouTube Agri Fanani pada Kamis (17/10), pembahasan terkait pemanggilan sejumlah tokoh oleh Prabowo Subianto di Kertanegara memunculkan spekulasi menarik.

Setelah terpilih sebagai presiden, Prabowo kembali memanggil beberapa tokoh dari kalangan profesional dan akademisi ke kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan. Pertemuan ini diduga terkait pembentukan kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang, yang diharapkan menjadi tim yang solid, bahkan melebihi standar kinerja kabinet sebelumnya di bawah Presiden Jokowi.

Salah satu tamu istimewa dalam pertemuan tersebut adalah Profesor Stella Christie. Ia seorang ahli cognitive science yang memiliki rekam jejak prestasi akademik luar biasa. Dengan latar belakang pendidikan dari Harvard University, Northwestern University, hingga menjadi guru besar di Tsinghua University, China, keahlian Stella dalam ilmu kognitif dinilai akan memberikan kontribusi penting bagi pemerintahan Prabowo.

Apakah “Bengkel Otak” untuk Profesor Sengklek? Agri Fanani mencetuskan ide “Bengkel Otak” atau Brain Service. Ini didedikasikan untuk para akademisi atau profesor di Indonesia yang disebut “sengklek” dalam cara berpikir mereka. Ini adalah sebuah sindiran, merujuk pada mereka yang dianggap kurang memiliki perspektif yang jelas atau realistis dalam situasi politik dan sosial di Indonesia. Fanani membayangkan sebuah program di mana para “profesor sengklek” ini dapat “direparasi” atau diperbaiki cara berpikirnya oleh ahli kognitif seperti Stella Christie.

Ilmu kognitif sendiri berfokus pada aktivitas mental terkait pemrosesan informasi, persepsi, pemahaman, pengambilan keputusan, dan fungsi otak lainnya. Dengan memiliki seorang ahli di bidang ini, Prabowo tampaknya berupaya menjawab tantangan Indonesia yang penuh dinamika dengan solusi yang mengakar pada perubahan pola pikir. Ini juga bisa mencerminkan komitmen Prabowo untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memperkuat kapabilitas berpikir, baik dalam lingkup pendidikan maupun di lingkungan profesional.

Profesor Stella, yang berfokus pada ilmu kognitif, memiliki beragam pengalaman dalam pengembangan otak dan cara berpikir manusia. Dengan rekam jejaknya yang terkemuka di bidang cognitive science, ia memiliki potensi untuk mengemban peran strategis di kabinet Prabowo. Apakah itu dalam kapasitas sebagai Menteri Pendidikan, Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), atau posisi lain, kontribusi Stella bisa menjadi dasar pembentukan kebijakan yang mendorong inovasi dan pembelajaran.

Fanani dalam unggahannya juga menyebutkan bahwa Stella memiliki pendekatan interdisipliner yang menggabungkan studi manusia, hewan, dan kecerdasan buatan. Kemampuan ini mungkin digunakan Prabowo untuk menciptakan program-program yang bisa membawa Indonesia ke era digital, sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan kemampuan adaptasi terhadap teknologi baru.

Menjawab Tantangan Sosial dengan Tim Berkapabilitas Tinggi, Melihat komposisi kabinet yang sedang disusun, Prabowo tampak berambisi membentuk tim yang memiliki performa di atas standar. Setelah lebih dari sepuluh tahun pemerintahan di bawah Jokowi yang telah menetapkan capaian-capaian kinerja tinggi, Prabowo perlu membuktikan bahwa timnya mampu bekerja dengan kecepatan dan kapasitas yang lebih baik.

Pemanggilan tokoh-tokoh seperti Stella menunjukkan bahwa Prabowo tidak hanya fokus pada kuantitas, tetapi juga kualitas anggota kabinetnya. Dengan berlandaskan ilmu dan pendekatan berbasis sains, tim Prabowo diharapkan mampu mengatasi berbagai tantangan politik dan ekonomi yang selama ini masih menjadi permasalahan di Indonesia, termasuk masalah korupsi dan efektivitas kebijakan.

“Bengkel Otak”, Canda atau Wacana Serius? Meskipun konsep “Bengkel Otak” terdengar kocak dan sindiran, ada elemen serius di balik ide tersebut. Program yang berfokus pada peningkatan kualitas berpikir dan pelatihan kognitif bagi para akademisi, terutama yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, dapat membantu mengubah pola pikir yang sudah terlalu lama terbentuk.

Hal ini penting mengingat Indonesia menghadapi tantangan-tantangan baru yang memerlukan pendekatan inovatif dan fleksibel, bukan hanya di kalangan akademisi tetapi juga dalam sektor publik secara keseluruhan.

Dari wacana ini, kita dapat melihat bahwa Prabowo mungkin ingin mendorong Indonesia untuk lebih mengedepankan ilmu pengetahuan dalam mengambil keputusan penting, baik dalam hal pemerintahan maupun dalam pendidikan. Langkah ini sejalan dengan visi Prabowo yang ingin menempatkan Indonesia sebagai negara yang tidak hanya kuat dalam sumber daya alamnya, tetapi juga dalam sumber daya manusia yang inovatif dan adaptif.

Dalam merangkai kabinet pemerintahan baru, Prabowo Subianto tampak memperhitungkan keahlian khusus yang dapat memperkuat fondasi pemerintahannya. Dengan tokoh-tokoh seperti Stella Christie di dalam timnya, Prabowo memiliki peluang untuk memperbaiki berbagai sektor di Indonesia, terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan mendorong perubahan sosial melalui program-program berbasis ilmu pengetahuan.

Sementara Agri Fanani menciptakan sebuah analogi yang humoris mengenai “Bengkel Otak,” gagasan ini memancarkan harapan bahwa Indonesia dapat memanfaatkan potensi ilmu kognitif untuk menghadapi tantangan sosial dan politik di masa depan.

Ide Prabowo untuk merangkul pakar-pakar ilmu pengetahuan seperti Stella Christie merupakan langkah awal menuju pemerintahan yang berwawasan ilmu pengetahuan, dengan harapan bahwa masa depan Indonesia akan semakin kuat dan adaptif terhadap perkembangan zaman.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *