MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah wawancara di Forum Keadilan TV pada 16 Oktober 2024, pengamat politik Hendri Satrio mengemukakan pandangannya terkait posisi Sri Mulyani dalam konteks ekonomi dan kebijakan hutang negara, serta wacana kabinet Prabowo yang dianggap masih ‘berasa’ Jokowi. Hendri menyampaikan analisis tajam mengenai preferensi kalangan perbankan terhadap Sri Mulyani, hingga spekulasi soal komposisi kabinet Prabowo yang akan datang.
Sri Mulyani dan Kebijakan Hutang: “Jaminan” Kalangan Bankir. Hendri Satrio menjelaskan bahwa Sri Mulyani dianggap sebagai sosok yang dipercaya oleh kalangan perbankan internasional. Baginya, peran Sri Mulyani dalam kebijakan hutang Indonesia menjadi salah satu faktor yang membuat bankir lebih “nyaman” bekerja dengannya.
“Mungkin para banker lebih nyaman dengan Sri Mulyani kali, kerja ya dihutangin memang,” ujar Hendri.
Hendri menegaskan bahwa Sri Mulyani, terutama dalam konteks kebijakan hutang, sering kali dipandang sebagai “jaminan”. Ia juga berpendapat bahwa meskipun hutang negara meningkat, selama hutang tersebut diinvestasikan secara produktif, dampaknya akan positif. Sebaliknya, jika hutang digunakan untuk hal yang konsumtif atau bahkan terjerumus dalam kasus korupsi, hal tersebut justru berpotensi merugikan negara.
“Kita nggak anti hutang, yang penting hutang dikonversi jadi sesuatu yang produktif,” tegas Hendri.
Baginya, isu hutang bukanlah masalah jika dikelola dengan baik dan diarahkan untuk hal-hal yang meningkatkan produktivitas ekonomi, bukan untuk konsumsi yang tidak produktif.
Kabinet Prabowo “Rasa Jokowi” atau Representasi yang Baru? Selain soal ekonomi, Hendri Satrio juga menyoroti komposisi kabinet Prabowo yang menjadi perbincangan hangat. Dalam diskusi ini, Hendri memaparkan adanya kemungkinan bahwa sebagian besar menteri di kabinet Prabowo nantinya akan diisi oleh orang-orang yang pernah menjabat di era Presiden Jokowi. Bahkan, ia menyebutkan sekitar 14 orang menteri Jokowi kemungkinan akan kembali menjabat di kabinet Prabowo, yang membuat banyak pihak beranggapan bahwa kabinet ini masih “berasa Jokowi” atau bahkan “rasa mulono.”
“Katanya kabinet Prabowo rasa mulono, bukan rasa Joko lagi,” kata Hendri, mengacu pada spekulasi publik mengenai penunjukan kembali beberapa nama dari kabinet sebelumnya.
Beberapa nama yang disebut Hendri di antaranya Sri Mulyani, Tito Karnavian, Bahlil Lahadalia, dan Agus Gumiwang. Menurutnya, nama-nama ini mungkin kembali dipilih karena memiliki kualitas dan rekam jejak yang baik di pemerintahan sebelumnya.
Namun, Hendri menambahkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi adalah kemungkinan representasi dari Gibran Rakabuming, putra Jokowi yang kini aktif dalam politik.
“Ya bisa jadi representatif Gibran, kalau kita nggak bilang Jokowi, kan ada Gibran juga,” ujarnya, menyiratkan bahwa meskipun Jokowi tidak lagi menjabat, ada kemungkinan pengaruh politiknya tetap terasa melalui keterlibatan Gibran.
Tantangan Ekonomi di Era Kabinet Prabowo, Dalam lanjutan diskusinya. Hendri Satrio juga mengungkapkan harapannya terhadap target-target ekonomi di bawah kepemimpinan Prabowo. Baginya, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi serta mencapai swasembada pangan dalam empat tahun ke depan.
“Saya ingin lihat, tentu yang pertama pertumbuhan ekonomi, yang kedua swasembada pangan dalam empat tahun,” kata Hendri.
Ia berharap agar Prabowo bisa mewujudkan slogan yang selama ini diusung, yaitu menjadikan Indonesia sebagai “Macan Asia.” Hendri meyakini bahwa Prabowo adalah seorang “high achiever” yang selalu menargetkan pencapaian besar, meski dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi yang kompleks.
Nasdem dan Kabinet, Antara “Mutung” dan Strategi Lain, Hendri juga menyinggung posisi Nasdem yang belakangan ramai diperbincangkan. Partai Nasdem, yang sempat mendukung pemerintahan Jokowi, kini berada dalam posisi yang ambigu terkait apakah mereka akan terlibat di kabinet Prabowo. Hendri menilai bahwa ada beberapa spekulasi yang berkembang, salah satunya adalah Nasdem mungkin lebih memilih posisi strategis di luar kabinet, seperti ketua komisi-komisi di DPR.
“Nasdem ini mungkin nggak mengincar jabatan menteri, tapi lebih tertarik pada jabatan lain seperti ketua komisi di DPR,” ungkap Hendri.
Menurutnya, pilihan Nasdem untuk tidak mengambil kursi menteri bisa jadi bagian dari strategi politik yang lebih luas.
PSI dan Kehutanan, Mainan Baru di Kabinet? Selain Nasdem, Hendri juga menyebutkan peran PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dalam kabinet Prabowo. Menurutnya, PSI mungkin akan mendapat peran besar di sektor kehutanan, yang bukan hanya mengurusi reboisasi, tapi juga terkait solusi berbasis alam seperti perdagangan karbon.
“PSI ini dikasih mainan gede juga nih, gede banget bro. Mainan karbon,” ujar Hendri.
Ia merujuk pada potensi besar sektor kehutanan di Indonesia yang mencakup 60 juta hektar lahan hutan yang bisa dikelola, dengan fokus pada konservasi dan perdagangan karbon.
Pernyataan Hendri Satrio dalam Forum Keadilan TV menggambarkan peta politik dan ekonomi Indonesia di masa transisi menuju kabinet Prabowo. Dari kepercayaan bankir internasional terhadap Sri Mulyani, hingga spekulasi mengenai komposisi kabinet Prabowo yang dianggap masih terasa seperti kabinet Jokowi.
Diskusi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah baru dalam mewujudkan target-target besar, terutama di bidang ekonomi dan swasembada pangan. Terlepas dari segala spekulasi, Hendri menekankan pentingnya kebijakan yang produktif dan implementasi yang tepat dalam menghadapi tantangan tersebut.(c@kra)