MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah wawancara yang ditayangkan pada Senin, 21 Oktober 2024, di kanal Akbar Faizal Uncensored, Yanuar Nugroho, mantan Deputi di Kantor Staf Presiden (KSP) di era Jokowi, membagikan pandangannya tentang dinamika pemerintahan, kebijakan, serta berbagai tantangan yang dihadapi pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Yanuar yang dikenal sebagai intelektual dengan latar belakang mendalam dalam urusan kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan, menyoroti isu kabinet baru, pembentukan lembaga baru, hingga urgensi pendidikan dan riset di Indonesia.
Pengalaman Pribadi di Pemerintahan Jokowi
Yanuar memulai wawancaranya dengan berbagi cerita pengalaman pribadinya selama menjabat sebagai Deputi KSP pada era Presiden Jokowi. Salah satu kisah menarik yang ia sampaikan adalah ketika ia dilantik pada Maret 2015 dan baru menerima gaji pertamanya pada bulan September. Kisah ini tidak hanya menggambarkan tantangan birokrasi, tetapi juga menyoroti realita yang sering dihadapi pejabat pemerintah.
Yanuar juga menyinggung pengalaman serupa yang dialami beberapa kolega. Seperti Bambang Susantono yang menjabat sebagai kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) dan harus menunggu 11 bulan untuk menerima gaji. Kasus ini menyoroti betapa lambatnya proses administrasi dan gaji di lembaga baru, bahkan di tingkatan tertinggi pemerintahan. Ia juga mencontohkan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang sempat harus menanggung gaji pegawainya dari dana PBB karena tidak ada alokasi dari pemerintah.
Pembentukan Lembaga Baru dan Tantangannya
Salah satu poin penting yang dibahas Yanuar dalam wawancara tersebut adalah sulitnya membentuk lembaga baru. Ia menyatakan bahwa mendirikan lembaga baru di pemerintahan bukanlah proses yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Ada banyak aspek yang harus diperhatikan, termasuk struktur organisasi, tata kelola, penggajian, dan pengisian staf.
Dalam konteks pemerintahan baru Prabowo, Yanuar menunjukkan kekhawatirannya terhadap rencana pembentukan lembaga-lembaga baru dan ukuran kabinet yang besar. Menurutnya, kabinet yang besar akan menghadapi tantangan besar dalam hal efisiensi dan koordinasi. Yanuar menggambarkan kabinet yang terlalu besar seperti “kabinet obesitas” yang sulit bergerak cepat dan lincah dalam mengeksekusi kebijakan.
Kekhawatiran atas Kabinet yang Oversize Yanuar mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam terkait rencana Prabowo untuk membentuk kabinet yang oversize dengan lebih dari 100 orang anggota. Ia menyebutkan bahwa kabinet yang terlalu besar akan sulit berfungsi secara efektif dan efisien. Menurutnya, jika kabinet terlalu gemuk, koordinasi antar kementerian dan lembaga akan menjadi masalah besar.
Yanuar memberikan contoh dari pengalaman pemerintahan Jokowi saat menggabungkan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Kehutanan. Pada awalnya, penggabungan ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih antara tugas eksploitasi sumber daya hutan dan konservasi lingkungan. Namun, jika kementerian tersebut dipecah lagi, dikhawatirkan akan muncul benturan kepentingan yang sama.
Harapan untuk Pendidikan dan Riset
Yanuar juga menyoroti pentingnya sektor pendidikan dan riset bagi masa depan bangsa. Ia menekankan bahwa sektor pendidikan seharusnya tidak dipolitisasi, dan mengambil contoh dari Singapura yang menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama tanpa kompromi politik. Menurutnya, politisasi pendidikan di Indonesia telah menjadi masalah kronis, di mana jabatan menteri pendidikan sering kali diberikan berdasarkan afiliasi organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah, bukan berdasarkan kompetensi.
Yanuar menekankan pentingnya riset dan inovasi dalam memajukan bangsa. Ia berharap pemerintahan Prabowo benar-benar serius dalam memperkuat sektor riset dengan melibatkan tokoh-tokoh akademisi yang kredibel. Dalam wawancara ini, ia menyebut nama Profesor Satrio sebagai salah satu tokoh yang diharapkan bisa berperan dalam mengelola riset dan pendidikan tinggi.
Hal ini memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan Yanuar Nugroho terhadap pemerintahan baru di bawah Prabowo. Ia menyampaikan kekhawatirannya terkait ukuran kabinet yang besar dan tantangan koordinasi antar lembaga. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pendidikan dan riset untuk masa depan Indonesia, serta perlunya kabinet yang tidak hanya didasarkan pada kompromi politik, tetapi juga pada kompetensi yang dapat menjawab urgensi masalah bangsa.
Wawancara ini mengingatkan kita bahwa membentuk kabinet dan lembaga baru bukanlah pekerjaan yang mudah. Diperlukan perencanaan yang matang, koordinasi yang baik, serta komitmen terhadap kepentingan rakyat dan pembangunan jangka panjang.(c@kra)