MoneyTalk, Jakarta – Di kanal YouTube Helmy Yahya Bicara pada Sabtu (26/10), Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK (2003-2007) yang juga salah satu pendiri KPK, mengemukakan analisisnya tentang akar korupsi yang berlarut-larut di Indonesia, baik pada era Orde Baru maupun Orde Reformasi.
Amien menggambarkan stagnasi pemberantasan korupsi, yang selama 27 tahun Orde Baru dan 25 tahun Orde Reformasi, nyatanya tidak mampu menghilangkan praktek-praktek koruptif secara signifikan. Dengan mengedepankan pentingnya setting tone from the top, ia menegaskan bahwa presiden dan kabinet harus memiliki komitmen untuk menekan budaya suap.
Dalam kesempatan ini, Amien menggarisbawahi tiga tantangan utama yang perlu diatasi untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, khususnya melalui kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Evaluasi 25 Tahun Reformasi: Mengapa Korupsi Tak Kunjung Hilang?
Menurut Amien, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan pengkajian secara time frame agar kita bisa melihat apa yang sudah dan belum berhasil. Setelah 25 tahun Reformasi, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia masih berada di angka 34—angka yang sama seperti pada 2013. Bahkan, Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara, yang menunjukkan bahwa korupsi masih tersebar di berbagai sektor.
Ia menunjukkan bahwa persoalan korupsi ini bukanlah hal baru. Pada akhir Orde Baru, korupsi sudah menjadi perhatian serius hingga lahir TAP MPR tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Amien menyatakan, “Tahun 1999, kita menyusun Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, setelah 25 tahun berlalu, hasilnya masih menunjukkan bahwa korupsi tetap banyak. Jadi, pertanyaannya, apa yang salah?”
Mengapa Suap Menjadi Pusat Korupsi di Indonesia?
Dalam wawancara tersebut, Amien menjelaskan bahwa suap adalah salah satu bentuk korupsi yang paling dominan di Indonesia, tetapi sayangnya kurang mendapat perhatian. Dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No. 20 tahun 2001, terdapat 30 jenis korupsi yang dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, termasuk yang merugikan keuangan negara, suap, dan gratifikasi. Berdasarkan hasil survei dari Transparency International, responden—terutama dari kalangan bisnis—mengidentifikasi suap sebagai jenis korupsi yang paling sering mereka hadapi saat beroperasi di Indonesia.
Amien juga menjelaskan bahwa penegakan hukum selama ini lebih berfokus pada bentuk-bentuk korupsi yang merugikan keuangan negara, dan sering kali suap tidak diprioritaskan. Padahal, di negara-negara dengan IPK tinggi, fokus utama pemberantasan korupsi adalah pada pencegahan suap. Suap sering kali tidak berdampak langsung pada keuangan negara tetapi merusak integritas institusi.
Setting Tone from the Top
Dalam wawancara, Amien menekankan pentingnya setting tone from the top atau keteladanan dari pucuk pimpinan untuk membangun komitmen pemberantasan korupsi. Dalam pidato Prabowo, terdapat komitmen untuk memberantas korupsi yang Amien anggap sebagai angin segar bagi Indonesia. Ia berpendapat bahwa Prabowo perlu memberi perhatian khusus pada kasus suap, terutama di tingkat pejabat tinggi, menteri, dan wakil menteri, karena sejarah menunjukkan bahwa banyak pejabat tinggi yang terseret kasus suap.
Menurut Amien, fakta bahwa kabinet Prabowo mengadakan pertemuan tertutup di Magelang menunjukkan keseriusan dalam membangun tim yang solid. Ia berharap, program pemberantasan korupsi menjadi agenda utama dalam arahan Prabowo kepada menteri-menterinya.
Fokus pada Pencegahan Suap sebagai Kunci Pemberantasan Korupsi. Untuk mengatasi masalah korupsi secara efektif, Amien menyarankan dua langkah strategis bagi kabinet Prabowo.
Pertama. Penekanan pada Penghapusan Suap di Lingkungan Kabinet: Amien menegaskan bahwa semua anggota kabinet harus dipastikan bebas dari praktik suap, baik melalui arahan langsung maupun melalui peningkatan pengawasan yang ketat. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi peluang korupsi di level atas dan memberikan contoh bagi pemerintahan di tingkat bawah
Kedua. Perbaikan Pemahaman terhadap Undang-Undang Antikorupsi: Amien menyoroti bahwa penegak hukum selama ini kurang memahami seluruh aspek UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama terkait suap. Ia berharap penegakan hukum dapat berfokus pada suap sebagai salah satu penyebab utama tingginya indeks korupsi.
Amien Sunaryadi memberikan gambaran mengenai tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia. Diharapkan, kabinet Prabowo yang dibentuk ke depan mampu menerapkan strategi yang tepat untuk memerangi suap dan korupsi dengan serius dan konsisten. Dengan pendekatan yang tepat, Amien optimis bahwa Indonesia dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi dan menciptakan iklim investasi yang lebih bersih dan kondusif.(c@kra)