MoneyTalk, Jakarta – Di tengah dinamika ekonomi global yang semakin kompleks, mata uang Dolar AS (USD) kembali menjadi sorotan. Hal ini tak lepas dari diskusi di kanal YouTube Benix, yang pada Sabtu (02/11) membahas kemungkinan tergerusnya dominasi dolar di dunia. Dalam kesempatan tersebut, beberapa alasan dikemukakan mengenai kekuatan dolar sebagai mata uang terkuat, serta kekhawatiran Amerika Serikat akan tantangan dari negara-negara lain.
Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menjelaskan bahwa dolar menjadi mata uang terkuat dunia berkat sejumlah faktor pendukung. Pertama, Amerika Serikat memiliki ekonomi terbesar di dunia. Hal ini memberikan kepercayaan dan stabilitas bagi negara-negara lain untuk bertransaksi dalam dolar. Kedua, AS menguasai banyak teknologi utama yang mendukung perekonomian global, mulai dari teknologi informasi, komunikasi, hingga teknologi canggih lainnya. Keunggulan di bidang teknologi ini memberikan Amerika posisi monopoli dalam ekonomi dunia, menjadikan dolar sebagai pilihan utama dalam perdagangan internasional.
Amerika memiliki keistimewaan yang disebut counter-cyclical, yakni kemampuan untuk merespons kondisi ekonomi buruk dengan kebijakan moneter atau fiskal. Ketika perekonomian mengalami pelemahan, AS bisa menurunkan suku bunga dan meningkatkan suplai uang dengan mencetak dolar, tanpa mengkhawatirkan dampak langsung terhadap stabilitas ekonomi dalam jangka pendek.
Dalam kondisi ini, banyak negara berkembang seperti Indonesia justru menghadapi tantangan besar. Saat berutang dengan dolar, negara-negara ini menghadapi risiko besar, karena harus membayar dengan mata uang yang memiliki suku bunga tinggi dan kurs yang fluktuatif.
Pengaruh dolar dalam ekonomi global juga didukung oleh konsep petrodolar, di mana perdagangan minyak dunia umumnya dilakukan dalam dolar. Namun, belakangan ini muncul upaya dari negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar. Upaya ini dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas dolar, terutama jika semakin banyak negara beralih ke mata uang lain untuk perdagangan energi.
Di sisi lain, AS telah lama mendominasi sektor teknologi, yang menjadi faktor penting dalam menjaga kekuatannya. Dari revolusi industri yang dimulai oleh Inggris, AS berhasil melanjutkan inovasi di sektor-sektor strategis seperti telekomunikasi, perangkat lunak, hingga teknologi militer. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan pun terus mengikuti jejak AS dalam hal inovasi, meskipun belum mampu menggeser posisi dominan dolar secara signifikan.
Sri Mulyani juga menekankan bahwa dominasi ekonomi tidak semata-mata bergantung pada sektor pertanian atau industri ringan. Akan tetapi, lebih pada inovasi teknologi tinggi. Ia memberi contoh, negara-negara seperti Belanda bisa menjadi eksportir hasil pertanian terbesar berkat teknologi canggih, meski luasnya hanya sebesar provinsi Jawa Barat di Indonesia.
Amerika Serikat saat ini merasa semakin terancam dengan munculnya negara-negara yang mencoba menantang supremasi dolar. AS merespons dengan memperkuat aliansi pertahanan di berbagai kawasan dan menerapkan sanksi ekonomi kepada negara-negara yang mencoba menggunakan mata uang lain untuk perdagangan internasional. Dengan semakin tingginya ketegangan geopolitik dan ekonomi, AS khawatir akan berkurangnya dominasi dolar dalam waktu dekat.
Dengan dilantiknya Kabinet Merah Putih, rakyat Indonesia menaruh harapan besar akan terwujudnya perbaikan ekonomi dan kemandirian yang lebih tinggi. Menteri Keuangan Sri Mulyani diharapkan bisa menyusun strategi untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah tekanan global, terutama terkait fluktuasi dolar. Di saat yang sama, Indonesia harus fokus pada pengembangan teknologi dan industri bernilai tinggi yang akan membantu negara menjadi lebih mandiri dan berdaya saing.
Meski dolar telah lama menjadi penguasa pasar keuangan global, kini posisinya perlahan-lahan mulai digoyang oleh kekuatan ekonomi baru seperti Cina dan BRICS. Namun, dengan kekuatan ekonomi dan teknologi yang dominan, Amerika Serikat masih memiliki posisi yang kuat.
Bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tantangan terbesar adalah mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada dolar, sembari memperkuat perekonomian domestik agar lebih tahan terhadap gejolak global.(c@kra)