MoneyTalk, Jakarta – Ekonomi Indonesia di awal November 2024 menunjukkan tanda-tanda yang mencerminkan kondisi “mixed.” Dalam acara Power Lunch di CNBC Indonesia, Ekonom Senior Raden Pardede mengungkapkan keprihatinan atas perkembangan sektor manufaktur yang terus mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut. Hal ini tercermin dari angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang terkontraksi pada level 49,2 di bulan Oktober 2024. Sementara itu, inflasi pada bulan yang sama tercatat sebesar 0,08% month-to-month (mtm) atau 1,71% year-on-year (yoy). Dalam konteks ini, Raden Pardede menekankan pentingnya fokus pada daya beli kelas menengah, yang dianggap sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kondisi sektor manufaktur yang terus terkontraksi mengindikasikan adanya tantangan serius yang dihadapi oleh industri. PMI yang berada di bawah angka 50 menunjukkan bahwa sektor ini mengalami kontraksi. Raden Pardede menyoroti bahwa dampak dari kontraksi ini dirasakan secara luas, terutama bagi kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi domestik. Daya beli yang tertekan di sektor manufaktur mengarah pada berkurangnya kemampuan masyarakat untuk berbelanja, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi.
Meskipun inflasi menunjukkan sedikit kenaikan, Raden Pardede menekankan bahwa inflasi ini tidak diimbangi oleh pertumbuhan daya beli. Inflasi yang tercatat 0,08% (mtm) dan 1,71% (yoy) menunjukkan adanya kenaikan harga, tetapi belum tentu berkontribusi pada peningkatan pendapatan riil masyarakat. Ketidakpastian ekonomi dan penurunan daya beli kelas menengah menciptakan tantangan besar bagi pemerintah Prabowo-Gibran untuk merancang strategi pemulihan yang efektif.
Di sisi lain, Raden Pardede mencatat bahwa sektor pertanian menunjukkan tanda-tanda positif dengan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional yang tumbuh 0,33% (mtm) menjadi 120,70. Ini merupakan indikasi bahwa daya beli di sektor pertanian mulai meningkat. Namun, peningkatan ini tidak serta merta dapat diandalkan untuk menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. Kelas menengah, yang umumnya berkontribusi besar terhadap konsumsi, masih menghadapi tantangan yang lebih besar.
Raden Pardede menegaskan, kelas menengah merupakan “tenaga dalam” yang menggerakkan ekonomi Indonesia. Ketika daya beli kelas menengah tertekan, pertumbuhan ekonomi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya lebih keras untuk meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di sektor-sektor yang memiliki dampak langsung terhadap konsumsi. Strategi tersebut bisa mencakup penyesuaian kebijakan fiskal, peningkatan akses terhadap pekerjaan yang layak, serta dukungan bagi sektor-sektor yang dapat menyerap tenaga kerja.
Dalam konteks kebangkitan ekonomi Indonesia, Raden Pardede memberikan beberapa rekomendasi bagi pemerintah Prabowo-Gibran. Pertama, perlu adanya stimulus ekonomi yang dapat langsung menyentuh masyarakat, seperti bantuan sosial yang tepat sasaran. Kedua, pengembangan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan industri, terutama di sektor manufaktur dan pertanian, perlu menjadi fokus utama. Ketiga, peningkatan pendidikan dan keterampilan tenaga kerja agar dapat memenuhi kebutuhan pasar yang semakin beragam dan kompetitif.
Kondisi ekonomi Indonesia di awal November 2024 menunjukkan tantangan serius, terutama bagi sektor manufaktur dan daya beli kelas menengah. Dengan inflasi yang meningkat dan kontraksi sektor manufaktur yang berkepanjangan, diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk mengangkat daya beli masyarakat. Kelas menengah, sebagai penggerak utama ekonomi, harus menjadi fokus dalam setiap kebijakan yang diambil. Jika tidak, pemulihan ekonomi Indonesia akan sulit tercapai, dan dampaknya akan terasa dalam jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi nasional.(c@kra)