MoneyTalk, Jakarta – Lembaga pengawas anggaran Center For Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk segera menyelidiki proyek pembangunan Gedung UPPPD Kebayoran Lama yang dikerjakan oleh PT Debitindo Jaya. Proyek tersebut memiliki nilai kontrak fantastis, yaitu sebesar Rp29,5 miliar.
Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, meminta Kejati DKI Jakarta mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Ia juga mendesak agar jajaran komisaris dan direksi PT Debitindo Jaya serta Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta segera dipanggil untuk dimintai keterangan karena adanya indikasi manipulasi dalam proses tender.
CBA sebelumnya menemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek ini. Koordinator CBA, Jajang Nurjaman, menyampaikan kepada media bahwa proyek pembangunan Gedung UPPPD Kebayoran Lama berpotensi mengandung praktik tender fiktif alias bodong. Pagu proyek diketahui mencapai Rp38,1 miliar, dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp37,9 miliar.
PT Debitindo Jaya memenangkan proyek dengan penawaran sebesar Rp29,58 miliar atau sekitar 77,98% dari HPS. Meski secara kasat mata terlihat efisien, CBA menilai penawaran yang terlalu rendah dapat berisiko menurunkan kualitas bangunan di lapangan.
Temuan CBA mengungkap setidaknya tiga pola manipulasi yang mencurigakan. Pertama, 12 peserta tender mengajukan harga yang identik hingga dua digit desimal, yakni Rp30.346.612.840,83. Bahkan ada tiga peserta lain dengan angka nyaris sama. Fenomena ini mengarah pada praktik price fixing atau pengaturan harga.
Kedua, struktur penawaran disusun secara sistematis dan bertingkat, dengan selisih harga yang sangat kecil. Pola ini memperkuat dugaan adanya cover bidding atau penawaran pengiring untuk menciptakan ilusi persaingan semu dalam proses lelang.
Ketiga, dari total 209 peserta tender, dua di antaranya tidak mencantumkan NPWP, dan lebih dari 170 perusahaan tidak mengisi penawaran harga sama sekali. Hal ini menunjukkan banyak peserta hanya dijadikan “penggembira” demi memenuhi formalitas lelang.
CBA menilai kasus ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip pengadaan barang dan jasa yang seharusnya transparan, adil, dan akuntabel. CBA pun mendesak KPK, BPK, dan lembaga pengawas lainnya untuk segera melakukan audit investigatif serta memproses hukum seluruh pihak yang terlibat agar tidak terjadi pemborosan anggaran, proyek gagal mutu, dan kerusakan iklim usaha.