Pemerintah Bidik Pasar Ekspor Industri Furnitur

  • Bagikan

JAKARTA, MoneyTalk – Industri furnitur merupakan salah satu sektor padat karya yang menjadi penopang kemajuan ekspor Indonesia. Saat ini, industri furnitur mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 143 ribu orang dan jumlah perusahaan yang tergabung sebanyak 1.114 ribu unit usaha.

Pertumbuhan PDB industri furnitur memiliki pencapaian gemilang pada 2021 sebesar 8,16% dan di 2022 sebesar 0,21% diiringi dengan rata rata utilisasi yang cenderung stabil. Data terakhir pada Desember 2022 mencatatkan utilisasi industri furnitur berada di angka 74,16%. Industri furnitur memiliki potensi pasar mencapai sekira USD500 miliar, sedangkan proyeksi potensinya berdasarkan World Furniture Account Federation mencapai kurang lebih USD700 miliar dengan pertumbuhan berkisar 6%-10%.

Sepanjang lima tahun terakhir, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia terus meningkat hingga 77,9%. Nilai ekspor furnitur pada 2021 mencapai USD2,8 miliar atau naik sebesar 33% dibandingkan 2020. Sedangkan pada 2022, ekspor industri furnitur kayu dan rotan terpantau cukup stabil di angka USD2,9 miliar.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan industri furnitur sebesar USD5 miliar di 2024, sehingga perlu dilakukan beberapa langkah strategis seperti peningkatan ekspor dan substitusi impor. Selain itu, diharapkan juga lebih banyak produk furnitur yang dijual di platform e-commerce Indonesia.

“Saingannya (industri furnitur Indonesia) kuat seperti Tiongkok dan Vietnam. Jangan kalah dengan mereka. Sky is the limit untuk industri ini yang merupakan penghasil devisa (bagi Indonesia),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ketika memberi sambutan dalam Opening Ceremony Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2023, di Jakarta, Kamis (9/3).

Industri furnitur juga menghadapi beberapa tantangan terkait ketersediaan bahan baku, inovasi desain produk, kreasi kesesuaian selera pasar, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta pemanfaatan teknologi tepat guna terutama terkait kelestarian lingkungan.

“Untuk hambatan bahan baku, hal ini (masalah) klasik yang harus diselesaikan karena itu dibutuhkan UMKM. Kita rapatkan lagi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diminta oleh Uni Eropa, apalagi sekarang berdasarkan aturan yang berlaku di Eropa untuk seluruh produk berbasis hutan, baik kelapa sawit, furnitur, kopi, dan lain-lain, semuanya dikejar jejaknya bahwa mereka tidak ingin ini berasal dari hutan ilegal. Sudah dirapatkan dengan Presiden juga bahwa SVLK ditanggung pemerintah, terutama untuk UMKM, dan anggarannya di KLHK. SVLK boleh saja (diterapkan), tapi jangan sampai membebani pengusaha,” papar Menko Airlangga.

Menko Airlangga mengungkapkan, selain furnitur living, dining, dan craft, ada satu lagi produk industri yang bisa ditarik ke dalam negeri yaitu bed and sheet. Sebab, hal itu akan mendukung industri tekstil nasional, apalagi industri perhotelan mulai bangkit kembali sehingga potensinya sangat besar.

“Tentunya Pemerintah mendorong Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang diharapkan tahun ini selesai, lalu juga Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), termasuk dengan Amerika Serikat, targetnya agar rantai pasok industri furnitur dapat terus berjalan,” pungkas Menko Airlangga.[MT]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *