KPU : Golput Dapat Mengarah ke Tindak Pidana

0

MoneyTalk, Jakarta – Dalam acara Apa Kabar Indonesia yang disiarkan oleh TV One pada Minggu (08/09), Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Komisioner Idham Holik menegaskan bahwa ajakan untuk golput (tidak menggunakan hak pilih) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau Pemilu dapat berpotensi melanggar hukum dan mengarah pada tindak pidana.

Idham Holik menjelaskan bahwa ajakan golput tidak hanya dianggap sebagai tindakan pasif, tetapi juga dapat melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. “Undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap bentuk ajakan untuk tidak memilih atau menggagalkan proses pemilihan dapat dikenakan sanksi pidana,” ungkap Idham. “Meskipun KPU tidak memiliki kapasitas langsung untuk menindak ajakan tersebut, hal ini bisa masuk ke ranah penegakan hukum.”

Pernyataan ini muncul di tengah fenomena meningkatnya ajakan golput di masyarakat, yang dianggap sebagai respons terhadap ketidakpuasan publik terhadap proses pemilu atau kandidat yang ada. Menurut KPU, ajakan golput berpotensi mengganggu hak demokratis warga negara. “Golput bukan hanya persoalan etika, tetapi juga bisa melanggar hukum karena menghalangi hak dan kewajiban warga negara dalam proses demokrasi,” tegas Idham.

KPU juga menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu sebagai bagian dari kontrak sosial antara rakyat dan calon pemimpin. “Jika tidak memilih, hal ini bisa membuka jalan bagi pihak yang tidak kompeten untuk menang,” ujar Idham, menyoroti pentingnya partisipasi yang bermakna dalam pemilu.

Dalam diskusi tersebut, KPU juga mengajak para kandidat untuk lebih serius berkomitmen dalam dialog politik yang sehat. Menurut KPU, kampanye harus dimaknai sebagai kontrak sosial yang jelas antara calon dan pemilih. “Publik harus tahu apa yang dijanjikan oleh calon pemimpin dan memastikan komitmen tersebut terpenuhi,” lanjutnya.

Syahrin: Ajakan Golput Merusak Proses Demokrasi

Juru bicara Anies Baswedan, Syahrin, turut memberikan pandangannya dalam acara yang sama. Menurut Syahrin, golput dapat merusak demokrasi dan menyebabkan hasil pemilu yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. “Bahasa resmi orang baik adalah menghormati hak pilih dengan penuh tanggung jawab. Jika banyak yang golput, suara yang dihasilkan tidak akan mencerminkan kehendak mayoritas rakyat,” ujarnya.

Syahrin juga mengingatkan bahwa ajakan golput bisa berujung pada tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. “KPU memiliki kewenangan untuk menindak ajakan golput yang melanggar hukum karena hal tersebut menghalangi hak demokratis warga negara,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya memilih sebagai bagian dari kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin. “Jika kita tidak memilih, kita bisa menyerahkan masa depan kita kepada pihak yang tidak layak,” lanjut Syahrin, mengingatkan bahwa setiap suara sangat berharga dalam membentuk masa depan bangsa.

Syahrin juga menyoroti pentingnya dialog politik yang transparan selama kampanye. Menurutnya, setiap kandidat harus memberikan jaminan yang jelas mengenai program-program mereka, sehingga pemilih bisa membuat keputusan yang tepat. “Pemilih harus tahu apa yang akan dilakukan calon pemimpin jika terpilih. Inilah kontrak sosial yang kita bentuk dalam demokrasi,” tambahnya.

Syahrin menutup dengan ajakan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan bijak. “Demokrasi harus dibangun melalui partisipasi yang bermakna, bukan melalui apatisme. Masa depan bangsa ada di tangan kita semua,” pungkasnya.

Khairul Umam: Ajakan Golput Berpotensi Mengganggu Produktivitas Demokrasi

Khairul Umam, seorang pengamat politik, memberikan pandangannya mengenai ajakan golput (tidak menggunakan hak pilih) yang belakangan ini semakin marak. Dalam pernyataannya, Umam menekankan bahwa ajakan golput dapat berdampak negatif terhadap produktivitas demokrasi dan berpotensi melanggar hukum.

Menurut Umam, ajakan golput tidak hanya mencerminkan ketidakpuasan terhadap politik yang ada, tetapi juga bisa menjadi gerakan yang kurang produktif untuk demokrasi. “Sebenarnya, ajakan golput ini dapat menjadi bentuk perlawanan politik yang tidak produktif jika dilakukan secara masif,” ujar Umam. Ia mengaitkan fenomena ini dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 284, yang mengatur tentang sanksi bagi mereka yang melakukan ajakan untuk tidak memilih.

Umam menjelaskan bahwa undang-undang tersebut mencakup sanksi pidana untuk ajakan atau dorongan yang dapat merusak proses pemilihan. “Pasal 284 mengatur bahwa ajakan untuk golput atau tindakan yang menggagalkan proses pemilu dapat dikenakan sanksi pidana, yang bisa berupa hukuman penjara hingga tiga tahun dan denda sekitar 36 juta rupiah,” tambahnya.

Ia juga menyoroti bahwa ajakan golput sering kali muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap proses politik yang ada. “Ini bisa menjadi simbol perlawanan terhadap kekuatan politik yang ada, tetapi harus diantisipasi secara bijaksana. Apakah gerakan ini dapat mempengaruhi produktivitas demokrasi atau malah mengganggu?” tanyanya.

Umam kemudian mengaitkan fenomena golput dengan sikap politik dari calon-calon tertentu. “Ketidakpuasan terhadap calon atau proses politik yang ada sering kali membuat masyarakat merasa tidak puas dan memilih untuk golput. Namun, politik yang sehat seharusnya bisa mengakomodasi aspirasi masyarakat dan tidak semata-mata menjadi ajang perlawanan yang merugikan proses demokrasi,” jelasnya.

Khairul Umam juga menekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan partisipasi politik yang bermakna. “Sebagai bagian dari kontrak sosial, memilih haruslah dilakukan dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab. Memilih atau tidak memilih seharusnya didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang calon dan program-program yang mereka tawarkan,” ujarnya.

Ia menyarankan agar kandidat seperti Anies Baswedan dapat menyerap aspirasi masyarakat dengan baik dan menghindari kebijakan yang hanya mementingkan simbol politik semata. “Dalam konteks ini, calon pemimpin harus mampu menghadirkan solusi konkret dan bukan hanya sekadar simbol perlawanan. Politik harus dapat menghadirkan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat,” pungkas Umam.

Dengan begitu, Umam menekankan bahwa penting untuk mengelola ajakan golput dengan bijaksana dan memastikan bahwa partisipasi politik masyarakat tetap produktif bagi proses demokrasi.(c@kra)

Leave A Reply

Your email address will not be published.