Nama Jokowi Muncul di Sidang Kasus Timah, Disebut Memberikan Arahan

0

Pada Kamis (12/09), dalam sidang kasus dugaan korupsi di PT Timah Tbk, nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut oleh saksi terkait arahannya mengenai tambang timah ilegal di Bangka Belitung.

Saksi tersebut, Ali Samsuri, mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk wilayah Bangka Belitung, menyinggung arahan Presiden Jokowi untuk mengakomodir para penambang ilegal agar mereka tidak diburu aparat.

Ali Samsuri memberikan kesaksiannya untuk terdakwa eks Direktur PT Timah Tbk, Mokhtar Riz Pahlevi, dan kawan-kawan. Saat diinterogasi oleh Jaksa terkait program PT Timah untuk mengatasi rendahnya produksi timah pada tahun 2015 hingga 2017, Ali menjelaskan bagaimana PT Timah berupaya mengakomodir para penambang ilegal melalui perusahaan mitra yang memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

Ali Samsuri mengungkapkan bahwa pada saat itu tidak semua penambang ilegal menjual bijih timah mereka ke PT Timah melalui mitra IUJP. Menurutnya, saat Presiden Jokowi berkunjung ke Bangka Belitung, banyak masyarakat yang menyampaikan keluhan terkait tambang ilegal. Dalam kunjungan tersebut, Presiden memberikan arahan agar penambang ilegal dibina dan diakomodir secara legal.

“Jadi, statement beliau (Presiden Jokowi) adalah agar masyarakat penambang ilegal dibina dan dibuat legal. Arahan tersebut diberikan agar masyarakat sekitar tambang tidak terus dikejar-kejar oleh aparat,” ungkap Ali dalam sidang.

Pernyataan Ali ini juga didukung oleh informasi dari situs Sekretariat Kabinet, di mana Presiden Jokowi pernah memerintahkan Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said, untuk menata tambang timah di Bangka Belitung. Sudirman Said kemudian menyatakan akan bekerja sama dengan Kementerian BUMN dan pemerintah daerah dalam menata tambang ilegal ini.

Jaksa dalam sidang menyinggung dugaan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp 1 triliun akibat pertambangan liar di wilayah Bangka Belitung. Banyak tambang rakyat yang beroperasi tanpa memiliki legalitas, baik dari aspek lingkungan maupun teknis, yang menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, Mokhtar Riz Pahlevi didakwa melakukan korupsi bersama pelaku lain, termasuk Helena Lim dan Harve Muis. Harve Muis, yang disebut sebagai perpanjangan tangan PT RBT, bersama Mokhtar Riz Pahlevi diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Harve dan Mokhtar menyepakati agar kegiatan pertambangan liar ini dilindungi dengan sewa-menyewa peralatan pengolahan dan peleburan timah. Harve Muis juga disebut meminta pihak smelter (pemurnian) untuk menyisihkan sebagian keuntungan, yang kemudian diserahkan kepadanya sebagai dana CSR, yang difasilitasi oleh Helena Lim.

Kasus ini memperlihatkan adanya pengakomodasian tambang ilegal yang diduga melibatkan berbagai pihak, baik dari sektor swasta maupun pejabat PT Timah. Proses legalisasi tambang ilegal yang digagas pemerintah, meskipun bertujuan menata tambang rakyat, masih menuai kontroversi, terutama dalam kaitannya dengan dugaan korupsi yang merugikan negara.

Leave A Reply

Your email address will not be published.