Hasan Nasbi: Rocky Gerung Lebih Berbahaya dari Snouck Hurgronje?
MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah diskusi yang tayang di acara Rosi di Kompas TV, terjadi perdebatan sengit antara Hasan Nasbi, pendiri Cyrus Network, dan Rocky Gerung, seorang filsuf, dan pengamat politik. Perdebatan ini menjadi panas ketika Hasan secara terbuka menyebut Rocky lebih berbahaya dari Snouck Hurgronje, seorang tokoh Belanda yang dikenal karena strategi infiltrasi politiknya di kalangan umat Islam pada masa kolonial. Pernyataan Hasan ini memicu reaksi keras dari Rocky Gerung dan penonton diskusi tersebut.
Snouck Hurgronje adalah seorang orientalis asal Belanda yang terkenal dengan perannya dalam membantu pemerintah kolonial Belanda menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Dia mempelajari Islam secara mendalam dan berpura-pura menjadi seorang Muslim untuk memahami budaya dan keyakinan lokal. Tujuan akhirnya adalah untuk memberikan nasihat kepada pemerintah kolonial tentang cara menaklukkan Aceh, yang saat itu masih melakukan perlawanan sengit terhadap Belanda. Hurgronje kerap dianggap sebagai figur yang manipulatif karena menggunakan agama sebagai alat untuk memuluskan agenda kolonial.
Hasan Nasbi mengaitkan Snouck Hurgronje dengan Rocky Gerung dalam konteks diskusi di acara tersebut. Menurut Hasan, Rocky, yang mengaku ateis dan sering memberikan kritik tajam terhadap berbagai isu keagamaan dan politik, sering kali dijadikan acuan oleh kelompok tertentu dalam membela argumen keagamaan mereka. Hasan bahkan menyebut Rocky sebagai figur yang lebih berbahaya daripada Snouck Hurgronje.
Dalam pernyataannya, Hasan Nasbi menyebutkan bahwa peran Rocky Gerung dalam mempengaruhi opini publik, khususnya di kalangan kelompok Islam politik, lebih besar dibandingkan dengan peran Snouck Hurgronje di masa kolonial. Hasan secara provokatif mengatakan, “Bang Rocky ini lebih hebat dari Snouck Hurgronje. Kalau Snouck Hurgronje belajar di Mekah dulu dan memakai jubah, Rocky tanpa itu sudah dianggap hujjatul islam.”
Hasan berargumen bahwa Rocky sering kali dijadikan rujukan oleh kelompok-kelompok Islam politik, khususnya oleh mereka yang terlibat dalam gerakan 212, yang sering diidentifikasi sebagai kelompok yang keras dalam menyuarakan pandangan mereka. Dalam pandangan Hasan, kelompok ini cenderung menyematkan status “imam besar” atau bahkan “ulama” kepada Rocky Gerung, padahal pandangan dan latar belakang Rocky sangat jauh dari keislaman.
Hasan menambahkan bahwa pandangan Rocky kerap diambil oleh kelompok-kelompok ini untuk membenarkan tindakan mereka, termasuk tindakan kekerasan. Ia mengutip contoh kasus Ade Armando, seorang dosen dan aktivis media sosial yang dikeroyok dalam sebuah demonstrasi. Hasan meyakini bahwa kelompok politik Islam, bukan sekadar mahasiswa, melihat Ade sebagai target karena dianggap menista agama.
Selama diskusi berlangsung, Rocky Gerung beberapa kali berusaha memotong pernyataan Hasan, merasa bahwa ia telah dituduh secara tidak adil. Rocky menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengklaim sebagai tokoh agama atau pemimpin spiritual, dan bahwa ia hanya memberikan pandangan kritis berdasarkan pemikiran rasional. Namun, Hasan tetap melanjutkan argumennya, mengatakan bahwa pengaruh Rocky di kalangan kelompok-kelompok tersebut tidak bisa diremehkan, bahkan menyebut bahwa Rocky, dengan deklarasi ateisnya, lebih berbahaya dibandingkan Snouck Hurgronje.
Menurut Hasan, Rocky, meskipun seorang ateis yang terbuka, sering kali dianggap sebagai rujukan dalam diskusi agama oleh kelompok-kelompok yang memiliki kecenderungan politik tertentu. “Bang Rocky pakai baju saya ateis saja dianggap sebagai hujjatul islam. Jadi jauh lebih hebat, karena jauh lebih hebat dari Snouck Hurgronje mungkin bahayanya juga jauh lebih besar,” tambah Hasan.
Pernyataan Hasan Nasbi yang menyematkan istilah hujjatul islam kepada Rocky Gerung sebetulnya bukanlah hal yang baru. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Hasan sebagai sindiran terhadap kelompok 212, yang dikenal sebagai gerakan politik Islam yang muncul setelah aksi besar-besaran terkait kasus penistaan agama pada 2016. Hasan menuduh bahwa kelompok ini cenderung menafsirkan pernyataan Rocky Gerung, yang acapkali berseberangan dengan pandangan mainstream Islam, sebagai pembenaran bagi argumen-argumen mereka.
Sebelumnya, Denny Siregar, seorang pegiat media sosial, juga sempat mengomentari pengaruh Rocky Gerung di kalangan kelompok 212, menyebut bahwa Rocky “digadang-gadang sebagai calon Imam Besar dan ulama umat Muslim.” Denny, dengan nada sinis, mengatakan bahwa kelompok ini memandang Rocky sebagai tokoh yang bisa memberikan justifikasi intelektual bagi tindakan-tindakan mereka.
Debat antara Hasan Nasbi dan Rocky Gerung dalam acara Rosi di Kompas TV mencerminkan ketegangan yang terjadi di antara tokoh-tokoh publik yang memiliki pandangan politik dan ideologi yang berbeda. Dalam perdebatan tersebut, Hasan Nasbi menyoroti pengaruh Rocky Gerung yang dianggapnya berbahaya, seraya membandingkannya dengan Snouck Hurgronje, tokoh kontroversial dari masa kolonial Belanda.
Meski Rocky Gerung tidak pernah mengklaim sebagai figur keagamaan, pandangannya sering kali disalahpahami dan dijadikan referensi oleh kelompok-kelompok politik tertentu. Perdebatan ini juga menyingkap isu yang lebih besar tentang bagaimana agama, politik, dan retorika intelektual dapat digunakan oleh berbagai kelompok untuk membentuk opini publik.
Rocky Gerung, dengan gaya retorika kritisnya, tetap menjadi salah satu tokoh yang kontroversial dan disegani di ranah publik Indonesia. Di sisi lain, Hasan Nasbi, dengan kritik tajamnya terhadap pengaruh Rocky, mengingatkan akan pentingnya kehati-hatian dalam menafsirkan peran intelektual dalam politik dan agama.(c@kra)