Cuti Massal Hakim, Merongrong Kedaulatan Hukum
MoneyTalk, Jakarta – Rencana aksi Cuti Bersama Hakim yang akan berlangsung dari 7 hingga 11 Oktober 2024 telah mengguncang kesadaran publik terkait fungsi krusial yang diemban para hakim dalam menjaga keadilan. Gerakan yang diinisiasi oleh Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) ini muncul sebagai protes terhadap stagnasi kesejahteraan hakim. Terutama gaji dan tunjangan yang tidak mengalami perubahan signifikan selama lebih dari satu dekade. Meskipun tuntutan ini memiliki dasar yang kuat dan harus ditanggapi serius oleh pemerintah, aksi cuti massal hakim tetap menimbulkan kekhawatiran besar terhadap kedaulatan hukum di Indonesia.
Sebagai penjaga keadilan, hakim memiliki peran sentral dalam memastikan sistem peradilan berjalan dengan baik, tanpa pengaruh atau tekanan dari mana pun. Hakim adalah simbol keadilan yang netral dan independen. Ketika mereka memilih untuk absen secara massal, kita tidak hanya berbicara tentang hilangnya fungsi administratif, tetapi juga potensi hilangnya akses masyarakat terhadap keadilan. Ini bukanlah sekadar masalah internal peradilan, melainkan krisis hukum nasional yang bisa mengganggu fondasi negara hukum.
Hakim sebagai Pilar Keadilan
Hakim bukanlah sekadar pegawai negeri. Mereka adalah benteng utama yang menjaga tegaknya hukum dan keadilan. Saat hakim memutuskan untuk mogok kerja atau mengambil cuti massal, mereka meninggalkan tugas yang paling mendasar: melindungi hak-hak masyarakat. Keputusan untuk melakukan aksi cuti massal, meskipun dimotivasi oleh ketidakpuasan yang sah, tetap menimbulkan pertanyaan besar tentang dampak yang dihadapi masyarakat luas. Apa yang akan terjadi pada kasus-kasus hukum yang tertunda? Bagaimana nasib orang-orang yang mencari keadilan ketika pintu pengadilan tertutup?
Jika gerakan ini berlanjut, masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan hukum menjadi korban. Di tengah situasi ekonomi yang menekan, di mana kesejahteraan rakyat juga tidak ideal, akses terhadap keadilan yang tertunda atau terhambat akan semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap hukum.
Ancaman Terhadap Kedaulatan Hukum
Kedaulatan hukum adalah landasan utama negara yang demokratis. Ini berarti bahwa hukum harus ditegakkan dengan adil, tanpa ada kompromi terhadap pihak mana pun. Namun, ketika hakim — yang merupakan simbol independensi peradilan — memilih untuk melakukan aksi cuti bersama, kedaulatan hukum berada dalam risiko besar. Hukum tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada tangan yang menegakkannya. Jika institusi peradilan terhenti, kita menghadapi ancaman kosongnya kekuasaan hukum, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan negara hukum.
Dalam perspektif yang lebih luas, aksi cuti massal ini dapat dianggap sebagai preseden yang berbahaya. Jika hakim, sebagai pelindung utama keadilan, memilih mogok, apa yang akan mencegah lembaga-lembaga lain dalam sistem hukum untuk melakukan hal serupa? Kepolisian, kejaksaan, bahkan lembaga eksekutif, bisa saja terpengaruh untuk meniru langkah ini. Dampaknya akan merambat luas, menciptakan efek domino yang bisa menggoyahkan kestabilan hukum di Indonesia.
Tuntutan Kesejahteraan Hakim, Sebuah Kebutuhan Mendesak
Tidak bisa dipungkiri bahwa kesejahteraan hakim adalah isu penting yang harus segera diselesaikan. Gaji dan tunjangan hakim yang stagnan selama lebih dari satu dekade adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian. Tuntutan SHI untuk revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 sangat masuk akal, mengingat beban tanggung jawab moral dan sosial yang mereka emban. Inflasi yang meningkat dari tahun ke tahun tanpa adanya penyesuaian dalam gaji dan tunjangan tentu akan berdampak pada kesejahteraan pribadi para hakim dan keluarganya.
Namun, penyelesaian masalah ini tidak dapat dilakukan dengan cara yang dapat membahayakan sistem peradilan. Sebaliknya, pemerintah harus segera merespons tuntutan ini melalui dialog terbuka dengan SHI dan Mahkamah Agung, serta mencari solusi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Tidak ada yang meragukan bahwa kesejahteraan hakim sangat berkaitan dengan kualitas keadilan yang mereka tegakkan. Hakim yang sejahtera lebih mampu menjaga integritas dan independensinya, sehingga memastikan proses peradilan yang adil bagi semua pihak.
Membangun Jalan Tengah, Dialog dan Tindakan Nyata
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hukum, kita harus mencari solusi yang lebih bijaksana daripada sekadar aksi cuti massal. Aksi ini hanya akan menambah masalah baru, bukan menyelesaikan persoalan mendasar yang dihadapi para hakim. Dialog yang konstruktif antara pemerintah, Mahkamah Agung, dan SHI harus segera dilakukan untuk menemukan jalan keluar yang tepat. Pemerintah harus bertanggung jawab dalam menciptakan regulasi yang dapat memenuhi kesejahteraan hakim, sementara SHI perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari aksi yang mereka lakukan terhadap masyarakat luas.
Keadilan adalah pilar utama dari kedaulatan hukum. Ketika keadilan tidak dapat diakses, kedaulatan hukum akan runtuh. Untuk itu, saya mendesak semua pihak yang terlibat untuk tidak mengabaikan tanggung jawab mereka. Hakim harus tetap menjadi tiang penyangga sistem peradilan yang berfungsi dengan baik, sementara pemerintah harus berperan aktif dalam memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Negara hukum kita tidak boleh terguncang hanya karena pemerintah lambat dalam merespons tuntutan kesejahteraan.
Kedaulatan Hukum Tidak Boleh Dikorbankan
Pada akhirnya, keadilan bukanlah sekadar masalah penggajian atau tunjangan. Ini adalah soal menjaga martabat profesi hakim dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan yang adil. Kesejahteraan hakim memang penting, tetapi harus dicapai melalui cara-cara yang tidak merusak kedaulatan hukum. Saya berharap aksi cuti massal ini dapat dipertimbangkan kembali, dan solusi yang lebih baik dapat ditemukan melalui dialog yang produktif.
Kedaulatan hukum adalah milik kita semua. Mari kita jaga dengan bijaksana, demi masa depan hukum yang lebih adil dan masyarakat yang berdaya.
Demikian disampaikan oleh Mus Gaber, Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Jakarta, 28 September 2024
Views: 2