MoneyTalk, Jakarta – Pada tayangan yang dipublikasikan di kanal YouTube MRohman Official pada Rabu, 16 Oktober 2024, Sri Bintang Pamungkas kembali menyatakan sikapnya yang menolak pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
Pernyataan ini mendapat perhatian luas karena memuat berbagai alasan mendasar terkait sejarah masa lalu keluarga Prabowo, isu etika, dan kontroversi terkait Gibran. Artikel ini mengulas secara rinci wawancara tersebut serta pandangan Bintang mengenai masa depan kepemimpinan Indonesia di bawah Prabowo-Gibran.
Sejarah Keluarga Prabowo dan Alasan Penolakan
Dalam pernyataannya, Sri Bintang menegaskan bahwa penolakan terhadap Prabowo bukan hanya karena ia berpasangan dengan Gibran, melainkan karena sejarah keluarga Prabowo sendiri. Bintang mengingatkan kembali peran ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, dalam peristiwa PRRI/Permesta pada tahun 1958.
Saat itu Sumitro bergabung dengan gerakan pemberontakan yang menentang Republik Indonesia. Setelah gerakan tersebut gagal, keluarga Sumitro dikabarkan melarikan diri ke Inggris dan menjadi warga negara Inggris. Menurut Bintang, ini menimbulkan dugaan bahwa Sumitro bekerja sama dengan intelijen barat seperti MI6 dan CIA dalam upaya menjatuhkan Presiden Soekarno.
Bintang juga merujuk pada “Dokumen Gilchrist” yang mengungkapkan keberadaan “local army friends” — pihak-pihak dalam militer Indonesia yang menjadi sekutu Inggris dan Amerika. Menurut Bintang, Sumitro dianggap sebagai salah satu dari mereka, berperan dalam memberikan informasi yang membantu upaya kudeta terhadap Soekarno dan mendukung kepentingan Barat.
Pengaruh Sumitro dalam Kebijakan Ekonomi Indonesia
Selain itu, Bintang juga menyoroti peran Sumitro dalam membangun jaringan teknokrat yang disebut “Mafia Berkeley.” Para ekonom lulusan Universitas California, Berkeley, seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, dan Emil Salim, di bawah pengaruh Sumitro, berperan dalam mengarahkan kebijakan ekonomi Indonesia di era Orde Baru.
Menurut Bintang, kebijakan mereka yang pro-Barat, terutama terkait utang luar negeri, justru menjerumuskan Indonesia ke dalam krisis moneter pada tahun 1997. Krisis tersebut dinilai sebagai kegagalan kebijakan teknokrat “Mafia Berkeley,” yang meninggalkan dampak negatif hingga saat ini.
Kritik Terhadap Prabowo: Fasisme dan Penculikan Aktivis
Sri Bintang kemudian menyoroti karakter Prabowo yang dianggap memiliki sifat fasis. Menurut Bintang, beberapa tokoh seperti Subadio Sastrosatomo pernah menyebut Prabowo sebagai sosok yang temperamental dan cenderung menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
Hal ini menurut Bintang tercermin dari peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1997-1998, di mana Prabowo dituduh terlibat dalam operasi Tim Mawar yang bertanggung jawab atas hilangnya para aktivis pro-demokrasi. Meskipun Prabowo tidak pernah terbukti secara langsung bertanggung jawab atas kematian para aktivis, tuduhan tersebut masih melekat pada dirinya.
Kontroversi Gibran dan Akun Fufa Fafa
Di samping kritik terhadap Prabowo, Bintang juga menyentuh kontroversi terkait Gibran Rakabuming, khususnya akun media sosial Fufa Fafa yang menyebarkan ujaran kebencian. Akun tersebut diduga terkait dengan Gibran, meskipun hingga saat ini Gibran belum memberikan klarifikasi yang tegas.
Konten akun ini, menurut Bintang mencerminkan kurangnya kompetensi Gibran sebagai pemimpin serta merusak citra etika dan moral yang seharusnya dimiliki oleh seorang calon wakil presiden.
Masyarakat menilai bahwa Gibran, selain kurang berpengalaman dalam politik nasional, juga tidak menunjukkan standar etika yang baik, terutama dengan tidak menanggapi isu akun tersebut. Hal ini menambah alasan mengapa Sri Bintang dan kelompoknya menolak pasangan Prabowo-Gibran untuk memimpin Indonesia.
Masa Depan Kepemimpinan Indonesia
Sri Bintang Pamungkas menutup pernyataannya dengan mengingatkan masyarakat akan pentingnya sejarah dan etika dalam memilih pemimpin. Ia menilai bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang bersih dari masa lalu yang kelam dan memiliki integritas yang tinggi.
Bintang menyatakan bahwa meskipun Prabowo dan Gibran dilantik, Indonesia akan menghadapi tantangan besar jika dipimpin oleh tokoh-tokoh yang memiliki sejarah dan reputasi yang dipertanyakan.
Bintang dan kelompoknya berkomitmen untuk terus menyuarakan penolakan mereka terhadap Prabowo dan Gibran. Ia mengajak masyarakat untuk kritis terhadap pemimpin yang akan memimpin bangsa ini selama lima tahun ke depan.(c@kra)