Mentalitas Feodal dan Kebebasan Berekspresi

  • Bagikan
Mentalitas Feodal dan Kebebasan Berekspresi
Mentalitas Feodal dan Kebebasan Berekspresi

MoneyTalk, Jakarta – Dalam wawancara eksklusif yang tayang di podcast Inilah.com pada 20 Oktober 2024, Haris Azhar, pendiri Lokataru, berbicara tentang tantangan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dalam pernyataannya, ia menggarisbawahi adanya mentalitas feodal yang menghambat perkembangan demokrasi dan penegakan hukum. Ia juga memberikan catatan kritis terhadap pemerintahan Jokowi dan harapan untuk kepemimpinan Prabowo Subianto.

Haris Azhar menekankan bahwa mentalitas penguasa dan pengusaha saat ini masih terjebak dalam pola pikir feodal. Ia mencatat, banyak penguasa yang tidak bisa dikritik dan bersikap defensif terhadap kritik. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi masih dipandang sebagai ancaman daripada sebagai hak yang harus dijunjung.

Ia juga mencatat perkembangan positif di ranah yudisial, di mana semakin banyak hakim yang menolak untuk menghukum individu yang mengekspresikan pendapatnya dengan baik dan benar. Meskipun ada kemajuan, Haris mengingatkan bahwa tantangan untuk kebebasan berekspresi masih sangat nyata.

Dalam wawancara tersebut, Haris mencatat banyaknya pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan terkait hukum dan hak asasi manusia (HAM). Ia menyebutkan bahwa di bawah Pemerintahan Jokowi, intervensi dalam dunia peradilan dan diskriminasi dalam proses legislasi menjadi semakin umum. Undang-undang yang menguntungkan penguasa dan kelompok bisnis dekat penguasa sering kali didorong, sementara kebutuhan kelompok rentan tidak diperhatikan.

Lebih lanjut, Haris mengkritik pemerintah yang hanya menciptakan tim pemulihan pelanggaran HAM tanpa hasil yang signifikan. Ia menilai tindakan tersebut sebagai formalitas yang menghabiskan anggaran negara tanpa menyelesaikan masalah. Kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua dan penculikan aktivis, menurutnya, masih menjadi catatan kelam yang belum terpecahkan.

Haris juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik politik patungan yang merajalela, di mana dukungan politik diharapkan diimbangi dengan imbal balik finansial. Ia menyoroti bahwa ini menciptakan kesulitan dalam penegakan hukum, karena pejabat di kepolisian dan kejaksaan cenderung enggan mengusut kasus-kasus yang melibatkan penguasa atau orang-orang dekat mereka.

Haris Azhar mengatakan, Prabowo Subianto sebagai presiden harus mengambil langkah konkret untuk memperbaiki situasi tersebut. Meskipun banyak mantan korban penculikan yang telah bergabung dengan Prabowo, akuntabilitas hukum tetap harus ditegakkan, dan masalah pelanggaran HAM harus dihadapi dengan serius.

Haris menyimpulkan, meskipun ada tantangan besar, masih ada harapan untuk perbaikan di bidang hukum dan HAM di masa depan. Ia mendorong masyarakat untuk terus bersuara dan memperjuangkan kebebasan berekspresi, sembari mengawasi tindakan pemerintahan baru yang akan dating.

Wawancara Haris Azhar di podcast Inilah.com memberikan gambaran yang jelas tentang tantangan yang dihadapi Indonesia dalam bidang kebebasan berekspresi dan penegakan hukum. Mentalitas feodal yang masih mendominasi di kalangan penguasa dan pengusaha, serta ketidakpastian akuntabilitas hukum, menjadi tantangan besar bagi demokrasi Indonesia.

Harapan tetap ada di bawah kepemimpinan Prabowo, tetapi kerja keras dan keterlibatan aktif masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan perubahan yang nyata.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *