MoneyTalk, Jakarta – Indonesia kini resmi diakui sebagai mitra dari BRICS—kelompok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Langkah ini merupakan salah satu hasil kunjungan Presiden Jokowi ke pertemuan BRICS sebelumnya di Afrika Selatan sebelum digantikan oleh Presiden Prabowo. Pengakuan ini menjadi tonggak penting karena Indonesia sekarang berada di antara 13 negara yang secara kolektif berkontribusi pada sekitar 20% perdagangan global sebagai mitra BRICS, bersama negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Vietnam.
Potensi Keuntungan Indonesia Sebagai Mitra BRICS
Pakar Hukum Bisnis & Perdagangan Internasional, Ariawan Gunawan, menyoroti beberapa keuntungan yang bisa didapat Indonesia sebagai mitra BRICS. Keuntungan ini berkisar dari peluang ekspansi perdagangan hingga akses terhadap pendanaan internasional.
Diversifikasi Pasar
Menjadi mitra BRICS membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor dan impornya, terutama di tengah tantangan seperti kebijakan EU Deforestation Law yang menghambat ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa. Dengan BRICS sebagai jembatan, Indonesia dapat menjangkau pasar-pasar baru yang relatif lebih ramah terhadap produk kelapa sawit dan komoditas lainnya, menciptakan kesempatan untuk menggantikan pangsa pasar yang hilang di Eropa.
Memaksimalkan Keunggulan Komparatif
Keanggotaan sebagai mitra BRICS memberikan peluang bagi Indonesia untuk lebih fokus pada produk-produk yang menjadi keunggulan komparatifnya, seperti sumber daya alam dan produk pertanian. Dengan memanfaatkan posisi ini, Indonesia bisa lebih strategis dalam menentukan komoditas unggulan untuk diekspor, sehingga meningkatkan daya saingnya di pasar internasional.
Akses Pendanaan dan Investasi Infrastruktur
BRICS memiliki lembaga keuangan yang dikenal sebagai New Development Bank (NDB), yang dirancang untuk mendukung proyek-proyek pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang. Dengan akses terhadap NDB, Indonesia dapat memperoleh sumber pendanaan alternatif bagi proyek infrastruktur besar yang sedang berjalan. Ini penting karena Indonesia saat ini sedang menggenjot pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan, dan kereta api.
Penguatan Peran di Kancah Global
Dengan menjadi mitra BRICS, Indonesia memiliki kesempatan untuk berperan lebih besar di panggung internasional dan mempengaruhi kebijakan perdagangan global. Keterlibatan dalam BRICS ini dapat menjadi pintu bagi Indonesia untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam membentuk kebijakan perdagangan internasional yang lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang, khususnya terkait dengan trade dispute settlement atau penyelesaian sengketa perdagangan internasional.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Meski terdapat banyak keuntungan, status mitra juga memiliki beberapa kelemahan dan tantangan yang perlu diperhatikan.
Keterbatasan Hak dan Kewenangan
Sebagai mitra, Indonesia tidak memiliki hak suara atau hak voting dalam pengambilan keputusan di BRICS, yang hanya dimiliki oleh negara-negara anggota tetap. Ini berarti Indonesia harus menerima keputusan yang diambil oleh anggota tetap tanpa memiliki kontrol langsung dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Kesiapan Regulasi dan Penegakan Hukum
Untuk menjadi mitra BRICS yang efektif, Indonesia perlu melakukan berbagai penyesuaian hukum agar lebih sesuai dengan standar internasional, terutama dalam aspek penegakan hukum. Menurut Ariawan, ketidakjelasan hukum atau ketidakpastian dalam penegakan putusan arbitrase internasional masih menjadi kendala bagi investor asing. Contoh nyata adalah banyaknya putusan arbitrase internasional yang tidak dapat dieksekusi di Indonesia. Ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem hukum agar lebih kredibel dan dapat diandalkan oleh pelaku bisnis dan investor.
Tantangan Dedolarisasi dan Sistem Mata Uang Baru
Salah satu inisiatif yang sedang dijajaki oleh BRICS adalah dedolarisasi, yaitu upaya untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi internasional. Jika inisiatif ini dijalankan dengan menciptakan mata uang baru, Indonesia sebagai mitra perlu menyiapkan sistem keuangan domestiknya untuk beradaptasi. Hal ini membutuhkan kejelasan kebijakan dan sistem yang kuat agar dapat mendukung upaya dedolarisasi tanpa mengguncang stabilitas ekonomi domestik.
Konsistensi Fokus di Tengah Banyaknya Komitmen Internasional
Indonesia saat ini memiliki berbagai komitmen di organisasi internasional lainnya, seperti G20 dan upaya aksesi menjadi anggota penuh OECD. Terlalu banyak fokus pada berbagai organisasi dapat mengganggu efektivitas Indonesia dalam mengelola prioritas perdagangan internasional. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk menentukan fokus yang jelas dalam diplomasi ekonominya agar tidak terbagi di antara terlalu banyak organisasi yang masing-masing memiliki tuntutan yang berbeda.
Menyeimbangkan Untung Rugi, Apa yang Harus Dilakukan?
Langkah ke depan bagi Indonesia adalah menjaga keseimbangan antara manfaat dan risiko yang muncul dari status kemitraan BRICS ini. Sebagai langkah awal, penting bagi Indonesia untuk:
Mengoptimalkan Perdagangan dan Investasi dengan negara-negara anggota BRICS untuk mencapai tujuan ekonomi jangka pendek dan menengah.
Memperkuat Penegakan Hukum di bidang investasi dan penyelesaian sengketa internasional untuk memberikan rasa aman bagi investor.
Mengevaluasi Kesiapan Sistem Keuangan domestik jika inisiatif dedolarisasi benar-benar diterapkan, sehingga Indonesia bisa tetap stabil secara ekonomi.
Memastikan Konsistensi Diplomasi Ekonomi sehingga tidak hanya menjadi partisipan dalam BRICS tetapi juga bisa meraih manfaat konkret tanpa mengabaikan organisasi lain yang lebih relevan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Ke depan, Indonesia diharapkan dapat mengoptimalkan peluang yang ada dalam kemitraan ini sambil tetap waspada terhadap risiko yang mungkin muncul, mengingat pentingnya menjaga keseimbangan dalam kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif.(c@kra)