MoneyTalk, Jakarta – Di tengah peran besar BPJS Kesehatan dalam mengakomodasi layanan kesehatan di Indonesia, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, memberikan pernyataan yang mengundang perhatian. Dalam podcast bersama Merdekadotcom pada Selasa, 29 Oktober 2024, ia mengulas kompleksitas pengelolaan layanan BPJS, dengan fokus pada keseimbangan aspek bisnis dan kemanusiaan di rumah sakit.
Mengelola 1,7 juta klaim setiap hari adalah tantangan besar yang bahkan mengundang perhatian internasional, termasuk Harvard, untuk mempelajari sistem BPJS Kesehatan. Pernyataan Ghufron menyoroti bagaimana BPJS terus berjuang dari defisit, pentingnya integritas rumah sakit, dan bagaimana sistem kesehatan Indonesia berperan dalam layanan publik.
Rumah Sakit, Antara Bisnis dan Kemanusiaan
Menurut Ghufron, rumah sakit pada dasarnya boleh menjalankan aspek bisnis. Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa bisnis tersebut tidak boleh menenggelamkan aspek kemanusiaan dan sosial. “Kalau bisnis di rumah sakit boleh, ya, tetapi jangan terlalu menonjol bisnisnya tanpa menghilangkan aspek kemanusiaan dan sosial,” kata Ghufron dalam podcast tersebut. Baginya, rumah sakit adalah institusi yang hadir dengan panggilan sosial untuk melayani, bukan sekadar mengutamakan profit.
Prinsip tersebut muncul dari beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa oknum rumah sakit, seperti klaim fiktif atau manipulasi data pasien yang bahkan mencapai angka kerugian hingga puluhan miliar.
“Ada rumah sakit yang mengakali klaim kesehatan, termasuk membuat klaim pasien yang sebenarnya tidak ada,” jelasnya.
Hal ini menciptakan potensi kerugian hingga Rp2,2 triliun di tahun 2020. BPJS berupaya mengatasi masalah ini dengan meningkatkan pengawasan, melakukan kredensial ulang, dan menyaring mitra layanan kesehatan berdasarkan standar ketat.
Fenomena 1,7 Juta Klaim Per Hari, Perhatian Dunia Internasional
Lonjakan pemanfaatan BPJS yang mencapai 1,7 juta klaim per hari menjadi topik pembicaraan hangat. Angka ini meningkat tajam sejak 2014 yang kala itu hanya mencapai 252 ribu klaim per hari. Hal ini menarik perhatian dunia internasional, seperti Harvard dan John Hopkins, yang mengundang BPJS untuk berbagi pengalaman tentang manajemen klaim besar-besaran tersebut.
“Bahkan mereka (peneliti) dari Mongol sampai mengatakan, ‘I cannot imagine how BPJS can handle more than 1 million claims every day,’” ujar Ghufron.
Volume besar klaim ini memungkinkan BPJS untuk mengamati perilaku pelayanan di seluruh rumah sakit yang bekerja sama. Ghufron mengungkapkan bahwa BPJS mampu memonitor secara real-time praktik medis yang dilakukan di setiap rumah sakit hingga tindakan yang dilakukan oleh dokter tertentu.
Mengatasi Defisit BPJS, Pendekatan Baru dalam Pembiayaan dan Pengelolaan Anggaran
Ghufron juga membahas isu krusial lain yang telah lama dihadapi BPJS Kesehatan: defisit anggaran. Meski BPJS bukan lembaga profit, mereka tetap harus menjaga agar keuangan tetap sehat untuk memastikan pembayaran tepat waktu kepada rumah sakit mitra. Defisit ini telah berlangsung sejak BPJS berdiri pada 2014, yang Ghufron sebut sebagai akibat dari perhitungan awal yang belum optimal dalam menentukan biaya operasional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menutup defisit tersebut, dan mulai tahun 2021, BPJS berhasil mencatatkan cash flow positif.
“Jika sampai defisit, rumah sakit pun bisa terlambat dibayar, yang bisa memengaruhi kualitas layanan,” ujarnya.
BPJS terus memperbaiki sistem pembiayaan yang mereka sebut sebagai ‘strategic purchasing’, yaitu pembelian layanan kesehatan yang berdasarkan hasil klinis optimal, efisiensi biaya, dan kebutuhan nyata masyarakat. Model ini bukan hanya membantu BPJS mengatur pembiayaan secara berkelanjutan, tetapi juga menjaga kualitas layanan.
Komitmen Sosial dan Profesionalisme Pelayanan di Rumah Sakit
BPJS terus mendorong rumah sakit untuk memberikan layanan tanpa diskriminasi dan dengan penuh integritas, baik untuk pasien umum maupun peserta BPJS. Ghufron menegaskan bahwa dokter dan rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS tidak boleh membeda-bedakan pelayanan berdasarkan status sosial atau ekonomi pasien.
“Orang miskin juga berhak mendapatkan operasi dengan durasi sesuai standar, bukan dibatasi hanya 15 menit,” ujarnya.
BPJS telah membangun sistem akreditasi dan kredensial yang memastikan rumah sakit yang bekerja sama memenuhi syarat pelayanan sesuai SOP dan clinical guidelines. Hal ini penting agar semua tindakan medis dilakukan sesuai standar, baik dalam hal pemberian obat, penanganan penyakit, maupun prosedur operasi.
Pernyataan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan antara bisnis dan kemanusiaan dalam layanan kesehatan. Tantangan yang dihadapi BPJS seperti defisit, pengawasan integritas rumah sakit, dan lonjakan klaim yang sangat besar, merupakan isu yang kompleks.
Melalui berbagai inovasi dan kerja sama internasional, BPJS berupaya untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di Indonesia tetap berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Dengan sistem pengawasan real-time dan peningkatan kredibilitas rumah sakit mitra, BPJS Kesehatan bertekad untuk membangun ekosistem kesehatan yang lebih baik di Indonesia.(c@kra)