MoneyTalk, Jakarta – Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, menyampaikan pidato di kanal YouTube Suara Perubahan. Pidato yang mengundang perhatian publik itu terkait kondisi pemerintahan, tantangan ekonomi, dan potensi konflik sosial yang dihadapi Indonesia saat ini. Dalam pidato yang penuh kritik dan keprihatinan ini, Gatot menyoroti isu-isu krusial seperti krisis etika politik, masalah pengangguran, utang negara, serta dampak buruk dari proyek-proyek infrastruktur yang mangkrak.
Salah satu poin utama yang disampaikan Gatot adalah tentang tata krama dan etika dalam kepemimpinan yang semakin memudar di kalangan pejabat negara. Gatot merujuk pada beberapa insiden di mana pejabat senior dan junior terlihat tidak menunjukkan sikap saling menghormati. Menurutnya, etika adalah fondasi dalam berpolitik, dan saat etika ini hilang, persaingan yang tidak sehat dan friksi dalam pemerintahan akan semakin tampak. Ia juga menyinggung kondisi kabinet yang dianggapnya terlalu gemuk dan justru berpotensi menciptakan ketidaksolidan dalam menghadapi tantangan nasional.
Gatot melanjutkan dengan mengkritisi kondisi ekonomi Indonesia yang menurutnya dipenuhi oleh masalah besar akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya. Ia memaparkan beberapa warisan yang membebani pemerintahan saat ini, di antaranya adalah utang negara yang terus bertambah hingga ribuan triliun rupiah. Sementara itu, sumber daya alam, terutama yang terkait dengan perdagangan dengan Tiongkok, dinilai belum berkontribusi signifikan pada APBN.
Selain itu, Gatot menyoroti ketergantungan besar pada pajak, yang menurutnya membebani masyarakat. Ditambah lagi, proyek infrastruktur yang banyak mangkrak, serta kemunculan perjudian online yang masif di kalangan masyarakat bawah, menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya, situasi ini telah meningkatkan kemiskinan dan pengangguran, menciptakan ketimpangan yang kian meluas antara kalangan elite dan masyarakat miskin.
Gatot menekankan bahwa tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda menjadi ancaman serius bagi masa depan Indonesia. Ia mengutip data yang menyebutkan bahwa 9,89% dari generasi muda Indonesia saat ini menganggur. Situasi ini, menurutnya, diperparah dengan kelas menengah yang terus menurun, sementara mereka tidak terdaftar untuk menerima bantuan langsung tunai (BLT), sehingga tidak memiliki perlindungan ekonomi. Hal ini, menurut Gatot, memicu efek domino terhadap krisis sosial yang lebih luas.
Di penghujung pidatonya, Gatot menyoroti pentingnya memiliki integritas dan etika yang kuat dalam berpolitik. Ia berpendapat bahwa para pemimpin harus dapat menjaga kesantunan dalam menjalankan tugas dan menghindari perpecahan di internal pemerintahan. Gatot menilai, untuk mewujudkan persatuan nasional yang kuat, dibutuhkan keteladanan dari para pejabat agar mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi dalam kondisi yang penuh tantangan.
Gatot juga mengingatkan agar pemerintah berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Menurutnya, jika pemerintah gagal dalam memanfaatkan momentum bonus demografi pada 2030, maka beban ekonomi akan semakin berat dan masyarakat tidak akan mampu bangkit.
Menyadari tantangan besar yang dihadapi, Gatot menyerukan kepada masyarakat agar terus mengawasi dan mendukung pemerintahan, sembari tetap kritis terhadap segala bentuk penyimpangan. Gatot mengajak rakyat untuk bergandengan tangan dalam mendukung agenda pemberantasan korupsi dan memastikan pemerintah bersikap adil, jujur, dan transparan.
Pidato Gatot ini tidak hanya mengkritik, tetapi juga menjadi peringatan bagi bangsa Indonesia mengenai urgensi untuk segera mengatasi berbagai krisis dan tantangan yang mengancam persatuan dan stabilitas negara.(c@kra)