MoneyTalk, Jakarta – Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, pada Sabtu (02/11), menyatakan bahwa Indonesia telah resmi mendaftar untuk bergabung dengan BRICS, blok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Langkah ini menarik perhatian publik, menimbulkan harapan sekaligus skeptisisme terkait relevansi dan manfaat bagi Indonesia jika bergabung dalam organisasi ini.
BRICS awalnya dibentuk sebagai wadah ekonomi bagi negara-negara emerging markets untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan politik demi menyaingi dominasi Barat, khususnya AS. Fokus utama BRICS adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan membangun kerangka kerja sama yang lebih independen.
Seiring berjalannya waktu, agenda BRICS tidak hanya berpusat pada isu ekonomi, tetapi juga meluas ke topik-topik politik dan keamanan. Salah satunya seperti kontra-narasi terhadap tatanan global yang didominasi oleh Barat. Hal ini tercermin dari posisi Rusia yang menjadikan BRICS sebagai platform untuk menyeimbangkan kekuatan terhadap NATO dan negara-negara G7.
Perbedaan visi di antara negara-negara anggota sering kali menjadi tantangan internal, terutama antara India dan Tiongkok yang memiliki persaingan geopolitik yang kuat. Akibatnya, terdapat keraguan mengenai apakah BRICS mampu berfungsi sebagai blok yang solid dengan tujuan dan kebijakan yang seragam.
Menurut Yose Rizal Damuri, bergabungnya Indonesia dengan BRICS dapat dipandang sebagai langkah untuk memperkuat posisi diplomatik dan geopolitik di panggung internasional. Selama ini, Indonesia menganut kebijakan luar negeri “bebas dan aktif”. Indonesia bebas dari pengaruh blok-blok tertentu, tetapi aktif dalam berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas global. Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS dipandang sebagai upaya untuk lebih menegaskan peran aktif Indonesia dalam dinamika internasional yang semakin kompleks.
Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan ini untuk memperkuat posisinya di antara negara-negara besar. Dengan menjadi bagian dari BRICS, Indonesia dapat memainkan peran strategis dalam isu-isu global, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Selain itu, Indonesia juga dapat memperkuat kerja sama di bidang perdagangan dan investasi dengan negara-negara BRICS yang memiliki pasar besar dan potensi ekonomi yang besar.
Yose menyebut, bergabung dengan BRICS memberikan sejumlah peluang yang menjanjikan bagi Indonesia, antara lain:
Akses Pasar dan Investasi: Dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia memiliki akses langsung ke pasar besar yang mencakup lebih dari 3 miliar penduduk dunia. Hal ini dapat meningkatkan peluang perdagangan dan investasi dengan negara-negara anggota, terutama Tiongkok dan India, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Diversifikasi Ekonomi: Bergabung dengan BRICS dapat menjadi langkah diversifikasi ekonomi Indonesia agar tidak bergantung pada ekonomi Barat. BRICS telah mencoba menginisiasi berbagai proyek yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, seperti dedolarisasi dan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional. Hal ini sejalan dengan kebijakan Local Currency Settlement (LCS) yang juga tengah dikembangkan oleh Indonesia.
Peran dalam Isu Global: Keanggotaan BRICS dapat membuka peluang bagi Indonesia untuk turut serta dalam penyusunan kebijakan global yang lebih inklusif, termasuk dalam hal perubahan iklim, ketahanan pangan, dan isu-isu sosial lainnya. Sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN, Indonesia dapat menjadi perwakilan kepentingan negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara dalam forum BRICS.
Di sisi lain, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi Indonesia jika resmi bergabung dengan BRICS, misalnya:
Perbedaan Kepentingan di Antara Anggota BRICS: BRICS merupakan blok ekonomi yang terdiri dari negara-negara dengan kepentingan yang berbeda. Seperti yang disampaikan Yose Rizal, BRICS bukanlah organisasi yang selalu solid karena perbedaan pandangan antara negara-negara anggotanya, terutama antara India dan Tiongkok. Ketidaksepakatan di antara anggota BRICS ini dapat mempengaruhi efektivitas kerja sama dan membatasi pengaruh Indonesia dalam blok tersebut.
Dampak Terhadap Kebijakan Bebas-Aktif: Selama ini, Indonesia menganut prinsip bebas-aktif yang memungkinkan untuk bersikap netral dalam konflik antar-negara besar. Namun, bergabung dengan BRICS berpotensi menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih strategis tetapi juga lebih kompleks dalam percaturan geopolitik global. Ada risiko bahwa Indonesia dapat terjebak dalam konflik kepentingan antara negara-negara BRICS dan negara-negara Barat.
Keuntungan Ekonomi yang Tidak Pasti: Menurut Yose Rizal Damuri, agenda ekonomi BRICS saat ini sudah tidak sekuat ketika pertama kali didirikan. Fokus BRICS saat ini lebih banyak pada isu-isu politik dan keamanan. Oleh karena itu, keuntungan ekonomi yang diharapkan Indonesia mungkin tidak sebanding dengan apa yang dicapai jika bergabung dalam kerja sama ekonomi lainnya yang lebih konkret dan terfokus pada sektor perdagangan dan investasi.
Bergabungnya Indonesia dengan BRICS adalah langkah strategis yang memiliki potensi besar, namun juga penuh tantangan. Indonesia harus berhati-hati agar tetap mempertahankan prinsip bebas-aktifnya dan memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga.
Meskipun BRICS bisa menjadi platform bagi Indonesia untuk memperluas pengaruhnya di panggung internasional dan memperkuat ekonomi, Indonesia tetap perlu mengevaluasi dengan seksama keuntungan yang ditawarkan oleh BRICS dan memastikan bahwa keanggotaan ini sejalan dengan tujuan jangka panjang Indonesia di bidang diplomasi dan ekonomi.
Keputusan untuk bergabung dengan BRICS juga mencerminkan bahwa Indonesia siap mengambil langkah lebih aktif dalam dinamika geopolitik dunia, tetapi tetap perlu menjaga keseimbangan antara posisi strategis dan kemandirian politik yang selama ini dipegang teguh.(c@kra)