MoneyTalk, Jakarta – Pernyataan terbaru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep kembali mengundang kehebohan di tengah masyarakat. Skandal penggunaan fasilitas jet pribadi oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo ini dinyatakan bukan merupakan gratifikasi. Alasan yang diberikan oleh KPK, Kaesang telah terpisah Kartu Keluarga (KK) dari Presiden Jokowi.
Alasan ini justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya di kalangan publik. Banyak yang merasa alasan ini sulit diterima, mengingat berbagai unggahan Kaesang di media sosial yang menunjukkan masih adanya penggunaan fasilitas negara.
Salah satu unggahan yang kembali menjadi sorotan adalah momen pada tanggal 21 Mei 2024. Kaesang dan istrinya, Erina Gudono, mengadakan acara tasyakuran kehamilan di Istana Kepresidenan Bogor. Keputusan Kaesang untuk merayakan acara keluarga di lingkungan yang disediakan khusus untuk presiden dinilai sebagai tindakan yang memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Meski Kaesang secara administratif sudah terpisah dari KK orang tuanya, publik mempertanyakan, bagaimana status ini sejalan dengan akses yang ia dan keluarganya peroleh ke fasilitas-fasilitas tersebut.
KPK memang menyatakan kasus penggunaan jet pribadi oleh Kaesang bukanlah tindakan gratifikasi. Penjelasan KPK, Kaesang sebagai individu yang telah terpisah KK, tidak lagi terkait langsung secara administratif dengan Presiden Jokowi, sehingga tidak dapat dikategorikan menerima fasilitas sebagai bentuk gratifikasi. Alasan ini tidak serta-merta diterima publik. Banyak yang merasa bahwa aspek hubungan kekeluargaan, terutama antara ayah dan anak, seharusnya menjadi pertimbangan dalam menilai apakah fasilitas yang dinikmati oleh Kaesang terhubung dengan status presiden ayahnya.
Unggahan-unggahan Kaesang di media sosial menambah panasnya perbincangan ini. Dalam postingannya yang memperlihatkan momen tasyakuran di Istana Kepresidenan Bogor, Kaesang menuliskan rasa terima kasih kepada keluarga besar yang hadir untuk pengajian, salawat, dan syukuran kehamilan Erina. Menurut publik, pemakaian fasilitas istana untuk acara pribadi ini menunjukkan adanya privilege yang tidak bisa diakses masyarakat umum, apalagi mengingat Kaesang kini disebut-sebut tidak lagi berada dalam KK presiden.
Banyak pihak mengkritisi bahwa tindakan Kaesang yang memanfaatkan properti istana, meski untuk acara keluarga, bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara. Netizen pun ramai mengomentari hal ini di media sosial, mempertanyakan ketidaksesuaian antara status administratif Kaesang yang sudah “mandiri” dengan tetap adanya akses istimewa ke properti negara. Beberapa warganet di X (sebelumnya Twitter) bahkan berkomentar sinis: “Sudah pisah dari ortu tapi masih bikin acara di istana kepresidenan?”
Kritik ini semakin tajam karena Kaesang kini telah terjun ke dunia politik dengan bergabung di Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan menduduki posisi Ketua Umum. Sebagai figur publik dan politisi muda, tindakannya dipandang memiliki konsekuensi lebih luas, terutama terkait etika dan tanggung jawab dalam pemanfaatan fasilitas negara. Statusnya sebagai putra presiden tak pelak membawa perhatian besar dan harapan dari masyarakat agar ia mengedepankan sikap yang transparan dan tidak memanfaatkan kedekatan keluarga untuk memperoleh fasilitas yang seharusnya tidak diberikan.
Kritik publik terhadap Kaesang menyuarakan keprihatinan lebih besar mengenai bagaimana fasilitas negara seharusnya digunakan. Sebagai properti yang dibiayai dari anggaran negara, fasilitas seperti Istana Kepresidenan diperuntukkan bagi pejabat tinggi negara dalam menjalankan tugas kenegaraan, bukan untuk kepentingan acara pribadi. Tindakan Kaesang dan respons KPK terhadap dugaan gratifikasi ini mengangkat isu etika yang lebih luas, terutama terkait batas penggunaan fasilitas negara untuk acara yang sifatnya privat.
Publik menyoroti, terlepas dari status administratif Kaesang, relasi personal dengan Presiden Jokowi seharusnya cukup menjadi alasan untuk menghindari penggunaan fasilitas negara, mengingat persepsi publik yang sudah sangat sensitif terhadap isu ini. Pemanfaatan fasilitas istana untuk acara keluarga dianggap dapat menimbulkan kesan penyalahgunaan posisi dan jabatan, serta menyalahi prinsip kesetaraan dan keadilan akses bagi masyarakat umum.
Kasus ini menjadi peringatan bagi para pejabat dan keluarga mereka akan pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas, terutama di era keterbukaan informasi dan media sosial. Di tengah tuntutan masyarakat untuk pengawasan yang lebih ketat, penggunaan fasilitas negara haruslah dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan atau persepsi negatif. Dalam konteks ini, kejelasan batasan dan kebijakan mengenai akses fasilitas negara bagi keluarga pejabat bisa menjadi langkah penting untuk menghindari kontroversi serupa di masa mendatang.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya menjaga jarak dan menghindari potensi konflik kepentingan bagi keluarga pejabat tinggi negara. Meskipun Kaesang bukanlah pejabat negara, tetapi statusnya sebagai anak presiden otomatis melekatkan dirinya pada kedudukan ayahnya di mata publik. Kehati-hatian dalam bertindak dan memanfaatkan fasilitas yang seharusnya terbatas pada penggunaan resmi akan memberikan contoh yang baik dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.
Pernyataan KPK bahwa kasus jet pribadi dan penggunaan fasilitas istana oleh Kaesang bukanlah gratifikasi belum berhasil meredakan kegeraman publik. Respons yang diberikan justru memancing reaksi lebih luas, memperkuat kritik terhadap praktik privilege yang melibatkan keluarga pejabat negara.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya sensitivitas dalam menggunakan fasilitas negara, terutama di tengah masyarakat yang semakin kritis dan menuntut transparansi. Di era di mana setiap tindakan dapat terekam dan tersebar luas, kehati-hatian dalam setiap langkah menjadi kunci menjaga citra dan integritas pejabat dan keluarganya di mata masyarakat.(c@kra)