Perubahan Struktur Kelembagaan di Pemerintahan Prabowo

  • Bagikan
Perubahan Struktur Kelembagaan di Pemerintahan Prabowo
Perubahan Struktur Kelembagaan di Pemerintahan Prabowo

MoneyTalk, Jakarta – Pada tanggal 4 November 2024, Andi Widjajanto, tokoh dan analis politik, memberikan pandangan mendalam melalui kanal YouTube TV Keadilan mengenai perubahan struktur kelembagaan di pemerintahan baru Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dalam wawancara tersebut, Andi membahas dampak dari pengangkatan tokoh-tokoh baru dalam kabinet, perubahan nomenklatur beberapa kementerian, serta potensi tantangan yang mungkin dihadapi. Melalui artikel ini, kita akan mengurai pandangan Andi Widjajanto terkait restrukturisasi lembaga pemerintahan dan implikasinya bagi arah kebijakan politik dan keamanan nasional.

Andi Widjajanto mencatat, Menko Polhukam saat ini, Budi Gunawan (BG), adalah mantan anggota kepolisian, yang menurutnya merupakan sejarah baru dalam susunan kabinet. Biasanya, posisi ini dipegang oleh tokoh dari militer, khususnya Angkatan Darat. Sebagai seorang yang telah lama berkecimpung dalam Badan Intelijen Negara, BG dianggap memiliki wawasan lebih mendalam tentang spektrum kebijakan yang berkaitan dengan politik dan keamanan. Kehadirannya di posisi Menko Polhukam diperkirakan bisa membawa pendekatan baru yang lebih peka terhadap permasalahan keamanan siber, terorisme, dan intelijen negara, meskipun ada kekhawatiran akan adanya pergeseran peran kepolisian yang semakin berat ke aspek hukum di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Perubahan besar lain yang disorot oleh Andi adalah restrukturisasi Kemenko Kumham (Kementerian Koordinator Hukum dan HAM), yang kini terdiri dari beberapa menteri berbeda untuk aspek hukum, HAM, dan imigrasi. Ini mengindikasikan pembagian tugas yang lebih spesifik dan terfokus. Dalam pandangan Andi, langkah ini mencerminkan strategi pemerintahan untuk memastikan setiap elemen memiliki koordinasi lebih baik dan tidak lagi bersinggungan dengan sektor keamanan di bawah Menko Polhukam. Hal ini diharapkan mampu mengefektifkan pelaksanaan hukum dan hak asasi manusia, meskipun dampaknya belum tentu langsung terasa.

Andi menjelaskan beberapa kendala birokrasi dalam menempatkan tokoh militer aktif, seperti Mayor Teddy, di posisi tertentu di istana, seperti Sekretaris Kabinet (Seskap). Dalam pengalamannya sebagai mantan Seskap, Andi menyatakan bahwa keterlibatan tokoh militer dalam jabatan sipil masih dibatasi oleh undang-undang, seperti Pasal 47 dalam UU TNI, yang menetapkan bahwa perwira aktif hanya dapat berada di lingkungan Sekretariat Negara atau Sekretariat Militer. Pilihan lain yang memungkinkan adalah perubahan status menjadi ASN atau pensiun dini untuk memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Permasalahan ini menunjukkan adanya tantangan dalam menyelaraskan antara kebutuhan akan tokoh militer di posisi sipil dan regulasi yang ada.

Menurut Andi, pengalaman pemerintahan di masa transisi biasanya menghadapi masalah konsolidasi kelembagaan, terutama dalam perubahan struktur organisasi dan anggaran yang mengiringinya. Hal ini semakin diperparah dengan adanya perubahan nomenklatur kementerian baru, seperti Kemenko Infrastruktur yang baru dibentuk. Dalam hal ini, konsolidasi internal diperlukan untuk mempersiapkan tata kelola kelembagaan, termasuk pembentukan tim staf, rekrutmen ASN, dan pengaturan regulasi yang akan mendukung operasional kementerian yang baru.

Untuk kementerian baru seperti Kemenko Infrastruktur, butuh waktu sekitar 6 hingga 9 bulan untuk merampungkan proses konsolidasi struktur, baik di tingkat Deputi maupun di tingkat staf administrasi. Selain itu, proses pengaturan Perpres juga memakan waktu, terutama dalam menentukan tugas serta struktur organisasi dari kementerian yang baru. Dengan tantangan ini, Andi berpendapat bahwa pemerintah mungkin akan membutuhkan waktu hingga 2026 untuk mencapai stabilitas kinerja penuh.

Dalam periode transisi ini, Andi memprediksi bahwa selama tahun pertama, pemerintahan Prabowo akan fokus pada pelaksanaan program yang telah diusulkan pada era Jokowi untuk 2025. Hal ini mencakup proyek-proyek prioritas seperti program makan siang bergizi di sekolah-sekolah, yang menjadi tantangan utama mengingat perlu adanya kejelasan pengelolaan dari kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab, serta kesiapan infrastruktur organisasi yang masih dalam tahap penyesuaian.

Andi menekankan bahwa percepatan pelaksanaan APBN 2025 serta konsolidasi struktur kelembagaan adalah kunci untuk memastikan program pemerintah dapat berjalan optimal. Dalam kasus perubahan struktur kementerian yang masih perlu disesuaikan, ia memperkirakan bahwa program prioritas nasional hanya dapat berjalan sebagai proyek sementara (pilot project) sebelum mencapai stabilitas dan efektivitas penuh.

Pernyataan Andi Widjajanto memberikan pandangan yang berimbang mengenai dampak dari perubahan nomenklatur dan restrukturisasi kelembagaan di pemerintahan Prabowo. Andi menyoroti bahwa meskipun langkah ini bisa memberikan arah baru bagi kebijakan politik dan keamanan nasional, diperlukan kesiapan yang matang dan proses penataan yang efektif agar perubahan ini tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.

Dengan tantangan konsolidasi struktur yang belum sepenuhnya siap, masyarakat disarankan untuk realistis terhadap kinerja pemerintah selama 6 hingga 9 bulan pertama. Dalam jangka panjang, keefektifan pemerintahan akan ditentukan oleh kemampuan untuk menata organisasi secara efisien, menyelesaikan kendala birokrasi, dan menetapkan aturan yang mampu mendukung program-program prioritas secara berkelanjutan.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *