Aneh, Tapi Nyata! Putusan Inkrah Berujung Kriminalisasi Advokat

  • Bagikan
Aneh, Tapi Nyata! Putusan Inkrah Berujung Kriminalisasi Advokat
Aneh, Tapi Nyata! Putusan Inkrah Berujung Kriminalisasi Advokat

MoneyTalk, Jakarta – Di tengah dunia peradilan yang seharusnya menjadi tempat mencari keadilan, sebuah kasus yang melibatkan kriminalisasi terhadap advokat Tony Budi Djaja, S.H., L.L.M. mencuat dan menarik perhatian publik. Kasus ini semakin kompleks setelah putusan inkrah yang telah berkekuatan hukum tetap justru menjadi awal dari kriminalisasi terhadap Tony.

Dalam kanal YouTube Hukum ID Channel, ia mengungkapkan kejanggalan yang terjadi, termasuk dakwaan yang ia sebut “cacat hukum”. Kasus ini tak hanya mencerminkan permasalahan hukum, tetapi juga mempertanyakan ketegasan perlindungan terhadap profesi advokat di Indonesia.

Pada 7 November 2024 Tony Budi Djaja hadir dalam sidang kedua yang diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait laporan pidana yang diajukan oleh Direktur Utama PT Sumas, Alexius Darmadi, dengan kuasa hukum Rusmin Wijaya. Tony mengungkapkan, dalam sidang Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan atas eksepsi yang telah ia ajukan. Namun, menurut Tony, tanggapan JPU sangat umum dan tidak menjawab isu substansial yang diajukan dalam eksepsi.

Tony mengajukan 21 bukti tertulis untuk membuktikan adanya kejanggalan dalam dakwaan JPU. Ia menyebutkan bahwa dakwaan tersebut tidak hanya cacat hukum, tetapi juga cacat fakta, bahkan terkait identitas pribadinya. Salah satu bukti penting yang diajukan adalah putusan arbitrase internasional ICADR yang sudah berkekuatan hukum tetap sejak 2009 serta perintah eksekusi dari pengadilan yang dikeluarkan pada tahun 2012. Fakta ini menunjukkan seharusnya pihak kreditur, dalam hal ini klien Tony, memiliki hak atas eksekusi tersebut, bukan sebaliknya.

Ia menegaskan, tindakan yang ia lakukan selama ini merupakan bagian dari tugasnya sebagai advokat yang berperan dalam menjalankan profesi dan melindungi hak klien. Menurut Tony, UU Advokat serta putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan jaminan imunitas kepada advokat dalam menjalankan profesinya. Namun, dalam kasus ini, ia justru menjadi korban kriminalisasi.

Tony menyampaikan, kasus ini juga menyangkut kepastian hukum bagi para investor di Indonesia. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin putusan pengadilan yang sudah inkrah tidak dapat dieksekusi dan bahkan malah berujung pada kriminalisasi terhadap kreditur.

“Jika hukum kita tidak dapat memberikan kepastian eksekusi bagi kreditur, maka tidak hanya profesi advokat yang terancam, tetapi juga iklim investasi dan kredibilitas hukum di Indonesia,” ungkap Tony.

Tony juga berharap agar pemerintah pusat dan Mahkamah Agung memberi perhatian khusus atas kasus ini. Dengan ketidakpastian hukum seperti ini, menurutnya, para pelaku bisnis akan kehilangan kepercayaan pada sistem hukum Indonesia. Ia juga meminta Mahkamah Agung untuk memeriksa permasalahan ini dengan seksama, mengingat dampak serius yang diakibatkan pada para praktisi hukum dan para pelaku bisnis di Indonesia.

Tony mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diterima dari berbagai pihak, terutama dari rekan-rekan advokat yang merasa terpanggil dengan kasus ini. Ia mengajak rekan sejawat untuk terus memperjuangkan hak-hak advokat agar tidak ada lagi kriminalisasi dalam menjalankan profesi.

“Kasus ini bukan hanya masalah seorang advokat, tapi masalah semua praktisi hukum yang berjuang untuk keadilan,” kata Tony.

Tony mengkritik tanggapan JPU yang menurutnya hanya bersifat global dan tidak menjawab persoalan spesifik dalam kasus ini. Ia menggambarkan tanggapan JPU seperti “membaca textbook hukum tanpa mengkaji masalah konkret.” Majelis hakim dijadwalkan akan memberikan putusan sela pada sidang selanjutnya, yang diharapkan Tony akan menjadi titik terang dalam kasusnya.

Kasus yang melibatkan kriminalisasi advokat Tony Budi Djaja ini menimbulkan keprihatinan terhadap kepastian hukum di Indonesia, terutama bagi para advokat dan pelaku bisnis. Putusan yang telah inkrah seharusnya memberikan kepastian, bukan justru membuka ruang bagi kriminalisasi. Kasus ini memberikan cerminan akan urgensi perlindungan lebih tegas bagi profesi advokat agar tidak menjadi korban dari sistem yang seharusnya mereka perjuangkan untuk keadilan.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *