MoneyTalk, Jakarta – Pada Kamis (7/11/2024) melalui tayangan kanal YouTube-nya, Refly Harun, seorang pengamat politik dan hukum, membahas isu panas yang belakangan beredar mengenai Anies Baswedan. Gubernur DKI Jakarta ini disebut-sebut akan menjadi tersangka dalam kasus Formula E. Narasi ini mengundang perhatian luas, mengingat keterkaitannya dengan salah satu acara internasional bergengsi yang dihelat di Jakarta dan potensi dampaknya terhadap citra politik Anies menjelang Pilkada 2024.
Narasi yang disampaikan oleh Refly Harun merujuk pada laporan yang beredar di kalangan loyalis Anies, menyebutkan ada skenario untuk menetapkan Anies sebagai tersangka dalam kasus Formula E. Sebelumnya, KPK telah mulai melakukan penyelidikan terhadap perhelatan Formula E yang digelar di Jakarta pada 2022, dan meski sudah meminta keterangan dari sejumlah pihak, termasuk Anies Baswedan, hingga kini belum ada keputusan resmi mengenai status hukum Anies terkait kasus ini.
Kasus Formula E sudah lama menjadi sorotan publik dan lembaga antikorupsi. Lembaga-lembaga terkait, termasuk KPK, telah mengumpulkan keterangan dari sejumlah pejabat pemerintah, namun hingga kini belum ada pengumuman resmi mengenai hasil penyelidikan tersebut. Refly Harun mengkritik langkah yang dianggapnya terlalu terburu-buru dalam menyangkakan Anies, tanpa bukti yang kuat mengenai kerugian negara yang disebabkan oleh event tersebut.
Salah satu poin yang disorot Refly adalah soal bukti kerugian negara. Ia menyatakan bahwa dalam berbagai kasus, seperti yang terjadi pada kasus Tom Lembong terkait impor gula, belum ada penjelasan yang jelas mengenai kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan tersebut. Refly menegaskan bahwa jika Formula E justru menguntungkan negara, maka tuduhan terhadap Anies bisa dikatakan tidak berdasar. Ini membuka perdebatan tentang bagaimana seharusnya suatu kasus dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi—apakah berdasarkan untung-rugi negara atau faktor-faktor lain yang mungkin lebih teknis.
Refly mengingatkan agar dalam upaya pemberantasan korupsi, harus ada pendekatan yang strategis. Kasus yang dipilih untuk diselidiki dan diproses hukum harus melibatkan dua faktor utama: pertama, nilai kerugian negara yang besar; dan kedua, figur-figur yang memiliki pengaruh besar di pemerintahan atau negara. Dalam konteks ini, Refly mempertanyakan apakah kasus Formula E, yang tidak menunjukkan adanya kerugian besar bagi negara, layak untuk diusut lebih lanjut. Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap ketidakjelasan status hukum sejumlah individu lainnya yang lebih jelas terlibat dalam masalah korupsi namun tidak diproses secara transparan.
Refly menekankan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan secara adil dan transparan. Jika seseorang tidak terbukti melakukan tindak pidana, maka tidak seharusnya dijadikan tersangka hanya karena kepentingan politik atau tekanan dari pihak tertentu. Menurutnya, jika Anies Baswedan terbukti melakukan korupsi dalam kasus Formula E, maka ia harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, jika tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut, maka penetapan tersangka terhadapnya akan menjadi sebuah langkah yang tidak tepat dan berpotensi mengarah pada kriminalisasi yang tidak berdasar.
Lebih lanjut, Refly mengungkapkan kekecewaannya terhadap langkah-langkah pemerintahan yang kini dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, yang dianggapnya belum menunjukkan perubahan signifikan dalam penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi. Ia menyebutkan bahwa meskipun banyak harapan yang diletakkan pada pemerintahan Prabowo, kenyataannya kebijakan yang diambil justru memperlihatkan pola yang tidak jauh berbeda dari pemerintahan sebelumnya, terutama dalam soal penegakan hukum yang tebang pilih.
Pada akhirnya, apa yang disampaikan Refly Harun adalah sebuah seruan untuk kejelasan dan keadilan dalam proses hukum, tidak hanya dalam kasus Formula E tetapi juga kasus-kasus lain yang melibatkan pejabat publik. Pemberantasan korupsi memang penting, namun harus dilakukan dengan hati-hati, tidak terburu-buru, dan lebih mengedepankan bukti yang nyata, bukan berdasarkan asumsi atau kepentingan politik tertentu.
Kasus yang melibatkan Anies Baswedan dalam Formula E ini akan terus menjadi perhatian, terutama menjelang Pilkada DKI Jakarta 2024. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus mengawasi perkembangan hukum ini, agar keadilan bisa ditegakkan tanpa adanya campur tangan yang bersifat politis.(c@kra)