MoneyTalk, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto dalam upaya memperkuat tata kelola dan strategi fiskal negara, menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 158 Tahun 2024. Kebijakan baru ini mencakup perubahan mendasar dalam struktur organisasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), termasuk penghapusan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan penambahan dua Direktorat Jenderal baru yang dirancang untuk menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik yang semakin kompleks.
Prabowo secara tegas menyatakan, Kemenkeu membutuhkan struktur yang lebih efisien dan responsif dalam menghadapi isu-isu ekonomi terkini. Dalam aturan ini, Prabowo menambah dua Direktorat Jenderal di bawah Kemenkeu. Pertama Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal, kedua Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan.
Di sisi lain, Prabowo juga menambahkan Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan sebagai unit baru untuk memperkuat pengelolaan data, analisis ekonomi, dan intelijen keuangan yang lebih komprehensif. Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) resmi dihapus, dan fungsinya dilebur ke dalam Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal.
Menurut Pasal 13 dalam Perpres tersebut, Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal memiliki tugas merumuskan serta mengimplementasikan kebijakan ekonomi dan fiskal. Dengan wewenang yang lebih luas ini, Ditjen ini diharapkan mampu memberikan panduan yang lebih strategis dan efektif dalam menghadapi dinamika ekonomi global dan perubahan pasar.
Pada Pasal 45, diatur bahwa Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan diberi tugas menyusun kebijakan terkait stabilitas keuangan, pengawasan sektor keuangan, serta koordinasi kerja sama internasional di bidang keuangan. Ditjen ini diharapkan menjadi pusat koordinasi yang efektif bagi Komite Stabilitas Sektor Keuangan yang sebelumnya terpisah.
Langkah penghapusan BKF menjadi simbol perubahan signifikan dalam pendekatan Kemenkeu terhadap kebijakan fiskal. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, mengonfirmasi bahwa tugas dan tanggung jawab BKF akan dilebur ke dalam Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal. Perubahan memberikan ditjen baru peran yang lebih menyeluruh dalam perumusan strategi ekonomi nasional.
“Di struktur baru nanti, BKF akan dilebur ke dalam Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal,” jelas Deni dalam keterangannya.
Peleburan ini diharapkan meningkatkan efektivitas dan efisiensi Kemenkeu dalam merespons perubahan fiskal dan perekonomian global secara lebih dinamis.
Penambahan Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan menunjukkan bahwa Kemenkeu di bawah kepemimpinan Prabowo menyadari pentingnya pengelolaan data yang solid dan kemampuan intelijen yang memadai. Di era digital ini, pengumpulan dan analisis data finansial menjadi aspek vital bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang tepat sasaran. Badan ini akan memfokuskan diri pada:
Pengembangan sistem teknologi informasi yang mendukung integrasi data keuangan.
Peningkatan kapabilitas analitik yang lebih canggih untuk mengidentifikasi tren dan risiko finansial secara dini.
Menyediakan intelijen keuangan yang berbasis data real-time, sehingga pemerintah dapat merespons ancaman ekonomi secara cepat.
Pengamat ekonomi memandang restrukturisasi ini merupakan langkah positif untuk memperkuat fondasi fiskal dan ekonomi negara. Penambahan dua Ditjen baru ini dianggap sebagai strategi yang tepat dalam mengantisipasi tantangan ekonomi, terutama di tengah ketidakpastian global. Pembentukan Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan juga dianggap sejalan dengan kebutuhan era modern, di mana kecepatan data dan akurasi analisis menjadi kunci dalam pengambilan kebijakan ekonomi.
“Langkah ini adalah sinyal yang jelas bahwa pemerintah serius dalam meningkatkan efektivitas dan kapabilitas Kementerian Keuangan,” kata seorang ekonom senior.
Meskipun demikian, tantangan masih ada, terutama dalam transisi integrasi fungsi BKF ke dalam Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal. Kemenkeu perlu memastikan bahwa peralihan ini tidak mengganggu kinerja atau memperlambat respons dalam menangani isu-isu fiskal yang mendesak. Selain itu, upaya untuk memastikan keterpaduan antara Ditjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan dengan lembaga keuangan lainnya juga memerlukan perhatian ekstra.
Dengan struktur baru ini, Kementerian Keuangan memiliki peluang besar untuk meningkatkan pengelolaan fiskal dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Namun, seperti yang disampaikan beberapa ahli, efektivitas perubahan ini akan sangat bergantung pada penerapan dan pelaksanaan strategis dari masing-masing Direktorat Jenderal baru.
Restrukturisasi ini mencerminkan visi Presiden Prabowo dalam membentuk Kemenkeu yang lebih responsif dan proaktif. Dengan penghapusan BKF dan penambahan badan serta dua ditjen baru, Kemenkeu diharapkan mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan lebih efisien dan efektif, merespons tantangan fiskal, dan menjaga stabilitas ekonomi.
Langkah ini juga diharapkan mampu mengakselerasi pengembangan teknologi dan intelijen keuangan, memastikan Indonesia dapat bersaing di kancah global dalam menghadapi perubahan ekonomi yang pesat.(c@kra)