RUU Perampasan Aset: Kunci dalam Pemberantasan Korupsi

  • Bagikan
RUU Perampasan Aset: Kunci dalam Pemberantasan Korupsi
RUU Perampasan Aset: Kunci dalam Pemberantasan Korupsi

MoneyTalk, Jakarta – Di tengah upaya pemerintah untuk memberantas korupsi, kebutuhan akan payung hukum yang mendukung penyitaan hasil kejahatan semakin mendesak. Salah satu langkah yang sedang disorot adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Dalam wawancaranya pada Podcast Antara On The Record! (14 November), Menko Bidang Hukum, HAM, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan pentingnya keberadaan RUU ini dalam memperkuat penindakan korupsi dan mengembalikan kerugian negara dari hasil kejahatan.

Indonesia sebenarnya sudah lama merencanakan RUU Perampasan Aset sebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi. RUU ini ditujukan untuk mempermudah negara dalam menyita aset hasil korupsi atau kejahatan lainnya tanpa menunggu adanya putusan pengadilan. Yusril menjelaskan bahwa inisiatif ini sudah disampaikan ke DPR oleh Presiden Jokowi, namun belum ada kejelasan kapan pembahasan RUU ini akan dimulai.

RUU Perampasan Aset memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan undang-undang saat ini. Ia tidak hanya mencakup kejahatan korupsi, tetapi juga segala bentuk kejahatan yang menghasilkan aset ilegal. Menurut Yusril, konvensi internasional yang diikuti Indonesia melalui UN Convention against Corruption juga mendorong penguatan regulasi terkait aset recovery (pemulihan aset). Dengan peraturan yang lebih kuat, diharapkan dapat tercipta efek jera yang lebih nyata bagi pelaku kejahatan.

RUU Perampasan Aset telah disampaikan ke DPR melalui surat resmi presiden, tetapi prosesnya masih mandek. Menurut Yusril, pemerintah sebenarnya sangat terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan RUU ini. Salah satu faktor penghambat pengesahan RUU ini adalah tingginya potensi perdebatan dalam masyarakat, terutama mengenai aspek hukum yang memungkinkan penyitaan aset tanpa harus ada keputusan pengadilan pidana terlebih dahulu.

Yusril menekankan bahwa Presiden Prabowo dan tim hukum pemerintah akan terus melanjutkan upaya yang dirintis sejak era pemerintahan Jokowi. Apabila DPR mulai membahas RUU ini, maka pemerintah sudah siap membentuk tim yang akan berfokus pada pembahasan bersama DPR demi segera terwujudnya undang-undang ini.

Konsep perampasan aset bagi koruptor merupakan metode yang dinilai efektif dalam menimbulkan efek jera. Yusril menyebutkan bahwa pemiskinan koruptor bukanlah hal mustahil, karena saat seorang pelaku korupsi terbukti bersalah, aset yang didapat dari kejahatan dapat dirampas negara. Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan kerugian negara sekaligus memberi dampak moral bagi para pelaku kejahatan lainnya.

Selain itu, koruptor yang telah terbukti bersalah juga dapat dikenai sanksi tambahan, seperti larangan aktif di politik selama periode tertentu. Hal ini sudah diterapkan di Indonesia untuk memastikan para koruptor tidak kembali berkuasa dan mengulangi tindakan mereka.

Dalam penjelasannya, Yusril menggarisbawahi bahwa pemberantasan korupsi harus melibatkan aspek pencegahan dan pembentukan moral. Ia mencontohkan bahwa nilai-nilai agama dan disiplin moral dapat berperan besar dalam membentuk integritas seseorang. Yusril mengungkapkan bahwa sistem hukum yang kuat sekalipun akan sulit berjalan efektif tanpa kesadaran moral yang mendalam dari individu dalam masyarakat.

Yusril juga menyebutkan, dalam upaya jangka pendek, penindakan tegas harus tetap dilaksanakan. Namun, pada jangka panjang, upaya pendidikan moral melalui keluarga, agama, dan pendidikan nasional harus lebih diintensifkan. Dengan demikian, masyarakat diharapkan mampu membedakan mana yang benar dan salah bukan hanya karena takut pada hukum, tetapi juga karena pemahaman moral.

Di sisi lain, Indonesia memiliki tantangan besar terkait sistem pemasyarakatan, yaitu overkapasitas di lembaga pemasyarakatan. Kondisi ini mencerminkan bahwa pendekatan hukuman penjara belum cukup efektif dalam menekan angka kejahatan. Dalam konteks ini, Yusril menyebutkan pentingnya pendekatan restorative justice (keadilan restoratif), yang sudah mulai diterapkan di Indonesia. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi penyelesaian kasus secara damai, misalnya melalui mediasi dan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *