MoneyTalk.id, Jakarta – Kasus ilegal logging yang ditangani oleh Polres Berau, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan publik. Ketua Padepokan Hukum Indonesia.
Mus Gaber, dalam pernyataannya di Jakarta pada Jumat (26/12/2024), mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya penanganan perkara ini.
Ia menyoroti fakta bahwa meskipun kayu ilegal tersebut telah diamankan sejak April 2024, Polres Berau belum berhasil menangkap pemilik kayu ilegal berinisial A.
“Ini jelas menunjukkan kelemahan dalam sistem penegakan hukum kita. Bagaimana mungkin kasus sebesar ini bisa berjalan di tempat?” tegas Mus Gaber.
Ia meminta pihak kepolisian untuk segera menyelesaikan penyelidikan dan menangkap pelaku utama yang bertanggung jawab atas penyelundupan kayu ilegal tersebut.
Kasus ini bermula pada Minggu (31/3/2024) saat Polres Berau mengamankan 8 kontainer berisi sekitar 90 kubik kayu jenis Bengkirai dan Ulin di Pelabuhan Kelas II Tanjung Redeb.
Penangkapan ini dilakukan setelah menerima informasi dari unit penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sebelumnya mengungkap 55 kontainer kayu ilegal di Surabaya.
Kasatreskrim Polres Berau, AKP Ardian Rahayu Priatna, dalam keterangannya pada 2 April 2024, menjelaskan bahwa kayu tersebut tidak memiliki dokumen yang terdaftar di Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH).
“Berdasarkan hasil olah TKP, kayu ilegal tersebut ditemukan dalam kondisi beragam. Ada kontainer yang penuh kayu, dan ada pula yang tidak. Rencananya kayu ini akan dikirim ke Surabaya,” ungkapnya.
Dari hasil penyelidikan, polisi berhasil mengamankan 7 tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka ditangkap di Kecamatan Kelay, Berau.
Namun, hingga kini, pemilik kayu ilegal yang berinisial A masih buron. Hal ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Mus Gaber.
Ardian menyebut bahwa para tersangka telah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
Selain itu, ia menegaskan bahwa kasus ini juga mengandung unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang seharusnya diperhatikan lebih lanjut.
“Para pelaku tidak hanya ditindak dengan UU P3H, tetapi juga harus dijerat dengan penyidikan TPPU. Kami akan terus melakukan pendalaman,” ujarnya.
Kekecewaan Mus Gaber terhadap penanganan kasus ini mencerminkan keprihatinan masyarakat atas lemahnya upaya pemberantasan ilegal logging di Indonesia.
Ia menuntut transparansi dari pihak kepolisian dan mendesak agar ada langkah konkret untuk menangkap pelaku utama.
“Kasus ini tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan. Polri harus membuktikan komitmen mereka dalam menindak tegas para pelaku kejahatan lingkungan,” tutup Mus Gaber.
Kasus ilegal logging ini menjadi pengingat betapa pentingnya penegakan hukum yang tegas dan berintegritas dalam melindungi kekayaan alam Indonesia.
Diperlukan sinergi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk memberantas praktik ilegal yang mengancam keberlanjutan hutan dan ekosistemnya.