Anas “Bola Panas”

  • Bagikan

JAKARTA, MoneyTalk – Secara gegap gempita, lebih dari empat ribu kader HMI menyambut kepulangan mantan Ketua Partai Demokrat terpidana kasus korupsi Hambalang, Anas Urbaningrum di Lapas Sukamiskin Bandung, 11/04/23.

Tidak lama setelah itu, besok Senin, 17/04/23 rencananya dilaksanakan pula acara Syukuran Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), di Kantor Yayasan Talibuana Nusantara, Pancoran, Jakarta.

Mungkin akan lebih tumpah ruah kader PMII hadir untuk mensyukuri keputusan PN Jakarta Selatan yang menolak gugatan pra-peradilan “kardus durian” yang menimpa mantan Ketua Umum PB PMII itu.

Mengapa Anas lebih menyedot perhatian publik, ketimbang Cak Imin? Saya sudah membaca tujuh narasi yang beredar di medsos, intinya mengecam glorifikasi pembebasan Anas, koruptor koq disambut bak pahlawan?

Kasus Cak Imin berbeda dengan Anas. Kasus Cak Imin murni masalah hukum. PN Jaksel menolak praperadilan Cak Imin, artinya kasus Cak Imin dalam “error in objecto” alias kesalahan terhadap obyek dakwaan, dimana pra-peradilan tidak bisa mengadili perkara tersebut.

Sementara, kasus Anas lebih di-blow up. Anas yang baru lepas dari ‘pondok’, seakan-akan belum bebas “hukuman” seratus persen. Jeruji besi yang mengurungnya selama 10 tahun itu sepertinya belum cukup untuk membayar kesalahannya. Kasusnya disegarkan kembali, bahkan dibesar-besarkan.

Mantan Ketua Umum PB HMI itu kini memasuki tahap hukuman sosial. Glorifikasi Anas dicampakan, harga diri dan kehormatannya digerus terus sampai bubuk.

Dulu, ada glorifikasi kepulangan Rizieq Sihab,–sama-sama pesakitan hukum–disambut seperti pahlawan oleh ribuan kaum “mono-kultur” di Bandara Soeta, tapi seakan-akan malah diacungi jempol?

Anas tersangkut kasus mega-korupsi didalamnya mengandung “mega politik”.

Bernuansa politik? Bermula ketika Anas, terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui pemungutan suara 2010, di Bandung, kemudian berniat mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilu 2014, melalui partai Demokrat yang masih dibawah kendali, ketua Pembina, SBY. Helooowww..

Tentu hal ini sangat mengganggu, karena SBY sudah menyiapkan perahu Demokrat itu untuk sang putra mahkota AHY, menjadi presiden dimasa mendatang. Anas, bagi SBY adalah duri dalam daging, karena itu harus di tip-ex.

Sejak niatnya tercium oleh SBY, Anas di “Hambalang”-kan, dan terbukti korupsi Rp30 miliar, kemudian divonis 7 tahun penjara. Konon uang itu sebagai “bisyaroh” untuk peserta Kongres Partai Demokrat, sehingga terpilih jadi ketua umum.

Ketika Anas meminta naik banding, hakim MK Artidjo Alkotsar malah menambah masa hukuman menjadi 14 tahun. Anas mulai menjalani masa tahanan tahun 2013.

Demikianlah watak kekuasaan, ketika anda sebagai anak buah punya keinginan yang bertabrakan dengan penguasa, siap-siaplah dimakan bulat-bulat.

Mungkin Anas sudah terbiasa di posisi puncak, bisa “semau-maunya” seperti memimpin HMI dulu, tapi di partai Demokrat harus mengikuti irama gendang; Anas gagap, tariannya tidak memenuhi selera sang dalang.

Bukan hanya menghadapi Anas, di masa itu SBY tengah menghadapi persoalan keluarga yang berat.

Besan SBY, Aulia Pohan divonis 4,5 tahun oleh Ketua KPK, Antashari Azhar karena sang besan terbukti menyalahgunakan dana YPPI untuk menyuap beberapa anggota DPR dan pejabat kejaksaan sebesar Rp100 miliar.

Hal ini membuat SBY meradang dan mencoba nego, mengutus CEO MNC Hari Tanoesoedibyo, meminta agar kasus Aulia Pohan dihentikan, namun Antasari tak bergeming.

Apa akibatnya? Kita menyaksikan drama hukum beraroma politik menghiasi media masa berdurasi hampir 7 tahun; antara 2009 sampai dengan 2016. Antasari divonis 18 tahun penjara–lebih ringan dari tuntutan Jaksa hukuman mati.

Antasari dinyatakan bersalah membunuh pengusaha, Nasrudin Zulkarnaen karena adanya sengketa ‘selangkangan’ cady-golf bernama Rani.

Antasari kemudian mendapat pembebasan bersyarat 2016, itupun dia menyatakan tidak akan membongkar rekayasa hukum yang menimpa dirinya. Antasari kemudian mendapat grasi Presiden Jokowi, dan bebas murni pada 2017, setelah dipotong masa tahanan.

Siapa Antasari Azhar? Namanya mencuat sejak 2001, Ketika menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Antasari melakukan perintah tangkap kepada buronan terpidana Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dalam kasus pembuhuhan Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita.

Antasari juga memenjarakan politisi Al Amin Nasution yang didakwa menerima suap untuk memuluskan proses peralihan fungsi hutan di Kabupaten Bintan.

Antasari juga sukses mengadakan operasi tangkap tangan Jaksa Urip Tri Gunawan sedang menerima suap sebesar $660.000 dari pengusaha Artalyta Suryani dalam kasus likuiditas BLBI yang melibatkan pengusaha Syamsul Nursalim.

Dalam perkara hukum, sepertinya
kejujuran Antasari bisa disejajarkan dengan Artidjo Alkotsar dan almarhum Baharudin Lopa.

Anas dan Cak Imin merupakan kader andalan dua organisasi mahasiswa Islam terbesar di tanah air; Sebaiknya kader- kader HMI dan PMII terus mengawal dan menjaganya dengan tema-tema perubahan sosial-politik yang baik dan bersih dan demi terwujudnya negara yang baldlatun toyibatun warofun gofur.(MT)

Kurnia P. Kusumah,
Alumni PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *