Banten Selalu Dikuasai Dinasti Politik
MoneyTalk, Jakarta – Banten, provinsi yang kaya akan sejarah dan budaya, kini terperangkap dalam bayang-bayang dinasti politik yang semakin mengakar kuat. Fenomena dinasti politik di Banten bukanlah hal baru; ia telah tumbuh subur selama bertahun-tahun, menciptakan peta politik yang didominasi oleh keluarga-keluarga berpengaruh yang bersaing mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka.
Pada Pilkada Banten, dinamika politik sering kali berubah menjadi medan pertempuran antara dinasti-dinasti besar yang berusaha mengukuhkan hegemoni mereka. Dinasti Ratu Atut Chosiyah, yang pernah menguasai Banten selama bertahun-tahun, kini harus berhadapan dengan Dinasti Natakusuma, sebuah dinasti politik kuat lainnya. Dinasti Ratu Atut, meski sempat terguncang oleh skandal korupsi yang melibatkan Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), tetap kokoh berkat pengaruh pendirinya, Tubagus Chasan Sochib, seorang pengusaha dan politisi Golkar yang disegani.
Pertarungan Dinasti di Pilkada Banten 2024
Pada Pilkada Banten 2024, pertarungan sengit terjadi antara dua poros politik yang diwakili oleh pasangan Ratu Tatu Chasanah-Ade Sumardi dan pasangan Andra Soni-Achmad Dimyati Natakusuma. Pertarungan ini mencerminkan rivalitas antara dinasti politik yang terus bersaing untuk menguasai Banten. Dinasti Natakusuma, yang juga memiliki sejarah panjang di Banten, telah mendominasi Pandeglang melalui Dimyati Natakusuma dan istrinya, Irna Narulita, yang memimpin Pandeglang selama empat periode berturut-turut.
Di tingkat kabupaten, dinasti politik juga mendominasi. Di Kabupaten Lebak, keluarga Jayabaya telah memegang kendali selama lebih dari dua dekade, dengan Mulyadi Jayabaya sebagai penggeraknya. Anak-anaknya kini menduduki berbagai posisi strategis di pemerintahan, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh dinasti ini dalam politik lokal. Di Kabupaten Serang, Ratu Atut dan keluarganya juga berusaha mempertahankan kekuasaan mereka, dengan Andika Hazrumy, putra Ratu Atut, mencalonkan diri sebagai bupati.
Dinasti Politik dan Kontrol Kekuasaan di Banten
Fenomena dinasti politik di Banten menggambarkan bagaimana kekuasaan di provinsi ini dikendalikan oleh segelintir keluarga yang lebih mementingkan kelangsungan kekuasaan daripada kepentingan rakyat. Banten menjadi cermin bagi politik dinasti yang masih kuat di banyak daerah di Indonesia, menciptakan siklus kekuasaan yang berulang tanpa perubahan signifikan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat.
Dalam kondisi seperti ini, harapan rakyat Banten untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar peduli terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah menjadi semakin suram. Pilkada 2024 di Banten akan menjadi ajang perebutan tahta antara dinasti-dinasti yang ada. Namun, siapapun yang menang, rakyat Banten tampaknya masih harus menerima kenyataan bahwa mereka berada di bawah bayang-bayang dinasti politik yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kemajuan.
Dinasti Ratu Atut dan Dinasti Natakusuma: Pertarungan Dua Kekuatan Besar
Dinasti Ratu Atut, yang telah mendominasi politik Banten selama lebih dari dua dekade, berakar kuat pada pengaruh Tubagus Chasan Sochib. Meski beberapa anggota keluarga, termasuk Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) dan Ratu Tatu Chasanah, pernah terjerat kasus korupsi, dinasti ini tetap bertahan dan memegang kendali. Pada Pilkada Banten 2024, Ratu Tatu Chasanah, yang berpasangan dengan Ade Sumardi dari PDIP, akan menghadapi pasangan Andra Soni dan Achmad Dimyati Natakusuma, yang didukung oleh koalisi Banten Maju.
Andra Soni, seorang politisi Partai Gerindra dan Ketua DPRD Provinsi Banten, berpasangan dengan Achmad Dimyati Natakusuma, mantan Bupati Pandeglang dan tokoh berpengaruh di daerah tersebut. Dimyati memimpin Pandeglang selama dua periode (2000-2009), dan istrinya, Irna Narulita, melanjutkan kepemimpinan sebagai Bupati Pandeglang selama dua periode sejak 2015.
Meski telah berkuasa selama empat periode, Kabupaten Pandeglang masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lain di sekitarnya. Anak-anak Dimyati dan Irna, seperti Riska Amalia yang menjabat sebagai anggota DPR RI, juga terlibat dalam politik. Namun, kinerja mereka sering dikritik karena tidak mampu mengangkat daerah mereka dari kemiskinan dan ketertinggalan infrastruktur.
Dinasti Jayabaya dan Dinasti Lainnya di Banten
Selain dua dinasti utama tersebut, pertarungan politik di Banten juga melibatkan dinasti Jayabaya di Kabupaten Lebak. Mulyadi Jayabaya, yang memimpin Lebak selama dua periode sejak 2003 hingga 2013, berhasil menempatkan beberapa anggota keluarganya di posisi strategis pemerintahan. Kini, Kinasih Jayabaya, putri Mulyadi, berpasangan dengan Citra Nur Ichsan, politisi Partai Golkar dan anggota keluarga Ratu Atut, untuk merebut kursi Bupati dan Wakil Bupati Lebak. Sementara itu, Raden Dewi Setiani, adik Dimyati Natakusuma, maju berpasangan dengan Andi Supriadi, politisi Partai Demokrat dan orang kepercayaan Dimyati.
Dinasti Ratu Atut juga mempertahankan pengaruhnya di Kota Serang dan Kabupaten Serang. Ratu Ria Mariana, adik tiri Ratu Atut, maju di Pilkada Kota Serang bersama Subadri Ushuludin, sementara Andika Hazrumy, anak Ratu Atut, maju di Pilkada Kabupaten Serang berpasangan dengan Nanang Supriatna.
Dinasti Politik dan Masa Depan Banten
Pilkada Banten 2024, yang dipenuhi kandidat dari dinasti politik, menjadi gambaran jelas bagaimana kekuasaan dinasti tetap dominan di Banten. Kontestasi politik semacam ini menunjukkan minimnya alternatif pilihan bagi masyarakat. Siapa pun yang menang, Banten tampaknya masih akan berada di bawah bayang-bayang dinasti politik yang lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan daripada bekerja nyata untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Fenomena ini mencerminkan kenyataan pahit politik di Banten dan bagaimana kebutuhan akan pemimpin yang lebih berorientasi pada rakyat masih sangat mendesak. Tanpa perubahan mendasar dalam dinamika politik ini, harapan akan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat Banten akan tetap menjadi angan-angan.
Penulis : Mus Gaber, Ketua Padepokan Indonesia