Akan Ada Matahari Kembar dalam Pemerintahan Baru Prabowo
MoneyTalk, Jakarta – Di tengah persiapan akhir menuju transisi kepemimpinan di Indonesia, perhatian publik tertuju pada rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) 40 hari menjelang berakhirnya masa jabatannya pada 20 Oktober.
Langkah ini menimbulkan pertanyaan mengenai kekhawatiran Jokowi terkait keberlanjutan program-program yang telah ia rintis selama 10 tahun terakhir, terutama jika Presiden terpilih, Prabowo Subianto, tidak sepenuhnya melanjutkan program-program tersebut.
Dalam acara diskusi Kabar Petang’ TV One Pada Selasa (10/09) menghadirkan Narasumber secara daring Burhanudin Muhtadi Pengamat Politik dan Andi Malarangeng Politisi Partai Demokrat, dalam tayangan Prof. Burhan mengatakan bahwa Jokowi berupaya memastikan keberlanjutan agenda-agenda yang sudah ia rintis.
Motivasi utama Jokowi berkantor ke IKN adalah mencegah terputusnya program-program yang sudah berjalan dengan baik, dan dilanjutin oleh Presiden selanjutnya.
Biarpun Prabowo sudah menyatakan komitmen untuk melanjutkan beberapa program seperti pembangunan IKN, tetap ada keraguan mengenai seberapa besar prioritas program tersebut dalam agenda pemerintahan baru, jelas Prof Burhan
Hal ini menimbulkan banyak spekulasi Bagimana hubungan antara Jokowi dan Prabowo pasca-20 Oktober 2024.
Maka muncul isu “matahari kembar” situasi di mana dua figur kuat bersaing memperebutkan pengaruh dalam pemerintahan, dan Hal ini juga menjadi topik yang menarik perhatian.
Seperti Jokowi tetap aktif berperan dalam Pemerintahan baru. Agar program program Jokowi harus tetap jalan dan diteruskan oleh Prabowo.
Tapi soalnya skenario yang mau dipakai seperti apa, dan Instrumen politik yang digunakan melalui jalur mana. Apakah Jokowi akan menggunakan jalur partai, atau melalui parlemen. Atau punya mekanisme lain agar tetap terlibat mempengaruhi pemerintahan Prabowo,kata Burhan
Selain itu, Burhan juga membandingkan potensi situasi matahari kembar ini, seperti kondisi politik di Filipina, di mana Presiden terpilih, Bongbong Marcos, menolak permintaan dari mantan Presiden Rodrigo Duterte, yang menyebabkan konflik politik yang serius.
Kalau bisa Indonesia seharusnya menghindari situasi serupa di mana dua figur kuat bertabrakan dalam pemerintahan tegas Burhan.
Kemudian Andi Malarangeng, dalam diskusi tersebut menegaskan bahwa setiap pemimpin memiliki masanya sendiri.
Dengan mengutip pengalaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang pernah bermimpi naik kereta bersama Megawati Soekarnoputri dan Jokowi setelah masa kepresidenan mereka selesai.
Mimpi ini mencerminkan harapan bahwa mantan pemimpin dapat “pulang kampung” dan memberi ruang bagi pemimpin baru untuk memimpin tanpa bayang-bayang masa lalu, kata Andi
Dan kesinambungan pemerintahan harus diupayakan dengan cara yang harmonis. Keberlanjutan dan perubahan harus menghasilkan hasil terbaik bagi bangsa.
Hal ini merujuk pada pentingnya menciptakan transisi yang mulus, di mana mantan pemimpin mendukung, tetapi tidak mengintervensi pemerintahan yang baru, jelas Andi
Sejauh ini, hubungan antara Jokowi dan Prabowo terkesan baik-baik saja, meskipun beberapa isu sempat menimbulkan spekulasi adanya ketegangan.
Namun, perbandingan dengan dinamika politik di negara-negara lain seperti Filipina dan Singapura menunjukkan bahwa hubungan antara pemimpin baru dan lama di Indonesia kemungkinan akan berada di tengah-tengah tidak seharmonis Singapura, namun tidak sekeras Filipina, ujar AndiPada akhirnya, yang diharapkan adalah terwujudnya transisi kepemimpinan yang mulus dan berkelanjutan, di mana program-program yang baik dapat diteruskan tanpa menciptakan “matahari kembar” yang berpotensi merusak stabilitas politik Indonesia. Semua mata kini tertuju pada 20 Oktober 2024, ketika transisi dari Jokowi ke Prabowo resmi terjadi.(c@kra)