MoneyTalk, Jakarta – Dalam wawancara yang disiarkan pada Rabu (18/09) di channel YouTube Budiman Tanuredjo, Kurnia Ramadhana, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut Kurnia, sejak tahun 2014, pemberantasan korupsi seakan berjalan di tempat. Hal ini dibuktikan dengan penurunan indeks pemberantasan korupsi pada tahun 2022, yang merupakan yang terburuk sepanjang era reformasi.
Selama menjadi aktivis anti korupsi, Kurnia dan rekan-rekannya di ICW sering menghadapi berbagai bentuk intimidasi, salah satunya peretasan. Bagi Kurnia, serangan tersebut menunjukkan bahwa mereka berada di jalur yang benar dalam memberantas korupsi. “Banyak pihak merasa terganggu dan menunjukkan tindakan represif terhadap kami,” ungkap Kurnia.
Intimidasi ini menunjukkan betapa kuatnya perlawanan terhadap gerakan pemberantasan korupsi. Namun, meskipun menghadapi berbagai ancaman, Kurnia menegaskan bahwa mereka akan tetap konsisten memperjuangkan kepentingan publik.
Kurnia menyoroti betapa nyata kehancuran kebijakan anti korupsi di era pemerintahan saat ini. Salah satu bukti utamanya adalah disahkannya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Revisi ini dinilai sebagai bentuk nyata ketidakseriusan pemerintah dalam menangani isu korupsi.
“Janji politik yang tertuang dalam Nawacita mengenai pemberantasan korupsi tidak terwujud hingga akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi,” ujar Kurnia. Banyak yang menilai bahwa pemerintah tidak hanya gagal memenuhi janji, tetapi juga secara aktif mengambil langkah-langkah yang merugikan upaya pemberantasan korupsi.
Pertanyaan terbesar yang muncul adalah, bagaimana nasib pemberantasan korupsi di era pemerintahan selanjutnya? Dengan pimpinan KPK yang baru tengah dalam proses seleksi, publik bertanya-tanya apakah lembaga ini mampu “reborn” dan kembali menjalankan fungsinya sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Masyarakat berharap bahwa pimpinan baru KPK akan membawa semangat dan komitmen yang lebih kuat dalam memberantas korupsi. Namun, harapan ini harus diiringi dengan dukungan nyata dari semua elemen pemerintahan dan masyarakat sipil. Tanpa dukungan tersebut, upaya untuk memulihkan KPK dan memperbaiki sistem pemberantasan korupsi hanya akan menjadi harapan kosong.
Wawancara Kurnia Ramadhana menegaskan bahwa tantangan terbesar dalam pemberantasan korupsi adalah melawan segala bentuk upaya pelemahan yang dilakukan secara sistematis. Pengalaman intimidasi yang dihadapi oleh para pegiat anti korupsi menjadi bukti bahwa upaya mereka menggoyahkan kenyamanan pihak-pihak yang berkepentingan dengan korupsi.Di tengah proses seleksi pimpinan KPK yang baru, publik menantikan perubahan signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Pertanyaannya adalah, mampukah KPK dengan pimpinan barunya mengembalikan harapan masyarakat dan menegakkan kembali kewibawaan lembaga ini? Jawabannya ada pada komitmen kolektif untuk tidak pernah berhenti melawan korupsi, apa pun risikonya.(c@kra)