Tak Mau Bayar Pesangon Pabrik Tekstil Panamtex Pekalongan Berujung Pailit
MoneyTalk, Semarang – Panamtex atau PT Pandanarum Kenanga Textile yang produsen sarung tenen di Pekalongan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada 12 September 2024.
Keputusan pailit merupakan puncak dari sengketa panjang antara perusahaan dan mantan karyawannya yang hak-haknya belum terpenuhi. Sejak berdiri pada 1994, Panamtex dikenal sebagai salah satu raksasa tekstil yang 90% produksinya ditujukan untuk ekspor.
Proses pailit ini bermula dari perselisihan ketenagakerjaan yang berlangsung sejak 2016, ketika Panamtex melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya.
Para mantan pekerja tersebut, yang dipimpin oleh Budi Purwanto, menggugat perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang. Gugatan tersebut meminta Panamtex membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, serta upah terakhir dengan total sebesar Rp262 juta. Namun Keputusan Pengadilan yang Tidak Kunjung Dieksekusi
Dan Pada 17 Oktober 2016, majelis hakim yang dipimpin Eddy Parulian mengabulkan sebagian tuntutan mantan karyawan. Namun, meskipun keputusan ini telah berkekuatan hukum, Panamtex tidak memenuhi kewajibannya hingga bertahun-tahun kemudian. Upaya mediasi dan negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini pun tidak membuahkan hasil, hingga akhirnya angka kewajiban perusahaan membengkak menjadi hampir Rp.883 juta.
Pada 12 Juli 2024, para mantan karyawan, melalui Budi Purwanto dan Sukamto, kembali mengajukan gugatan pailit terhadap Panamtex ke Pengadilan Niaga Semarang. Mereka merasa perusahaan tidak mampu dan tidak bersedia memenuhi kewajibannya sesuai putusan pengadilan, yang menyebabkan mereka mengambil langkah hukum lebih lanjut.
Putusan Pailit dan Dampaknya
Permohonan pailit dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus-Pailit/2024/PN Niaga Semarang ini akhirnya dikabulkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Pesta Partogi Hasiholan Sitorus pada 12 September 2024.
Pengadilan menunjuk Amanda Rizky Hutama dan Anugrah Surya Kusuma sebagai tim kurator dan pengurus kepailitan Panamtex. Rapat kreditur pertama direncanakan akan dilaksanakan pada 26 September 2024 di Pengadilan Niaga Semarang.
Menurut Slamet Romadhon, Wakil Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Panamtex, keputusan pailit ini adalah hasil dari akumulasi ketidakpuasan dan perjuangan para mantan karyawan yang sudah bertahun-tahun berusaha menuntut hak mereka. “Karena ini sudah menjadi putusan dari 2016 hingga 2024, angka pesangon yang harusnya dibayarkan mencapai hampir sekitar Rp883 juta. Belum ada titik temu, mereka belum bisa menerima sehingga muncul gugatan pailit,” jelas Slamet saat diwawancara.
Keberlangsungan Operasi Panamtex
Meski telah dinyatakan pailit, Panamtex dilaporkan masih beroperasi secara normal. Status pailit ini menempatkan Panamtex dalam pengawasan tim kurator yang akan mengelola aset dan menyelesaikan utang perusahaan kepada kreditur, termasuk hak-hak para mantan karyawan. Status pailit juga membuka kemungkinan adanya restrukturisasi perusahaan, tergantung hasil rapat kreditur dan langkah yang diambil oleh tim kurator.
PHK Massal dan Lonjakan Pengangguran
Kasus Panamtex ini menjadi bagian dari tren peningkatan PHK di Indonesia yang mencapai 46.000 pekerja per Agustus 2024, dengan wilayah Jawa Tengah dan Jakarta mencatat angka PHK tertinggi. Fenomena ini sebagian dipicu oleh perubahan regulasi ketenagakerjaan dan tekanan ekonomi pasca-pandemi.
Dengan meningkatnya jumlah kasus kepailitan dan PHK, penting bagi perusahaan untuk memenuhi hak-hak karyawan mereka agar tidak terjerat dalam sengketa hukum yang merugikan kedua belah pihak. Kasus Panamtex menjadi pengingat pentingnya menjaga hubungan industrial yang baik dan mematuhi keputusan hukum demi keberlangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja.(c@kra)