Nilai Dolar Turun, Mengurangi Beban Utang
MoneyTalk, Jakarta – Turunnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan kabar baik, menyebutkan bahwa rupiah yang sempat berada di atas Rp16.000 per dolar AS kini telah menguat ke kisaran Rp15.100. Penurunan ini membawa manfaat besar, khususnya dalam mengurangi beban utang luar negeri Indonesia.
“Rupiah kita apresiasi 0,84% sejak awal tahun,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Senin (23/9/2024).
Diketahui, Bank Sentral AS Federal Reserve (the Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 bps sekaligus mengakhiri era suku bunga tinggi. Ini mendorong aliran modal masuk (inflow) ke dalam negeri.
“Dari Juli, Agustus, September itu udah positif baik untuk saham, atau SBN kita. Agustus melonjak tinggi lagi dan ada September sampai 19 alami positif flow untuk SBN atau saham,” paparnya.
Sebagian besar utang luar negeri Indonesia, baik pemerintah maupun sektor swasta, dihitung dalam dolar AS. Oleh karena itu, ketika nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar, jumlah uang yang diperlukan untuk membayar kembali utang dalam dolar otomatis berkurang. Dengan kata lain, penurunan nilai tukar dolar mengurangi biaya pembayaran utang luar negeri.
Menurut Sri Mulyani, penguatan rupiah sebesar 0,84% sejak awal tahun ini merupakan sinyal positif. Penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve (The Fed) sebesar 50 basis poin mendorong arus modal masuk ke Indonesia, yang meningkatkan permintaan terhadap surat berharga negara (SBN) dan saham.
Salah satu dampak terbesar dari penguatan rupiah adalah berkurangnya beban pembayaran bunga utang. Saat ini, imbal hasil SBN 10 tahun berada di level 6,42%, yang dinilai positif karena menekan biaya pembiayaan utang yang harus dibayar oleh pemerintah. Dengan demikian, penurunan dolar ini tidak hanya menguntungkan dari segi pengurangan utang pokok, tetapi juga membantu pemerintah dalam mengelola pembayaran bunga yang lebih rendah.
Stabilitas ekonomi juga mendapat dorongan dengan menurunnya nilai tukar dolar. Ketika nilai dolar menurun, biaya impor barang-barang strategis seperti bahan baku industri, energi, dan komoditas lainnya juga berkurang. Hal ini membantu menjaga inflasi tetap terkendali dan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, aliran modal yang masuk ke pasar keuangan Indonesia akan membantu stabilisasi pasar saham dan obligasi, memberikan keyakinan lebih kepada investor.
Meski demikian, tantangan ekonomi global dan fluktuasi pasar masih harus diwaspadai. Kebijakan ekonomi AS dan keputusan suku bunga The Fed di masa depan dapat mempengaruhi nilai tukar dolar dan arus modal ke Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus memantau perkembangan global dan menjaga kebijakan fiskal yang prudent.
Penurunan nilai tukar dolar AS memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia, terutama dalam mengurangi beban utang luar negeri. Ini juga membantu menstabilkan ekonomi dalam negeri dengan menekan inflasi dan mendorong arus modal masuk. Dengan tetap waspada terhadap tantangan global, momentum positif ini dapat digunakan untuk memperkuat stabilitas ekonomi jangka panjang.(c@kra)