Krisis Demokrasi dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia
MoneyTalk, Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami berbagai tantangan demokrasi, termasuk pembahasan terkait RUU Pilkada yang berpotensi membatasi pemilihan kepala daerah secara langsung. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam sebuah kuliah umum yang disiarkan pada Senin, 30 September 2024, menyinggung bahwa krisis demokrasi ini tidak hanya berdampak pada stabilitas politik, tetapi juga mempengaruhi perekonomian Indonesia secara signifikan.
Demokrasi dan ekonomi memiliki keterkaitan yang erat. Stabilitas politik yang dihasilkan dari pemerintahan yang demokratis biasanya berbanding lurus dengan iklim ekonomi yang kondusif. Ketika negara memiliki mekanisme demokrasi yang sehat, pengambilan keputusan ekonomi menjadi lebih transparan, kompetitif, dan menguntungkan bagi semua pihak. Namun, jika demokrasi terganggu, sebagaimana terlihat dari pembatasan terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung, ketidakpastian politik meningkat, yang pada gilirannya dapat mengguncang kepercayaan pasar dan investor.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa salah satu fondasi perekonomian negara adalah sistem tata kelola yang baik dan kepastian hukum. Demokrasi yang sehat memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pemerintah dijalankan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang transparan dan akuntabel. Ketika mekanisme ini terganggu, investor mulai meragukan keberlanjutan kebijakan ekonomi yang stabil, yang akhirnya dapat memengaruhi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan munculnya perdebatan terkait RUU Pilkada, berbagai kekhawatiran muncul mengenai dampak krisis demokrasi ini terhadap ekonomi. Salah satu dampak utama adalah ketidakpastian politik. Investor asing maupun domestik seringkali mengandalkan stabilitas politik untuk menilai risiko investasi mereka. Ketika ketidakpastian politik meningkat, mereka cenderung menunda investasi atau menarik modal dari negara tersebut.
Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa dalam kondisi politik yang tidak stabil, terdapat risiko bahwa keputusan ekonomi yang diambil akan lebih banyak didasarkan pada agenda politik jangka pendek, bukan kepentingan ekonomi jangka panjang. Ini bisa memperburuk pengelolaan fiskal dan kebijakan moneter, yang akhirnya akan mempengaruhi inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, krisis demokrasi dapat menghambat proses reformasi ekonomi yang diperlukan. Sri Mulyani mengingatkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis-krisis besar sebelumnya, seperti krisis moneter 1998 dan krisis global 2008, di mana kebijakan-kebijakan yang tepat dan reformasi mendasar sangat penting dalam pemulihan ekonomi. Namun, jika krisis demokrasi mengganggu kebijakan ekonomi yang seharusnya, maka proses pemulihan ekonomi bisa tertunda, atau bahkan gagal terwujud.
Dalam pemaparannya, Sri Mulyani juga menyinggung bahwa negara-negara yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, didorong oleh inovasi dan kapitalisme yang berkembang pesat dalam kerangka sistem demokrasi yang kokoh. Demokrasi memungkinkan adanya kompetisi yang sehat, yang pada akhirnya mendorong inovasi dan efisiensi ekonomi.
Sebaliknya, di negara-negara yang mengalami regresi demokrasi atau mengalami tata kelola yang buruk, inovasi dan kompetisi seringkali ditekan oleh oligarki atau kelompok-kelompok berkuasa. Hal ini membuat perekonomian negara tersebut berjalan stagnan, di mana keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir orang, sementara mayoritas populasi tertinggal. Krisis demokrasi semacam ini, jika dibiarkan, akan memunculkan siklus ketidakstabilan ekonomi dan sosial yang semakin sulit diatasi.
Untuk menghindari krisis lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan pentingnya memperkuat kembali institusi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, tata kelola yang baik dan sistem demokrasi yang kuat akan memberikan kepercayaan kepada pasar dan investor, sehingga ekonomi dapat berkembang dengan lebih stabil. Selain itu, pemerintah dan institusi harus tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas dalam pengambilan keputusan ekonomi, agar setiap kebijakan yang diambil dapat memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Krisis demokrasi di Indonesia berpotensi membawa dampak buruk bagi perekonomian jika tidak segera ditangani. Penting bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga stabilitas politik dan memperkuat institusi demokrasi agar pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan baik, inklusif, dan berkelanjutan.(c@kra)